Bab 22: Masih Menjadi Yang Terbaik.

18 2 0
                                    

Sejenak mereka terdiam.

"Apapun yang terjadi,biarkan terjadi. Sekarang kamu adik iparku, jadi aku mohon jangan menghindari ku," kata Surya akhirnya.

"Iya. Aku tahu posisiku,"

Entah mengapa hati Zahwa terasa sakit mendengar perkataan itu. Seperti membalikkan tangan saja perasaan mereka, ketika satu sisi tidak dapat mengambil maka satu sisinya akan menggantikannya.

"Jadi bolehkah aku melihat senyummu, adik ku?" Tanya Surya, dia berjongkok di depan Zahwa dengan senyum manisnya.

"Untuk?" tanya Zahwa.

"Untukku, terutama untuk dirimu sendiri," Jawab Surya.

Zahwa tersenyum, Surya masih menjadi seseorang yang bisa membuatnya merasakan bahagia.

"Baiklah, sebagai tanda pergantian status kita. Boleh kah aku mengajakmu jalan-jalan," Ajak Surya dengan riang.

Zahwa berfikir sejenak, lalu mengangguk. Zahwa berdiri, Surya pun ikut berdiri. Keduanya berjalan menuju pintu keluar pemakaman.

Mereka berlanjut pergi ke pusat kota. Menuju sebuah pusat perbelanjaan.
Tanpa menunggu waktu lama. Zahwa sudah kembali tertawa riang.

Kebersamaan bersama Surya cukup membuat dia terhibur. Kehadiran kekasihnya, bisa melupakan kepedihan kehilangan orang tuanya.

Mereka menghabiskan waktu dia tempat permainan. Tanpa tersadar, Zahwa sudah  terbawa suasana. Dia terlihat gembira, memainkan satu demi satu permainan di sana. Sesekali mengajak Surya untuk berduel dengannya.  Setelah lelah mereka duduk dan memesan es krim. Kemudian kembali berjalan, berbelanja dan membeli keperluan untuk mereka.

Langkah Zahwa terhenti tiba-tiba. Matanya tertuju pada toko perhiasan.

"Ada apa? Apa kamu ingin beli perhiasan?" tanya Surya, menyadari Zahwa yang terpaku melihat toko perhiasan.

"Sebelum mas kembali. Aku dan mas Hanan pergi ke toko itu. Dia memesan sepasang cincin. Untukmu,"

"Kamu ikut? Aku memang menyuruhnya. Ku pikir setelah kembali aku akan segera memberikanmu kejutan dan melamar mu," kata Surya. Dia tersenyum, sedikit terpaksa dan seperti menyembunyikan sesuatu.

"Saat itu aku sempat iri pada diriku sendiri."

"Kenapa?'' tanya Surya.

"Aku iri. Saat itu aku merasa wanita yang akan kamu lamar sangat beruntung. Mas Hanan juga bercerita, bahwa kamarmu sudah kamu desain sesuai selera kekasih mu. Aku berfikir, kamu benar-benar mencintainya," terang Zahwa. Rasa tak menentu itu. kembali dia rasakan.

"Aku memang mencintaimu," kata Surya.

Dia menatap Zahwa lekat.  Tatapan yang selalu dia berikan kepada Zahwa saja. Begitu yakin, seakan mata itu ikut berbicara bahwa hanya dirinya yang dia cinta.

Kedua terdiam, terlebih Zahwa. Jika dulu  dia akan berbicara dengan lantang membalas pernyataan  laki-laki di depannya tersebut, tapi sekarang berbeda. Walaupun dia ingin tapi itu semua seakan tiada artinya lagi.

"Bagaimana jika aku tidak melupakanmu? Bagaimana jika sepanjang hidupku. Ketika aku bertemu dengan seseorang yang baru, aku tidak akan pernah jatuh cinta pada mereka, karena mereka bukan dirimu?"

"Bahkan nabi Muhammad cintanya yang besar di berikan kepada sayyidah Khotijah. Sekali pun setelah  beliau telah tiada.Yang kemudian di protes oleh Dewi Aisyah."

"Sebagaimana jawaban nabi, dia hanya berdoa,"Ya tuhanku, jangan kau siksa aku dengan sesuatu yang Engkau miliki, sedang aku tidak memilikinya."

"Urusan keadilan hati, Kanjeng nabi saja tidak mampu. Apalagi aku?" Batin Surya.

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang