Apakah Kamu Bahagia?

16 3 0
                                    

Zahwa masih menimang-nimang kotak biru ini. Tangannya bergetar, saat ingin membukakannya. Lagi-lagi dia hanya bisa memegangnya dengan erat. Keringat dingin mulai ia rasakan di telapak tangannya.

"Kenapa, semua terasa kebetulan? Baru saja kemarin dia memimpikan kota biru, dan saat ini aku memegang kotak yang sama persis," batinnya.

Beberapa saat yang lalu Bik Asih datang dengan membawa kotak ini. Dia mengatakan saat membersihkan kamar kakak iparnya kemarin, dia menemukan kotak ini tergeletak di samping laci, tepat di bawah tempat tidur.

Begitu terkejutnya Zahwa saat itu, dia menerima kotak itu dengan tangan bergetar.

Kamar yang membuatnya nyaman tiba-tiba terasa sesak, padahal pendingin ruangan menyala, angin dari balkon pun tidak terhalang apapun. Lalu kenapa, hatinya terasa sesak?

"Kau masih di sini?" tanya Hanan.

Zahwa tidak tahu sejak kapan dia ada di ambang pintu kamar. Menatapnya tajam.
Refleks Zahwa letakkan kotak biru itu di ranjang, dan langsung menghampiri dirinya. Sekilas dia melihat jam dinding kamar. Sudah jam delapan, saatnya suaminya itu berangkat kerja.

"Kotak itu, tadinya ada di kamarku dan beberapa hari yang lalu aku kembalikan ke sini," Kata Hanan.

Mata Hanan terpaut pada kotak yang tadi di pangku oleh Zahwa. Lalu, menatap istrinya, tanpa Zahwa tahu artinya. Zahwa belum membahas apapun soal kotak itu, tapi Hanan langsung menjelaskan asal usul kotak tersebut.

"Kotak apa ini, Mas? Maksudku, kenapa ada di sini?" tanya Zahwa.

"Aku tidak tahu. Aku hanya di titipi kotak itu, sebelum kakakku pergi," jawab Hanan.

Deg.

"Apa itu artinya, kotak ini milik kakaknya? Sebenarnya, kakak iparku siapa?" Batinnya Zahwa semakin bergejolak.

"Mas pernah membuka kotak ini? Apa mas tahu apa isinya?" tanya Zahwa hati-hati.

Beberapa detik Hanan hanya diam menatap. Tidak tahu, apa yang di pikirkan. Menyandarkan tubuhnya pada tembok kamar, dan bersendekap dada.

"Kenapa? Rasanya kau peduli sekali dengan isi kotak itu. Kau juga sangat tertarik dengan kamar kakakku. Kau sangat penasaran, dengan kakakku, ya?" Bukannya menjawab pertanyaan Zahwa, Hanan malah menjejalinya dengan banyak pertanyaan.

"Tidak, bukan begitu maksudku," sela Zahwa, namun kemudian dia terdiam lagi, tak bisa berkutik dan bimbang harus menjelaskan bagaimana dan menjawab apa..

"Sudahlah, membuang waktuku saja. Aku akan pergi ke kantor. Kau tetap di sini, atau ikut aku kebawah?!!" Geram Hanan.

Tanpa menunggu jawaban Zahwa, Hanan berbalik badan. Meninggalkan Zahwa yang baru saja ingin beranjak.

Tanpa menunggu lama, Zahwa mengejar langkah suaminya. Dia tidak ingin, Hanan salah faham.

"Aku akan mencari sendiri soal kotak itu nanti, sekarang lebih baik mengantar suamiku terlebih dahulu," ujar Zahwa pelan. Tentunya, agar Hanan tidak mendengarnya.

Sesampainya di teras Zahwa mengulurkan tangannya, untuk mencium punggung tangan Hanan. Dengan kasar, Hanan menerima uluran tangan Zahwa. Tidak ada kata sayang, ataupun selamat jalan. Dia masuk ke dalam mobil dan langsung menjalankan mesinnya dan pergi begitu saja.

"Ada apa dengannya? Apa aku punya salah dengannya hari ini?" tanya Zahwa pada dirinya sendiri.

Zahwa menghela nafas dalam. Sebenarnya seperti apa pernikahannya saat ini. Terkadang dia merasa nyaman, walau baru saja mengenal dan menjalaninya. Terkadang, juga tertekan saat tiba-tiba wajah suaminya merah padam tanpa dia tahu sebabnya.

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang