Bab 20: Jawaban Kepergian Zahwa.

14 2 0
                                    

Surya turun, dia langsung menuju meja makan. Sepi, tidak ada siapapun.

Dia celingukan melihat ke arah lain, barang kali dia bisa menemukan orang yang sedang ia cari. Tapi tetap saja rumah itu seperti tidak berpenghuni.
Bik Asih datang dari arah halaman. Surya segera mencari tahu di keberadaan Zahwa.

"Zahwa sudah sarapan, Bik?'' tanya Surya.

"Tadi sih ke dapur, Mas. Tapi hanya mengambil sarapan untuk Mas Hanan saja."

"Loh, memang tadi Hanan tidak sarapan di bawah?"

"Tidak, Mas. Tumben juga, biasanya mereka berdua juga sarapan bersama,"
jawaban dari Bik Asih membuat ulu hati Surya sakit. Tiba-tiba makanan di depannya tidaklah nikmat rasanya.

Tanpa bertanya lagi, Surya bangkit dari duduknya. Langkahnya mencari sosok Zahwa berada. Dia ingin segera mencari kepastian. Agar dia tahu apa yang akan dia lakukan kedepannya.

"Loh, Mas gak di habiskan sarapannya?" tanya Bik Asih ketika melihat Surya beranjak begitu saja.

"Sudah, Bik. Mau nyari Zahwa dulu," jawab Surya.

Dia mulai menyusuri semua ruangan. Semua tempat, dari mulai teras, taman dan paviliun belakang. Seluruh penjuru rumah dia sudah kelilingi, tapi Zahwa tidak kunjung dia temui.

Dimana dia berada, Surya semakin bertanya-tanya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Surya saat merapikan dirinya tadi. Namun setelah itu Zahwa tidak menampakkan dirinya lagi.

Otak Surya mulai tak waras sebab dia tidak kunjung menemukan Zahwa. Bik Asih pun sepertinya tidak mengetahui keberadaan Zahwa berada, semua tempat kosong.

Satu tempat yang terakhir yang Surya anggap menjadi markasnya satu-satunya, ternyata juga tidak ada. Tempat itu adalah kamar Hanan. Lalu kemana perginya Zahwa?

Surya segera merogoh benda pipih yang sejak tadi ia simpan dia sakunya. Memencet nomer yang sudah ia hafal di luar kepala, terlihat dari layar ponselnya nama "Zahwaku" tertera. Panggilan itu mulai menggema, namun tidak kunjung mendapatkan balasannya.

Beberapa kali Surya mengulangi panggilan tersebut. Namun ternyata sama saja, tertolak bahkan di luar jangkauan.

Kecemasan Surya mulai merajalela, dia masih tidak bisa mengontrol dirinya jika itu menyangkut Zahwa.

Tanpa berpikir lama, dia juga mengirimkan pesan pada Hanan. Dengan harapan jika tadi Hanan kembali dan mengajak Zahwa. Meskipun saat ini Hanan adalah lelaki yang merebut cintanya, tapi tetap saja dia adalah adiknya yang Surya cukup percayai jika dia tidak akan menyakiti Zahwa. Surya percaya, jika Hanan sangatlah bertanggung jawab.

Tapi beda lagi, jika saat ini Zahwa tidak bersama Hanan.

*Hanan*
[Aku tidak tahu, mungkin dia keluar rumah]

Jawaban itu langsung membuat Surya semakin cemas. Surya segera keluar rumah. Barangkali benar apa yang di katakan Hanan, jika Zahwa ada keperluan di luar rumah.

Surya mulai bertanya pada beberapa tetangga yang bertandang sekitar rumah saat mereka sedang belanja sayur. Barangkali salah satu dari mereka ada yang mengetahui keberadaan Zahwa.

"Loh, mas Surya sudah pulang ternyata. Apa kabar mas?" sapa ibu-ibu kompleks saat melihat Surya datang menghampiri mereka.

"Baik, Alhamdulillah Bu. Oh iya Bu, saya mau tanya. Lihat Zahwa tidak?"

"Mbak Zahwa jarang keluar rumah, Mas. Sekalipun keluar pasti bersama Mas Hanan. Palingan kita bertemu saat jama'ah di Masjid saja," kata salah satu ibu-ibu tersebut.

"Ada apa to, Mas? Apa ada masalah? Mbak Zahwa kabur?" tanya salah satu dari mereka antusias.

"Huss... Ngomong jangan ngawur. Mas Hanan dan Mbak Zahwa itu baik-baik saja. Lawong masih pengantin baru baru masak sudah kabur-kaburan," sahut ibu lainya.

Mendengar opini ibu-ibu itu membuat Surya semakin tidak enak hati. Sebab mengiring hal-hal yang akan membuat nama Hanan dan Zahwa jelek.

Itu akan menimbulkan fitnah lagi, jika mengetahui jika Zahwa tidak ada di rumah tanpa mengabari siapapun.

"Ya sudah, Bu. Terimakasih, mungkin Zahwa ada keperluan mendadak. Jadi tidak sempat mengatakan akan pergi kemana. Saya permisi dulu," kata Surya.
Surya undur diri. Dia tidak ingin kecemasannya menular pada ibu-ibu tersebut.

"Iya, Mas... Semoga Mbak Zahwa lekas ketemu," balas salah satu ibu
Surya membalas dengan anggukan. Lalu dia pergi.

"Aneh kenapa Mas Surya lebih cemas ya dari pada Mas Hanan. Padahal kan suaminya mbak Zahwa mas Hanan,"
Terdengar samar-samar ibu-ibu itu mulai membicarakan kejanggalan yang terjadi pada keluarga mereka.

Surya salah besar dengan menanyakan Zahwa pada ibu-ibu tersebut. Apalagi Surya tidak bisa menutupi kecemasannya tadi. Dia begitu khawatir, hingga lupa untuk memposisikan dirinya.

Setelah sampai di rumah Surya langsung menghubungi Hanan. Dia harus tahu, jika Zahwa saat ini tidak ada di rumah, dan tidak seorang pun yang mengetahui kemana dia pergi sekarang.

"Assalamualaikum!" Salam Hanan dari seberang.

"Waaikumsalam, kau di mana? Apa Zahwa bersamamu?" tanya Surya menyerbu. Dia masih saja tidak bisa menyembunyikan kecemasannya. Padahal saat itu dia sedang berbicara pada suami Zahwa.

"Aku sudah bilang, kan. Jika dia keluar rumah," balas Hanan santai.

Surya merasa kesal, sebab dari nada bicara Hanan dia sama sekali tidak khawatir dengan keberadaan Zahwa sekarang. Begitu tenang, seakan itu hal biasa saja.

"Kemana? Kenapa dia tidak mengatakan apapun kepadaku?" tanya Surya.
Setidaknya saat itu Surya ada di rumah, jika memang Zahwa ingin keluar dia bisa mengatakan hal itu terlebih dahulu. Tapi Zahwa sama sekali tidak pamit kepada siapapun. Apalagi kepergian terbilang mendadak.

"Memangnya dia harus meminta izin kepadamu? Bukankah aku suaminya?"

Deg! Pernyataan itu langsung memecah ke khawatir Surya. Dia seakan di sadarkan akan posisinya saat ini. Dia bukan siapa-siapa lagi untuk Zahwa. Surya tidak berhak lagi akan Zahwa, dia juga lupa bahwa prioritas Zahwa saat ini adalah adiknya Hanan, yang menjadi suaminya.

"Mungkin dia ke makam, sebab tadi pagi dia mengatakan akan ke sana," kata Hanan dari seberang.

"Baiklah kalau begitu. Apa boleh aku menyusulnya? Aku juga ingin ke sana," kata Surya. Entah itu permintaan izin atau hanya sebuah alasan. Tapi benar saja, jika saat ini Surya juga ingin pergi ke makam orang tuanya. Sebab memang dia belum ke sana juga.

"Terserah! Jangan hubungi aku lagi, aku sedang ada banyak kerjaan!" Seru Hanan.

Ada nada kekesalan di nada bicara Hanan. Surya berpikir mungkin hal itu karena dia terlalu mengganggu dirinya sejak pagi. Wajar saja, jika dia kesal. Sebab Surya mencemaskan Istrinya yang sudah pasti sudah menjadi tanggung jawabnya.

Hanan menutup panggilan tersebut dengan salam. Barulah setelah itu Surya bergegas menuju pemakaman.

Semoga di sana, dia mendapatkan jawaban atas segala kegalauan hatinya. Tentang keputusan orang tuanya yang tiba-tiba menikah kan adiknya dan kekasihnya. Dia ingin tahu alasannya.

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang