Jalanan malam semakin ramai. Hiruk pikuk orang silih berganti.
Terlihat Hanan sedang duduk di tepian jalan bersama seorang teman laki-lakinya. Di depan mereka ada orang jualan bubur ayam."Terimakasih, Nan. Udah mau datang dan dengerin curhatan ku," kata temannya itu.
"Ok,Gak apa-apa. Tapi gara-gara kamu terburu-buru ngajak ketemu. Aku lupa bawa ponsel," balas Hanan.
"Biasa aja lah. Lagian ini belum terlalu malam, kayak udah punya bini aja kamu. Takut pulang telat," canda temannyanya itu seraya menepuk punggung Hanan. Hanan tersenyum menerima candaan dari temannya itu. Sedikit meringis.
"Memang kalau aku punya istri gak bisa pulang malam?" tanya Hanan. Pertanyaan yang konyol juga.
"Iya lah. Kakak ku baru sebulan dia nikah. Tapi udah kayak burung ketangkap majikannya aja," jawab temannya itu.
"Apa hubungannya?'' tanya Hanan lagi. Seperti dia menemukan topik yang sedikit menarik.
Alfin, nama temannya itu. Termasuk teman dekatnya. Tapi dia juga belum mengetahui soal pernikahannya dengan Zahwa.
"Setiap dia pulang terlambat istri nya akan berkali-kali menelponnya. Apalagi pergi tanpa pamit. Walah pasti sampai rumah bertengkar," terang Alfin
Pada dasarnya semua istri itu memang posesif."Sampai begitu? Rumit juga ya menghadapi istri," ujar Hanan sekalian.
"Mangkanya sekarang setiap pulang telat atau tidak sengaja pergi tanpa pamit kakak ku selalu membelikan sesuatu untuk istri. Dengan begitu kemarahannya akan sedikit mereda," cerita Alfin.
Hanan terlihat manggut-manggut. Dia teringat bahwa tadi dirinya keluar tanpa mengabari siapapun dan ponselnya tertinggal dirumah.
Hanan teringat Zahwa. Apa dia akan khawatir seperti istri-istri lain jika suaminya tidak kunjung pulang? Atau malah senang sebab dia bisa berduaan dengan kekasihnya sekarang?
Tapi mendengar cerita dari Alfin membuat hati Hanan sedikit gelisah. Apalagi tadi dan Zahwa bertengkar.
"Mang bungkusin bubur ayam 2 porsi, ya" kata Hanan. Sebelum dia beranjak pergi.
"Buat siapa? Bukan kamu tinggal sendiri?" tanya Alfin curiga.
"Oh Kak Surya sudah pulang, lagian mungkin dia belum makan malam," jawab Hanan. Tentu saja dia berbohong. Dia memesan untuk Zahwa.
Setelah pesanan banyak bubur itu sudah datang Hanan berpamitan sekali lagi dengan Alfin.
Beberapa detik kemudian dia sudah menancap gas motor yang di bawa. Menyusuri jalanan malam yang ramai. Terlebih ini malam Sabtu.
Sesampainya di rumah dia tidak mendapati siapapun, mungkin sudah tidur. Dia beranjak ke dapur mengambil dua piring. Meletakkannya bubur ayam tadi di atasnya.
Membawanya beranjak menuju kamar. Sesampainya di depan kamar dia mendengar isakan seseorang menangis. Dia mengira itu Zahwa. Tapi mengapa? Dia belum tahu jawabannya.
Hanan segera ingin masuk tapi tiba-tiba di cegah oleh Surya.
"Zahwa dari tadi khawatir denganmu. Bagaimana bisa kamu keluar tanpa mengabari siapapun. Di telpon pun juga tidak bisa. Jangan marahi dia lagi, cepatlah masuk!" Titah surya. Tanpa ingin mendengarkan penjelasan Hanan dia langsung beranjak pergi.
Hanan teringat cerita Alfin tadi. Hal itu sekarang terjadi kepada dirinya.
Tanpa berfikir lagi dia langsung masuk kamar."Eh,"
Berfikir bahwa Zahwa akan menangis terisak dengan wajah tertunduk atau sedang bersedih karena dia tidak kunjung pulang dan sempat tidak memberi kabar. Tetapi ternyata tidak. Zahwa memang menangis tetapi di depannya ada laptop yang sedang memutar film India.
"Kau?" Kata Hanan dengan sedikit geram,karena ternyata yang di fikirkan malah bertolak belakang dengan kenyataannya.
"Kau pulang? Kirain sedang bersama istri-istrimu yang lain," kata Zahwa. Setelah sadar Hanan sudah berada di kamarnya. Dia bahkan tidak melihat Hanan, hanya sedikit meliriknya dan kembali fokus dengan laptopnya.
"Kau menonton film sampai menangis?" Tanya Hanan. Percuma saja dengan ke khawatiran nya tadi.
"Film ini bagus dan bisa membuat aku terharu. Setiap orang pasti menangis jika menontonnya," jawab Zahwa.
"Begitu, kah?" Hanan sedikit tidak percaya.
Dia mencoba ikut bergabung menonton film tersebut. Duduk bersila di sebelah Zahwa.
Di layar itu sedang menceritakan kedua bersaudara dengan ibu berbeda sedang bertengkar. Beradu argumen dan saling menyalahkan.
"Mana yang mengharukan. Ini dari tadi bertengkar. Apa kau bisa menangis melihat orang bertengkar?" tanya Hanan, dia masih sedang melihat film tersebut juga. Mencari adegan yang dirasa bisa membuat seseorang menangis.
Zahwa gelagapan. Matanya tertuju dengan dua tumpuk piring dengan bungkusan kantong plastik hitam.
"Apa yang kau bawa?" tanya Zahwa mengalihkan pembicaraan.
"Oh, bubur ayam. Aku belum makan jadi aku membelinya untuk makan malam," jawab Hanan, bohong.Dirasa tidak mungkin dia mengatakan kalau itu untuk Zahwa.
Zahwa mengangkatnya dan melihat isi kantong plastik tersebut. dua porsi bubur ayam.
"Kau membelikan untukku juga?" Tanya Zahwa penuh harap.
"Siapa bilang. Satunya untuk Mas Surya tapi tadi saat aku mau memberikannya dia sudah terlihat tidur pulas. Jadi aku membawanya," jawab hanan.
Zahwa cemberut. Dia kesal karena tadi dia menangisi lelaki di sampingnya itu. Untung saja saat dia akan menaiki tangga tadi Zahwa melihatnya.
Sebenarnya dia ingin memastikan lagi apa dia sudah pulang. Untuk menghindari pertanyaan dan menyembunyikan ke khawatirannya Zahwa langsung menyalakan laptopnya dan memutar film yang sebenarnya dia juga tidak tahu alur ceritanya dan berpura-pura menangisi film tersebut.
Hanan melihat raut wajah Zahwa yang terlihat kesal dan kecewa."Bagian kak Surya, untukmu saja," kata Hanan. Dia mengambil bungkusan satu porsinya untuk dirinya dan membiarkan bungkusan satunya di hadapan Zahwa.
Hanan beranjak dari tempat tidurnya menuju sofa kamar mereka."Tidak aku sudah kenyang," Sewot Zahwa.
"Ok. Aku akan memakannya untuk diriku sendiri," kata Hanan, semakin membuatnya menyesal.
Sebenarnya gara-gara mengkhawatirkan Hanan. Zahwa juga belum sempat makan malam. Padahal malam ini Surya membuat kan tumis kangkung kesukaannya.
Tetapi penyesalan itu muncul setelah mendapati suaminya yang ternyata tidak memperdulikannya.
Hanan mulai memakan bubur ayam tersebut dia terlihat menikmatinya. Sesekali Zahwa menelan ludah, menahan keinginannya untuk ikut makan.
Dia memegang perutnya,dia juga sangat lapar.
"Baiklah jika kau memaksa aku akan makan bubur ayam ini," kata Zahwa akhirnya. Dia memulai membuka bubur ayam itu. Terlihat lezat tanpa menunggu lagi dia sudah lahap memakannya.
Hanan tersenyum simpel dan sedikit menggelengkan kepala.Mereka begitu lahap menikmati bubur ayam tersebut. Tanpa mereka sadari, di ruangan lain ada seseorang yang juga merasakan rasa lapar yang sama. Hanya saja, tidak bisa menelan satu suap pun makanan untuk dirinya.
Surya, dia sejak tadi juga belum makan. Masakan yang ia buat khusus untuk Zahwa masih utuh tanpa di sentuh.
"Bik, mau makan malam bersamaku?" tanya Surya pada Bik Asih yang kebetulan lewat di sekitar dapur.
"Loh, mas Surya belom malam juga?" tanya Bik Asih. Dia terkejut sebab majikannya masih ada di area dapur menatap masakan yang ia buat tadi.
"Tadinya mau sama-sama Zahwa dan Hanan. Tapi mereka tidak ada yang malam malam," ujar Surya dengan senyum simpul.
Melihat keadaan Surya yang seakan terabaikan oleh dua majikan lainya. Bik Asih mengambil inisiatif untuk menemaninya.
"Mas Surya ... Mas Surya ... Semoga segera dapat istri, ya! Kok saya kasihan lihat mas Surya sendirian begini," ujar Bik asih memelas melihat Surya.
Surya hanya tersenyum, lantas membagi sayurnya dengan bik Asih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Calon Ipar
RomanceMenikah secara mendadak bukanlah keinginan setiap orang. Tapi Zahwa dan Hanan harus mengalami itu semua. Sebab pernikahan mereka adalah wasit terakhir kedua orang tua mereka. Tidak saling mengenal, bahkan pertama kali bertemu mereka diminta oleh me...