Bab 11: Kawat Pengikat.

8 3 0
                                    

Mobil melaju dengan cepat. Menelusuri jalanan malam yang sembab. Mereka masih berteman sepi, tidak ada yang saling menyapa, apalagi berbicara. Zahwa dengan pemandangan malam di luar jendela mobil, Hanan dengan kemudi bersama mata yang tidak beralih dari jalan di depannya.

Kejadian tadi sore sempat membuat Zahwa malu, namun lebih ke arah semakin ragu, dan canggung untuk menjamu. Namun, itu tidaklah mungkin. Mereka sudah terikat kawat pengikat, bahkan berlari sejauh apapun mereka akan mengingat.

Zahwa baru mengetahui, kemana arah mobil mereka setelah melewati jalanan yang biasa dia lewati. Jalan Pegangsaan, pusat perbelanjaan emas dan perhiasan yang cukup terkenal.

Gedung yang nyaman dan bersih, terdiri dari sembilan lantai. Banyak juga Foodcourt yang menyediakan jenis makanan untuk di nikmati.

Hanan masih belum mengeluarkan suara. Zahwa hanya bisa menerka-nerka apa yang sedang dipikiran suaminya.

Mungkin dia ingin bertemu dengan temannya di salah satu Foodcourt, atau mungkin ada sesuatu yang harus di beli. Lagipula, ini lebih seperti Mall daripada toko emas. Entahlah, karena tidak mungkin juga Hanan kesini untuk membelikan Zahwa sebuah perhiasan.

"No, No, No!" Ujar Zahwa dalam hati. Dia sampai tidak sadar jika kepalanya geleng-geleng, mengikuti alur hatinya.
Hanan sudah berjalan mendahului Zahwa. Sedang dia mengekor di belakang suaminya itu. Dia bisa menikmati pemandangan luar biasa di dalam pusat perbelanjaan ini. Matanya sampai silau melihat banyaknya perhiasan, mulutmya tanpa sadar mengucapkan 'Wow' sangking takjubnya melihat beberapa perhiasan yang membuatnya  menggoyangkan iman. Andai jika tidak bersama suamimya yang_kurang peka ini. Pasti dia akan menyambar beberapa perhiasan untuk dia pilih dan akan dia bawa pulang.

Duukk

Zahwa menabrak sesuatu. Menhusap-usap keningnya seraya melihat apa yang baru saja dia tabrak. Dan ternyata, punggung Hanan yang tegap tidak bergerak. Kepalanya sedang menoleh ke kanan kemudian ke kiri. Mungkin dia mencari arah yang akan dia tuju.

"Kenapa berhenti mendadak, sih?" grutu Zahwa

Hanan tidak langsung menjawab, masih fokus menerka jalan yang akan di pilih. Lalu menoleh ke belakang, menundukkan kepalanya karena Zawha berada tepat belakangnya.

"Kau sudah pernah ke sini?" tanya Hanan.

Zahwa mengangguk cepat. Bahkan semua orang pasti sudah pernah ke sini. Ini adalah pusat perbelanjaan yang cukup terkenal dan komplit. Satu lantai untuk pasar tradisional, tiga lantai untuk toko-toko emas dan perhiasan permata, satu lantai untuk toko-toko produk fashion dan aksesori, dua lantai untuk toko-toko keranjang hantaran dan parsel, satu lantai untuk food court, dan sisanya untuk ruang IT, pengelola, dan lahan parkir.

Apakah Zaha di anggapnya kudet(kurang update) olehnya dengan mempertanyakan hal itu?

"Lalu, mana toko perhiasan langganan mu?" tanyanya.

Zahwa masih tidak menjawab, mencerna pertanyaan yang baru saja suaminya lontarkan tadi. Apakah, dia mau membelikan Zahwa sebuah perhiasan? Tanpa Zahwa sadari senyum mengembang dari bibirnya. Tidak menyangka jika suaminya bisa seromantis itu.

"Hai, aku sedang bertanya, kenapa malah senyum-senyum gak jelas," gertak Hanan membuyarkan lamunan Zahwa.

Baru saja dia memuji suaminya itu, tapi lagi-lagi dia patahkan dengan sikap kasarnya. Meruntuhkan angan Zahwa yang baru saja dia bangun. Meyakinkan bahwa Hanan membawamya kesini bukan untuk dirinya, tapi kerena alasan lainnya.

"Dari belokan depan ke kiri," jawab Zahwa datar.

Tanpa berkata Zahwa langsung mendahului jalannya. Menuju ke toko perhiasan langganannya. Hanan di belakang, mengikuti ke mana langkah kakinya berpijak.

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang