Bab 16: Rasa yang Tak Seharusnya Ada

9 2 0
                                    

*Tuhan memang melarang pacaran, tapi tidak dengan mencintai seseorang*

#Hanan Al FaruQ

"Kamu tidak membangunkan kakakku?" tanya Hanan.

"Ti_tidak, aku tidak akan berani," terlihat jelas kegugupan dari Zahwa.

"Kamu antar makan sana. Barang kali dia masih jet lag," pinta Hanan.

Zahwa langsung menggeleng.

"Tidak! Aku akan mengantarmu ke depan dulu," tolak Zahwa.

"He," Hanan tercengang untuk sekian kalinya.

Awalnya dia memang ingin menguji istrinya tersebut. Ternyata Zahwa cukup kuat dan terlihat setia. Tapi tetap saja Hanan masih belum yakin sepenuhnya.

"Ada apa sebenarnya? Kenapa kamu terlihat ketakutan?" tanya Hanan.

Pertanyaan itu semakin membuat Zahwa gugup. Dia sampai meremas-remas tangannya sendiri. Menggigit bibir bawahnya.

"Aku kira kamu akan menyukai kakakku," tambah Hanan.

"Tidak!" Bantah Zahwa tanpa jeda.
Hanan tersenyum puas. Senang sekali melihat Zahwa seperti itu. Dia seakan sedang memerankan istri setia dan Sholehah di depan suamimya.

Tanpa Hanan tahu, jika sebenarnya Zahwa sedang mati-matian melawan hatinya.

"Andai kamu tahu, Zahwa. Kamu tidak perlu melakukan hal itu. Itu tidak akan mengubah apapun. Tetapi saja kenyataan bahwa kamu adalah kekasih kakakku tidak akan berubah. Dan aku hanyalah penghalang saja," batin Hanan
Dia menuju pintu depan.

"Rasanya ingin aku katakan jika dia tidak perlu berpura-pura seperti itu. Tidak perlu juga membuatku percaya, sebab itu akan semakin membuat ku terluka dan sulit untuk memutuskan aku harus seperti apa," batin Hanan terus bergemuruh.

Ini adalah hari pertama dia, istrinya, dan juga kakaknya serumah. Namun rasa penggap dan keinginan lari dari kenyataan sudah terpampang nyata.

"Aku kerja dulu. Ingat jangan terlalu malam pulangnya nanti," pesan Hanan.
Dia mengingatkan kembali jika Zahwa boleh pergi asal tidak sampai larut malam.

"Aku akan kembali sebelum Mas pulang kerja," balas Zahwa.

Hanan mengangguk saja. Zahwa mengulurkan tangannya, Hanan menyambutnya. Dengan lembut Zahwa mencium punggung tangan suaminya tersebut.

"Assalamualaikum," salam Hanan.

"Waaikumsalam, hati-hati, Mas." Balas Zahwa.

Hanan masuk dalam mobil, menyalakan mesinnya lalu berlalu meninggalkan Zahwa.

Hah! Jika pasangan lainya mungkin akan menambah salam perpisahan dengan mencium kening istrinya, tapi Hanan hanya memberikan hak Zahwa untuk bersalaman saja.

Hanan tahu, pernikahan ini adalah bukan keinginan Zahwa. Dia sadar diri, jika bukan dia yang di inginkan oleh istrinya. Sebab itulah dia juga tidak ingin menambah masalah dengan memperlakukan Zahwa sebagai istri seutuhnya. Toh, pasti Zahwa tidak menginginkannya.

Mobil Hanan mulai menyusuri jalan ramai. Padatnya kendaraan membuat Hanan beberapa kali mengentikan laju mobilnya.

Di jam seperti ini pastilah banyak pengguna jalan raya. Para pelajar pun akan berangkat pada yang sama. Sebab itulah, pagi adalah jadwal kemacetan yang tak pernah absen.

Tepat di depan Hanan ada sepasang pelajar yang sedang berboncengan. Hal itu sedikit menggelitik Hanan. Membuat senyum di bibirnya.

Masih pelajar tapi sudah berani membawa anak gadis orang. Memang apa yang akan ia janjikan pada anak orang itu? Kebahagiaan? Atau masa depan yang suram? Banyak yang salah menerka sebab bagi Hana jatuh cinta atau membina cinta di saat usia remaja dan menjalani masa belajar itu akan membuang waktu saja. Menambah permasalahan dan juga pikiran.

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang