Bab 14: Kisah Kotak Biru.

11 2 0
                                    

#Hanan Al FaruQ

Hanan masih sendirian di kamar, Zahwa masih ada di bawah. Entah apa yang sedang ia lakukan. Hal itu menumbuhkan ke ingin tahuan Hanan.
Diam-diam, dia membuka lagi pintu kamarnya. Zahwa belum juga terlihat dari koridor menuju kamar. Setelah ia cari, ternyata Zahwa masih ada di pertengahan tangga.

Di sana, dia bersama Surya. Mereka sedang bersitegang. Itu semua membuat Hanan semakin penasaran, dengan apa yang mereka berdua bicarakan.
Sedikit aku condong kan tubuh, mencuri dengar apa yang mereka bicarakan.

"Mas Surya, bisa langsung istirahat di kamar. Maaf, jika tidak bisa menyambut dengan hangat," kata Zahwa.

Dia mengatakan hal itu dengan membelakangi Surya. Namun wajahnya masih sedikit menengok ke belakang, mengawasi Surya yang masih tercengang.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu sudah ada di sini? Bagaimana kamu mengenal Hanan? Di mana istri Hanan? Katanya di sudah menikah? Kenapa sikapmu berubah? Kenapa Zahwa? Kenapa, aku bingung dengan apa yang terjadi! Tolong jelaskan?" Surya bertanya-tanya. Wajahnya mulai frustasi dan tak karuan khawatir.

Dia takut sekali menghadapi kenyataan yang ada di depannya. Itu semua terasa tak nyata, dan mimpi buruk yang segera ingin ia singkirkan.

Zahwa menghela nafas beratnya.

"Aku adalah istri Mas Hanan, aku adik iparmu," ucapnya pelan.

Tanpa mengucapkan apapun lagi, dia langsung beranjak meninggalkan Surya sendirian di tengah-tengah tangga.
Surya terguncang, tubuhnya seakan di terpa ombak dengan dahsyatnya. Sehingga membuat tubuhnya oleng ke belakang.

Hanan melihat hal itu segera masuk ke dalam kamar. Pura-pura tak mengetahui hal tersebut. Dia segera menuju lemari, pura-pura mencari pakaian.

Pintu di buka. Hanan masih pura-pura tak mengetahui segalanya. Sedang Zahwa, sebisa mungkin bersikap sewajarnya.

Dia menghapus air mata yang berhasil menggenang.

"Mas Hanan, cari apa?" tanya Zahwa.

"Piayama merahku," jawab Hanan. Dia tidak melihat ke arah Zahwa. Dia tahu, bahwa istrinya itu sedang tidak ingin memperlihatkan kesedihannya.

Dengan langkah cepat Zahwa melangkah, mengambil alih posisi Hanan. Dengan cepat dia menemukan apa yang Hanan sedang cari.
Menyerahkan piyama merah itu pada suaminya. Tanpa melihat wajah Hanan yang sedang memperhatikannya.

"Mas butuh apa lagi?" tanya Zahwa.

"Tidak ada. Ini sudah cukup. Kamu sepertinya lelah, istirahat lah," jawab Hanan.

Hanan tahu betul jika saat ini istrinya sedang hancur-hancurnya. Tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa. Saat ini membiarkan kesedihannya teruraikan menjadi pilihannya.

Malam ini, Hanan akan membiarkan Zahwa tentang dengan kemelut jiwanya.

"Tidurlah," kata Hanan saat Zahwa seperti patung tak tentu arah.

Mendengar hal tersebut. Zahwa pergi ke kamar mandi. Tidak selama biasanya. Baru setelah itu dia membaringkan tubuhnya. Dia sudah berganti pakaian tidur, sudah seperti kebiasaannya di waktu-waktu lainya.

Zahwa berusaha tidak membuat Hanan curiga akan perubahan sikapnya. Namun sayangnya dia tidak tahu, jika suaminya itu telah mengetahui segalanya.

Setelah melihat Zahwa berbaring, menutup matanya dengan selimut menutupi sebagian badannya. Hanan pergi ke kamar mandi. Dia menyegarkan diri, lalu kembali lagi ke kamarnya.

Ponselnya bergetar lagi, sebelum getaran ponselnya mengganggu zahwa, Hanan langsung mengambilnya.
Pesan yang sama dari orang yang sama pula.

*Pak Rosyid*
[Apa semua baik-baik saja?]

Rasanya Hanan ingin mengumpat saja. Mana ada yang baik-baik saja di situasi seperti ini. Semua serba salah, dan semua terjadi begitu cepat tanpa ada yang jelas.

Semua memang kehendak Alloh. Tapi tetap saja rumit, sulit dan terasa sempit.
Semua kesalahpahaman ini berasal dari kotak biru tersebut. Kotak yang seharusnya di simpan saja di kamar Surya, tapi ternyata selama dia pergi ke Cairo, kotak tersebut di titipkan pada Hanan.

Siapa yang menyangka, jika sebuah kotak bisa mengubah takdir manusia.
Beberapa sebelum Surya datang.

"Apa ini sudah valid?" tanya Hanan
Pak Rosyid dengan satu temannya sedang mengawasi foto yang sejak tadi di slide oleh Hanan.

Sebelum mengatakan hal yang sebenarnya, ke dua lelaki yang bersama Hanan saling berpandangan. Seperti ingin menyembunyikan kebenaran, namun juga sudah terlanjur ketahuan.

"Iya, inilah kebenarannya." Pak Rosyid akhirnya menjawabnya.

"Jadi yang seharusnya menikah itu kakakmu, bukan kamu?" tanya lelaki yang datang bersama pak Rosyid
Namanya pak Rafail, seorang pengacara juga seperti pak Rosyid. Lebih tepatnya, dia adalah pengacara keluarga Zahwa.

Melalui pak Rafail juga Hanan dan pak Rosyid mengetahui siapa sebenarnya Zahwa. Bagaimana dia dan keluarganya, dan tentunya kesalah faham soal pernikahan Hanan dan Zahwa.

Hanan masih meniti satu persatu foto di depannya. Foto dua kekasih yang sedang kasmaran. Senyum merekah, penuh kebahagiaan. Sebab hati keduanya sudah saling terpaut. Membagi kasih sayang dan cinta.

Tapi yang menjadi sesak adalah tidak ada satu pun dari mereka yang menceritakan hal tersebut pada keluarga mereka. Mereka membiarkan teman-teman mengetahuinya, tapi tidak dengan keluarganya. Karena kesalahan itulah saat ini Hanan ada di antara mereka.

"Kotak biru itu adalah kunci dari semua kesalahan. Pak Amir, mertua mu mengatakan jika putrinya menjalin hubungan dengan putranya. Saat itu keluarga Zahwa tidak tahu, jika di dalam keluarga mu ada dua putra yang hampir sama umurnya. Ke salahannya lagi, pak Amir langsung meminta orang tua mu untuk langsung melamar Zahwa," cerita Pak Rafail.

"Ayahmu juga langsung menerima hal tersebut. Sebab mereka mengira jika hal itu benar adanya, sebab menemukan kotak biru tersebut di kamarmu," lanjut pak Rosyid.

Hanan mendengar pernyataan ke dua pengacara tersebut. Namun matanya masih terpaut dengan foto-foto di depannya.

"Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Pak Rosyid.

"Tidak tahu, tapi untuk sementara waktu aku akan pura-pura tidak tahu," jawab Hanan.

Kedua kalinya dua pengacara tersebut saling bertukar pandang. Mereka mengira bahwa Hanan akan langsung menceraikan Zahwa. Sebab pastilah sulit ada di posisinya saat ini. Tapi ternyata, dia terlihat baik-baik saja. Atau mungkin karena belum ada perasaan apapun untuk Zahwa di dalam hatinya?

"Baiklah, saya sudah memberikan informasi yang saya tahu sebelumnya. Untuk kedepannya itu terserah anda dan Nona Zahwa. Tetapi sebagai teman dari orang tua Nona Zahwa, saya mau berpesan, tolong jaga Nona Zahwa, jangan biarkan dia sendirian terlebih saat ini kedua orang tuanya sudah meninggal," pesan pak Rafail.

Hanan mengangguk, tidak menjawab sepatah katapun. Bukan tidak menyanggupinya tapi Hanan merasa bahwa amanah seperti itu bukan tertuju untuk dirinya.

Setelah itu pak Rafail berpamitan.

"Lalu, apakah kamu akan menceraikan Zahwa sekarang?'' tanya pak Rosyid.

"Bagaimana menurutmu?'' tanya balik Hanan.

Hanan meletakkan foto-foto tersebut. Menatap mata pak Rosyid, mencari jawaban yang baru saja dia tanyakan.

"Aku tidak tahu, bagaimana menurutmu?" Kembali Hanan menanyakan hal yang sama.

"Mana aku tahu, kamu yang menjalani pernikahan itu," jawab pak Rosyid.

Hanan menghela nafas kasar. Menyenderkan tubuhnya pada kursi. Kaku sekali tubuhnya saat ini.
Pak Rosyid sepertinya juga kesal dengan jawaban Hanan. Dia bertanya, tapi malah di tanya balik.

Hanan memang belum mengetahui harus bagaimana nantinya. Saat ini dia hanya bisa berpura-pura tidak mengetahui segalanya. Biarkan waktu yang akan menjawabnya.

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang