Bab 18: Kekasih yang Menjadi Adik Ipar.

12 2 0
                                    


#Surya Abimanyu.

Gadis dengan senyum menawan pun dengan tanpa sungkan membuat Surya tersenyum kepadanya. Hati yang tadinya membara seakan tersiram air surga. Tak lagi terasa, kehilangan hawa panasnya.
Gadis itu terlihat polos, mengemaskan. Wajah ayunya membuat Surya terpana, apalagi lentik matanya. Sungguh mempesona.

Baru kali ini ada seorang gadis tanpa rasa takut, ceplas-ceplos tanpa mempertimbangkan bagaimana reaksi laki-laki yang dia ajak bicara. Apalagi saat itu Surya sebagai kakak angkat yang bisa saja melakukan apapun kepadanya. Terlebih gadis itu tahu betul, jika surya bersikap kurang baik pada orang tua yang baru saja dia temui.

"Mungkin bapak tua itu pernah membuat kesalahan padamu, tapi jika sikap kamu seperti tadi, apa bedanya kamu dengan dirinya?" ujar gadis tersebut.

Gadis itu menjajakan banyak petuah dan saran untuk Surya. Bagaimana di harus bersikap, bagaimana dia harus bertindak dan hal-hal lainya. Tanpa gadis itu sadar jika sejak tadi Surya senang menatapnya.
Sebab gadis itu berceloteh persis burung gereja. Tanpa jeda apalagi koma.

"Kenapa kamu diam? Apa kamu akan mengalahkan aku dengan perkataanku itu?" tanya gadis itu setelah menyadari jika lawan bicaranya hanya dia saja.

"Tidak. Aku tidak menyalahkan mu, kamu tidak salah. Bukankah sejak tadi aku yang salah, ya?" ujar Surya mengingatkan apa yang sedang dia lakukan.

Dia terdiam. Menggigit bibir bawahnya. Baru tersadar jika saat ini dia sedang berbicara dengan orang yang baru ia kenal.

"Tidak apa-apa. Oh iya, namamu siapa?" tanya Surya

Gadis itu tidak langsung menjawab. Beberapa detik kemudian, seseorang berteriak menyebut namanya.

"Zahwa!!!" Seorang mahasiswi lainya berseru ke arah gadis tersebut.

"Namamu, Zahwa?" tanya Surya.

"Iya," jawab Zahwa sambil mengangguk.

"Terimakasih sudah mengingatkan," kata Surya dengan senyum menawan. Membuat Zahwa terpaku sebentar.

"Zahwa! Ayo cepat! Nanti kamu akan ketinggalan!" Seruan itu datang lagi dari temannya.

Sebuah bus pariwisata kampus sedang menunggunya.

"Maaf, ya... Aku harus pergi!" Ucap Zahwa terburu-buru.

"Hai!" Seru Surya. Sukses membuat langkah kaki Zahwa terhenti. Menoleh lagi pada orang yang baru dia ajak bicara.

"Lain kali, jangan menguping pembicaraan orang. Tidak baik," ujar Surya dengan mengedipkan mata pun dengan senyum yang lebih menawan.
Zahwa ingin melawan. Namun kendaraan yang dia tumpangi sudah mau jalan, teman-teman pun sudah menarik dia masuk kedalam. 

لو أن الحب كلمات تكتب, لانتهت أقلامي ,لكن الحب ,أرواح توهب

"Kalaulah cinta itu kata yang harus ditulis, niscaya penaku sudah habis. Tapi untunglah cinta itu adalah udara yang terus berhembus."

Langkah kaki Surya begitu ringannya. Kadang memang begitu, saat hati penuh kebahagiaan pastilah rasa sakit kelelahan tidak akan terasa.

Bayang-bayang kejutan yang akan di berikan kepada kekasihnya nanti menjadi penyemangatnya kali ini.

Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti. Sesaat setelah melihat sosok yang semestinya tidak ada di ruang tunggu bandara. Antara senang dan was-was, sebab takut jika ketahuan tidak memberikan kabar kedatangannya.

Senang, sebab jika itu adalah kejutan untuk dirinya yang kekasihnya rencanakan.

Dengan cepat Surya menghampiri kekasihnya itu, dengan senyum mengembang penuh kerinduan.

"Zahwa, kau di sini?!" Seru Surya.

Zahwa yang tadinya sedang bermain ponsel. Terkejut dengan kedatangannya. Matanya melebar sempurna, wajah terkejutnya tidak bisa di bohongi.

Zahwa reflek berdiri. Menyamai posisi Surya yang saat ini berdiri di depannya.

"Mas Surya?" Panggilan itu dari tempat lain. Namun mata Surya dan Zahwa langsung refleks mencari sumber suara tersebut.

Hanan menghampiri mereka. Dia datang dengan dua cup kopi di tangannya. Bukan itu yang menjadi perhatian Surya, namun sikap Zahwa yang tiba-tiba melipir menjauh dan pergi ke belakang tubuh Hananlah yang membuat dia tercengang.

Zahwa seakan takut akan kehadiran Surya. Dia menghindar seakan tidak kenal dan bahkan orang asing. Mata Surya nanar melihat hal itu terjadi di depannya. Dia malai bertanya-tanya. Ada apa?

"Sudah lama?" tanya Hanan.

"Lumayan," jawab Surya. Padahal dia baru saja datang.

Tanpa menunggu lama Hanan langsung mengajak mereka pulang. Mata Surya terus mengekor pada sosok Zahwa. Dia sakit di acuhkan oleh kekasihnya itu. Apalagi saat itu, sekali saja Zahwa sama sekali tidak menatap.

Sama halnya yang di rasakan Zahwa maupun Hanan. Perjalanan pulang mereka bertemakan sepi. Hanan yang biasanya memiliki banyak tanya, tiba-tiba diam seribu bahasa.
Yang lebih mengherankan adalah Zahwa ikut pulang bersama mereka. Surya semakin menduga-duga, namun dia masih diam dan menyimpan semuanya.
Sesampainya di rumah. Surya langsung menghadang jalan Zahwa. Surya semakin heran saat Zahwa seperti sudah terbiasa ada di rumahnya. Apalagi saat langkahnya menuju lantai dua.

Ingatan tentang perkataan Hanan jika dia sudah menikah membuat Surya semakin tidak bisa berpikir positif. Sejak tadi, wanita lain di rumah ini hanya ada Zahwa. Jika memang Hanan sudah menikah, seharusnya istrinya lah yang menyambut kedatangan mereka bukan Zahwa.

"Zahwa?!" Surya mencegah langkah Zahwa menaiki tangga. Memegang pergelangan tangannya.

Zahwa berhenti, namun dia sama sekali tidak berbalik. Surya ingin Zahwa mendekat. Agar mereka bisa leluasa berbicara.

"Mas Surya bisa langsung istirahat di kamar. Maaf tidak bisa menyambut dengan hangat," kata Zahwa.

Seketika Surya mengeluarkan unek-uneknya. Ingin mengetahui segalanya. Apa yang sebenarnya terjadi selama dia tidak ada di Indonesia.

Namun dengan tegas, tanpa menunda, Zahwa mengatakan sesuatu yang membuat Surya patah seketika.

"Aku istrinya Mas Hanan, Mas. Aku adik iparmu," kata Zahwa.

Pegangan tangannya terlepas, tubuhnya lemas. Setelah itu Zahwa langsung berlari kecil ke arah kamar Hanan. Tanpa ingin menoleh melihat keadaan Surya yang saat itu kelimpungan.

"Mohon maaf, Mas. Makan malam sudah siap," ucap Bik Asih.

Remang-remang Surya seperti mengenal asisten rumah tangganya itu.

"Bik Asih, ya?" tanya Surya.

Meskipun sedang tidak karuan dengan hatinya saat itu. Dia tidak boleh memperlihatkan pada orang lain, terlebih pada orang yang juga satu atap dengannya.

"Iya, Mas. Maaf, Lo saya belum tahu nama, Mas. Mas kakaknya Mas Hanan, ya?"

Surya mengangguk, "Namaku Surya," jawab Surya.

"Oalah ... Iya Mas. Selamat datang, maaf jika penyambutannya kurang berkenan," ungkap Bik Asih.

Dia tidak tahu menahu apa yang terjadi saat itu. Dia juga tidak tahu, jika ketiga majikannya terlibat cinta segitiga.

"Tidak apa-apa, Bik," masih dengan keadaan lingling dan belum mempercayai yang barusan terjadi, Surya menaiki tangga yang sama yang tadi Zahwa lalui.

Dia mendekat pada kamar yang dimasuki oleh Zahwa. Dadanya berdegup kencang. Tiba-tiba atmosfer di sekitarnya hilang, membuat dia kesusahan untuk bernafas.

Dia ingin memastikan, apakah ini nyata? Tangannya sudah cukup dekat dengan pintu kamar adik laki-lakinya itu. Dia sudah akan mengetuk, namun dia urungkan saat dia mendengar percakapan dua orang di dalam.

Percakapan antara pasangan yang saling memberikan perhatian.

Sungguh malang, saat kembali tidak lagi bisa bertemu dengan orang tuanya dan lagi harus menerima kenyataan, jika kekasihnya sudah menikah, itupun dengan adik kandungnya sendiri.

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang