.
#Surya Abimanyu."Mas Surya juga arsitek seperti Mas Hanan, kah?" tanya Bik Asih.
Dia menyiapkan Surya makanan. Dia juga menemani majikan barunya itu. Sebab dia juga tidak faham, kenapa Hanan dan Zahwa tidak ikut makan bersama Surya.
"Iya, Bik. Alhamdulillah, semua nurun Bapak," Jawab Surya.
"Jadi yang desain kamar Mas Surya itu juga Mas Surya sendiri?'' tanya Bik Asih lagi.
Dia tidak memiliki bahan pembicaraan lain. Sebab dia sendiri juga tidak faham apapun tentang Arsitektur.
"Iya," jawab Surya.
Dia teringat lagi pada Zahwa. Pada kamarnya, pada desain yang dulu dia rancang untuk kejutan Zahwa.
"Non Zahwa seneng banget ada di kamar Mas Surya. Betah banget, desain kamarnya hampir sama seperti kamar Non Zahwa di rumahnya," kata Bik Asih.
Deg.
Surya langsung menatap Bik Asih yang saat duduk di depannya.
"Benarkah, Bik? kok bisa? Maksudnya, apa Zahwa sudah tahu kamarku?"
"Sudah, Mas. Beberapa hari yang lalu kami di minta untuk membersihkan kamar Mas Surya sama Mas Hanan. Saat itulah kami tahu, kalau kamar Mas Surya seperti milik Non Zahwa. Bahkan Non Zahwa sempat tidur di kamar itu," jawab Bik Asih.
Surya melamun lagi. Mengingat jika memang seharusnya kamar itu adalah milik mereka berdua. Surya mendesain kamarnya persis seperti kemauan Zahwa. Tidak lagi tidak bukan ingin membuat Zahwa betah saat nanti dia tinggal di rumahnya.
Bagaimana angan-angan Surya dulu, dia merombak setiap inci kamarnya sebelum berangkat ke Cairo. Sebab setelah itu dia berniat langsung melamar Zahwa, menikahinya dan kamar itu siap di huni bidadari surganya.
Perlu banyak waktu untuk menyempurnakan kamar tersebut. Perlu banyak pahatan yang memang langsung dari hati, sebab pikir Surya saat itu kamar tersebut akan menjadi saksi kisah mereka setelah lama berpisah, menjadi tempat bahtera cinta mereka yang pertama dan menjadi tempat kisah cinta untuk selamanya. Namun ternyata, takdir sama sekali tidak seperti yang di bayangkan.
Setelah mengetahui hal itu Surya diam seribu bahasa. Luka yang tadinya masih bisa simpan ternyata tak lagi bisa di sembunyikan.
Lekas dia menyelesaikan makan malam. Lalu tanpa berpamitan dia pergi menuju kamarnya.
Surya membuka pintu kamarnya pelan. Baru saja terbuka, dia merasakan aroma terapi bunga tulip. Sosok Zahwa seakan terbayang ada di dalam kamar tersebut.
Langkah kaki Surya sudah benar masuk ke dalam kamar. Duduk di tepian ranjang, matanya mengedar ke penjuru ruangan.Benarkah Zahwa betah di kamarnya ini? Benarkah apa yang di katakan Bik Asih, jika dia sempat tidur di sini? Putaran pertanyaan itu terus terngiang-ngiang tanpa henti.
Senyum simpul terlihat samar di bibir Surya, dia seakan melihat Zahwa terbaring lelah di sampingnya. Namun ternyata, itu hanya halusinasinya. Kenyataan adalah, dia ada di rumah ini. Namun bukan di kamarnya, melainkan di salah satu kamar yang menjadi kamar saudara laki-lakinya.
Surya mencintai Zahwa seperti udara. Terus ada meskipun tidak ada wujudnya. Terus mengudara memberikan nyawa. Dia selama ini percaya bahwa Zahwa adalah nama yang di sandingkan dengannya di lauful Mahfud.
Bertahun-tahun dia berteman rindu, berharap rindu itu adalah tirakat yang akan membawanya pada kebahagiaan yang nyata nantinya.
Namun nyatanya, apa yang Surya dapatkan dari penantian lama? Kekecewaan dan rasa bersalah. Kecewa karena tiba-tiba wujudnya menjelma menjadi satu-satunya yang bertahta di hati seseorang yang tidak mungkin juga dia renggut kebahagiaannya.
Rasa bersalah, sebab membiarkan wanita yang ia cintai melakoni peran yang pasti sulit untuk dia. Pastilah, Zahwa saat ini sedang patah-patahnya juga sebab mengetahui kenyataan siapa kakak iparnya.
Lalu apa yang harus Surya lakukan sekarang? Jika saat ini saja dia masih memiliki ego yang mendarah. Sedang ia juga tidak mungkin memecah hubungan darah.
"Kenapa harus Hanan yang menjadi takdirmu, Zahwa?! Kenapa juga harus aku yang menjadi iparmu?!" Umpat Surya dalam hati.
Malam itu, menjadi malam yang panjang. Malam yang ingin menjadi mimpi saja bagi ketiganya. Sebab tidak ada seorang pun yang ingin ada di situasi seperti itu. Situasi yang memasung ke tiganya untuk pura-pura hidup wajar.
***
Surya baru saja selesai mandi. Badannya masih basah akan air, dia hanya mengunakan sarung yang melilit menutupi pusar hingga mata kaki.
Baru saja dia ingin menggunakan pakainya, suara mobil mengusik dirinya. Segera dia langsung menuju balkon. Sudah pasti, itu adalah mobil adiknya, dia berangkat ke kantor.Dari balkon kamar tersebut, terlihat jelas apa yang adiknya lakukan. Seharusnya Surya tidak perlu ke balkon, seharusnya tahu saja jika Hanan sudah berangkat ke kantor. Dengan begitu dia tidak perlu melihat adegan yang membuat dia sakit hati dan kembali mengingat yang dia anggap mimpi buruk.
Zahwa, dia melakoni perannya sebagai istri. Mengantar Hanan sampai teras rumah. Mencium punggung tangan suaminya, tersenyum manis mengantar kepergian suaminya. Lalu tetap berdiri hingga mobil suamimya hilang dari pandangannya.
Semestinya Surya lah yang di perlukan seperti itu. Semestinya bukan Hanan yang mendapatkan senyum manis itu.
Lihatlah Zahwa masih mematung meskipun mobil suaminya hilang dari pandangannya. Seakan dia sedang merapal doa untuk keselamatan, kesejahteraan, dan keberhasilan untuk suaminya. Seakan dia sedang menahan rindu yang tiba-tiba hilang dari matanya. Surya mulai bertanya, sudahkah rasa yang pernah ia pasrahkan pada Zahwa sudah hilang tanpa sisa? Apakah selama ini, hanya dia saja yang menganggap bahwa hubungan mereka adalah suci tak ternoda?
Surya masih menatap Zahwa, wanita itu adalah satu-satunya cintanya. Satu-satunya harapan masa depannya. Tapi semua harapan telah musnah. Dia kalah sebelum benar memperjuangkan.
Tiba-tiba mata Zahwa melihat ke arah balkon tempat Surya berdiri. Kedua bertatapan tanpa sengaja. Zahwa terkejut akan pandangan yang tiba-tiba membuat hatinya berdetak tak karuan.
Bukan hanya karena sosoknya tapi juga penampilan Surya yang tak lazim untuk di pandang.Zahwa langsung saja melipir ke dalam. Saat itu juga Surya segera masuk dalam kamar. Mengambil pakaian, bersiap diri untuk keluar kamar.
Waktu yang tepat untuk mencari tahu kebenaran. Berbicara pada Zahwa dan menyelesaikan semua.
Baru saja Surya selesai berdandan, pintu kamarnya di ketuk seseorang. Senyum mengembang, sebab dia pikir itu adalah Zahwa yang sedang menunggunya.
Tapi ternyata, Bik Asih yang ada di depan."Mas Surya, sarapan sudah siap," kata Bik Asih.
"Iya, Bik sebentar lagi aku ke bawah. Apakah Zahwa juga ada di ruang makan?" tanya Surya penuh selidik.
"Mbak Zahwa ada. Baru saja mengantar Mas Hanan berangkat kerja," jawab Bik Asih
Surya lega. Dengan begitu dia akan bisa leluasa berbicara dengan Zahwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikahi Calon Ipar
RomanceMenikah secara mendadak bukanlah keinginan setiap orang. Tapi Zahwa dan Hanan harus mengalami itu semua. Sebab pernikahan mereka adalah wasit terakhir kedua orang tua mereka. Tidak saling mengenal, bahkan pertama kali bertemu mereka diminta oleh me...