Bab 13: Kekasih Kakakku

11 2 2
                                    

#Hanan Al Faruq

Ramai orang berlalu lalang di depan mata. Beberapa menjemput beberapa lagi ada yang datang. Ada yang menyeret koper ada yang menenteng tas besar mereka.

Seruan dan obrolan menjadi drama di sekitar kami. Terlihat ada sebagian yang langsung pergi setelah bertemu.
Beberapa petugas bandara stand by untuk memadu penumpang yang membutuhkan bantuan atau informasi lainnya.

Lift dan eskalator terlah berfungsi dengan baik untuk penumpang naik dan turun dari atas, yakni area keberangkatan menuju gate di lantai bawah. Maupun sebaliknya ketika baru tiba dan akan naik ke area kedatangan.
Terdapat pula shuttle bus yang beroperasi mengangkut penumpang dari dan menuju terminal satu, dua atau terminal tiga yang lama. Di jadwalkan akan ada tiga tiga ratus penerbangan yang terdiri dari penerbangan kedatangan dan keberangkatan per hari.
Di dalam bandara, mereka bertemu pandang dengan berpasang-pasangan mata sama-sama mencari. Ada juga yang dari mereka yang merapatkan baju hangatnya di kursi-kursi ruang tunggu. Atau yang sedang menyeruput secangkir kopi hangat dengan leher berbalut syal atau neck-pillow. Menggeret koper dengan lesu setelah sebuah penerbangan yang melelahkan, atau berjalan tergesa menuju ruang tunggu mengejar jadwal penerbangan tanpa banyak sisa waktu.

"Tunggu di sini, aku akan membeli kopi," ujar Hanan.

Sejak tadi Zahwa sudah duduk di samping Hanan. Menanggung bosan tak karuan, meskipun begitu Zahwa tetap diam. Wajahnya hanya di ketuk sambil sesekali memainkan ponsel yang ada di tangannya.

"Belikan juga untukku," katanya

Zahwa mengira bahwa Hanan hanya akan membeli minuman untuk dirinya. Padahal yang sebenarnya dia pergi untuk membeli minuman untuk Zahwa.

"Manis atau pahit?" tanya Hanan, memastikan. Selama ini Hanan belum tahu kopi seperti apa yang di sukai Zahwa. Belum pernah juga ia membuatkan kopi untuk Zahwa.

"Memang ada kopi pahit di tempat seperti ini?" tanya Zahwa meragukan.
Hanan lupa. Tempat mereka bukan halte bus. Tapi bandara. Hanan hanya menjawab seulas senyum saja. Lalu melanjutkan langkahnya.

Baru saja berjalan, Hanan berbalik ke arah Zahwa.

"Jangan kemana-mana, barang kali kakakku datang, dan dia mencari kita," pesan Hanan.

Zahwa mengangguk mengerti. Lalu Hanan melanjutkan langkahnya.

Hanan mengedarkan matanya. Melihat beberapa kedai yang tersedia di bandar tersebut. Lumayan banyak pilihan, dan itu membuat dia bingung.

Akhirnya ia putuskan menuju salah satu kedai yang baru saja buka.

Sesampainya di tempat tersebut, Hanan memesan dua kopi untuk dirinya dan Zahwa. Sambil menunggu pesanannya, Hanan mengobrol dengan salah satu pegawai yang terlihat senggang tidak bekerja.

Dari pegawai tersebut, Hanan tahu jika baru tujuh bulan stand coffe ini ada. Pekerjanya pun tidak asal saja, mereka adalah barista khusus yang memang sudah berpengalaman. Tidak hanya coffe biasa yang tersedia. Banyak macam coffe dengan beragam rasa. Ada tujuh coffi yang mereka sediakan, diantaranya Flores, Sigararutang, Lintong, Sidikalang, Ciwidey dan lain sebagainya.
Hanan mengngangguk meng'iyakan', walau belum faham betul seperti apa rasa-rasa dari coffr-coffe tersebut. Pastilah banyak sejarah dan mempunyai daerah asal yang berbeda-beda.
Dari arah Hanan berdiri, matanya bisa melihat ada empat alat espresso dan juga manual brew pour over.

"Silahkan, tuan," Seorang pelayan memberikan pesanan Hanan. Dua cup kopi panas. Untunglah ada tambahan plastik untuk kopi tersebut. Sehingga tidak harus melepuhkan telapak Hanan.

"Terimakasih," balas Hanan.

Hanan segera kembali ke tempat Zahwa berada. Tidak lagi mampir ke tempat lainnya sebab dia tahu, istrinya itu juga sedang menunggu kopi yang ia bawa.
Langkah terhenti sejenak, saat dia melihat Zahwa berdiri dengan seorang pria. Hanan belum tahu pasti, siapa pria tersebut. Tanpa menunggu lama dia pun bergegas menghampiri mereka.

"Kak Surya?!" Seru Hanan setelah tahu betul siapa pria yang bersama istrinya.

"Hanan, kamu di sini?" tanya pria tersebut.

Surya Abimanyu_kakak tunggal Hanan Al Faruq. Dia baru saja kembali dari studi-nya di Cairo.

Saat itu, mata Zahwa terbelalak, terkejut dengan kedatangan Hanan dan juga panggilan yang baru saja ia dengar dari Hanan. Dia memanggil Surya dengan sebutan 'Kakak'.

"Aku sejak tadi menunggumu, sudah lama, kah?" tanya Hanan.

"Lumayan," jawab Surya.

Zahwa semakin mendekatkan tubuhnya ke samping Hanan. Bahkan tiba-tiba dia seperti bersembunyi di balik badan Hanan. Tangannya bergetar, badannya tiba-tiba panas dingin.

Mata Hanan menangkap kegelagat aneh dari Zahwa. Tapi dia Membiarkan. Dia seperti mangsa yang takut dengan pemangsanya, sebab di depannya Surya tidak melepaskan tatapannya.

"Kalau begitu, ayo kita pulang!" Ajak Hanan.

Dia mencoba menetralisir keadaan dua orang yang baru saja bertemu tersebut. Antara istri dan kakaknya, memang terlihat sekali ada sesuatu di dalamnya.
Sebelum itu Hanan meminta Zahwa untuk meminum kopi yang terlanjur di pesan. Melihat hal itu, Surya semakin menguatkannya tatapnya.

Dia mau bertanya, namun dia masih bisa menahannya.

Dalam perjalanan pulang semua terasa senyap. Tidak ada yang bersuara tidak juga yang memperlihatkan Expresi yang gimana-gimana. Semua seakan sedang menaiki kendaraan umum, yang di dalamnya tidak saling mengenal.

Sampai di rumah, Hanan langsung menuju ke kamarnya. Entah mengapa, dia sama sekali tidak mengindahkan kepulangan kakak kandungnya yang sudah empat tahun terpisah dengan dia dan keluarganya. Tidak juga ingin bertanya kenapa dia pulang terlambat dari jam yang semestinya, bagaimana keadaannya yang sekarang?

Hal itu terjadi begitu saja, reaksi yang cukup mencengangkan. Sebab tidak seperti biasanya. Semuanya gara-gara Hanan telah mengetahui segalanya, mengetahui jika sebenarnya Zahwa adalah kekasih kakak kandungnya. Sejak awal, Hanan sudah meminta seseorang untuk mencari tahu, siapa sebenarnya Zahwa, dan dia sudah memastikan jika benar, yang seharusnya menikah bukanlah dirinya, melainkan kakaknya Surya.

Mertuanya salah mengira, begitu pun orang tuanya. Mereka mengira Hanan lah yang menjadi kekasih Zahwa, sebab itulah kenapa mereka ingin Hanan menikahi Zahwa.

*Pak Rosyid*
[Surya sudah kembali? Bagaimana dengan keadaan mereka sekarang?]

Pesan itu dari Pak Rosyid, orang suruhan Hanan sekaligus pengacara keluarga Hanan dan Surya. Saat ini, hanya Pak Rosyid dan Hanan lah yang mengetahui asal muasal pernikahan Hanan. Bahkan Zahwa pun belum mengetahui kebenarannya.

Bagaimana dengan Zahwa sekarang, pastilah saat ini hatinya sedang terguncang. Sebab kenyataan yang berusaha elak ternyata menjadi kenyataan.

Kakak iparnya adalah kekasihnya. Orang yang masih sangat ia cintai dan sayangi.
Pesan dari pak Rosyid tidak langsung di jawab oleh Hanan. Dia sendiri merasakan linglung tak karuan.

Tubuhnya terasa berpijak di atas awan, tanpa sandaran, pijakan, dan melayang.
Aneh sekali bukan, padahal dalam dirinya dia sudah menyangkal jika dia tidak mencintai Zahwa, istri sekaligus kekasih kakaknya tersebut. Tapi tetap saja, rasanya ada sesuatu yang aneh dalam hatinya sehingga membuat tubuhnya ikut merasakannya.

Pak Rosyid
[Ada apa? Kenapa tidak menjawab pesanku? Apa kau baik-baik saja? Atau jangan-jangan kamu sedang galau!(emoticon senyum dan gigi berjajar)

Dasar! Pak Rosyid bukanya menenangkan malah membuat suram. Sampai-sampai Hanan membuang ponselnya itu sembarang di atas ranjang.

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang