Bab 17: Pertemuan Pertama.

12 2 0
                                    

#Falsback pertemuan pertama Zahwa dan Surya#

*Rindu itu bukan tentang jarak, namun ada kalanya dia sudah ada di dalam benak.#

#Surya Abimanyu

"Ini semua milikmu!"

Paman Nugraha, paman dari ayahnya sedang memperlihatkan perkebunannya kepada Surya.

Lahan itu berisikan tanaman pagi yang sudah mulai menguning. Tandanya sebentar lagi musim panen. Kicauan burung terdengar riang, sebab sebagian pada sudah mulai matang.

Ini pertama kalinya, setelah sekian lama Surya bertemu dengan paman Nugraha dan keluarganya.

Paman Nugraha sudah cukup umur. Rambutnya mulai terlihat putih semua. Terlebih kulit yang mulai keriput semua. Namun hal itu tidak mengubah pemikiran Surya pada sosok pamannya tersebut.

"Untuk apa? Untuk aku rawat, kan anda menikmati hasilnya! Maaf tuan, saya sudah tidak sebodoh dulu!" Jawab Surya ketus.

Sejak pertemuan mereka, Surya masih tidak menurunkan nada bicaranya. Bahkan untuk memanggil dia paman saja rasanya Surya tidak mau. Kejadian di masa lalu membuat dia trauma hingga sekarang. Perlakuan pamannya hingga saat ini masih membekas tak karuan.

"Tidak! Untuk apa aku berpikir begitu. Aku sudah tua, aku tidak mungkin lagi bekerja."

Surya tersenyum ilfil. Dia seakan sudah menebak apa yang di pikirkan pamannya tersebut.

"Anda tidak berubah tuan. Maaf saya kesini hanya ingin bermain bukan bekerja. Jika anda pikir semua orang bisa anda kendalikan, anda salah besar!"

Surya tidak memberikan kesempatan pamannya untuk menang. Dia sudah tidak mau jika harus terjerumus dengan sandiwara yang pamannya lakukan.

Dulu saat keluarga Surya dan Hanan belum sesukses sekarang. Keluarga pamannya lah satu-satunya keluarga.
Semua menganggap bahwa keluarga pamannya itu adalah orang baik, tidak ada satu pun celah keburukan di dalam keluarganya. Namun nyatanya, mereka hanya sandiwara.

Saat itu ayah Surya dan Hanan hanyalah seorang tukang bangunan. Sedang ibu pekerjaan serabutan. Ibu Surya lebih sering membantu di ladang pamannya. Jika tidak maka dia akan membantu di rumah paman tersebut.

Saat itu umur Surya masih terbilang muda. Dia masih berumur lima belas tahun, masih menjalani sekolah menengah ke atas. Sedangkan Hanan masih sekolah dasar.

Surya pikir semua berjalan wajar. Dia pikir ayah dan ibunya baik-baik saja. Hingga suatu hari, saat Surya sedang mencari ibunya di rumah paman Nugraha dia mendapat kenyataan. Jika ibunya tidaklah mendapatkan perlakuan yang baik di sana.

Surya mendengar, melihat dengan mata kepalanya sendiri saat ibunya meminta pesangon pada pamannya. Dengan keringat yang masih mengucur di pelipisnya belum juga di bagian dadanya ibu ku meminta haknya.

Tapi dengan entengnya, paman yang mengatakan bahwa dirinya adalah pahlawan keluarga kita berkata,
"Seratus lima puluh ribu, cukup kan?"
Dia mengeluarkan uang itu dalam sakunya. Menyerahkan pada ibunya.

"Gaji untuk satu minggu, ya," lanjutkan.
Surya yang mendengar hal itu langsung naik pitam. Bagaimana bisa pamannya melakukan hal itu.

Ibunya dari pagi hingga siang mengerjakan semua pekerjaan rumahnya. Kadang kala dia juga di minta bekerja meski sudah malam. Tapi hak yang di berikan tak sebanding dengan kewajibannya.

Surya protes. Dia marah. Dia ingin memukul pamannya. Tapi sayang, ibunya mencegahnya. Menahannya dan mengatakan bahwa dia tidak apa-apa dengan itu semua.

Surya kecewa, Surya sakit melihat hal itu terjadi pada ibunya. Apalagi mengingat jika selama ini ibunya tidak sekali pun mengeluh hal tersebut.

Upah yang di berikan bahkan tidak ada setengah yang seharusnya.
Lebih sakitnya lagi saat ibunya masih saja memberikan belas kasihan. Dia mengatakan jika mereka adalah saudara. Tidak seharusnya perkara seperti itu di permasalahkan.

Surya masih tidak terima. Dia tidak tega. Hal itulah yang sampai detik ini membuat dia hilang rasa pada pamannya.

Bagi Surya, siapapun yang menyakiti ibunya maka tidak akan ada ampun untuk dirinya.

"Kenapa ibu mau-maunya di bayar dengan murah! Bahkan dalam seminggu seorang asisten rumah tangga setidaknya mendapatkan upah enam ratus ribu bahkan lebih! Tapi ibu setengahnya, seperempatnya saja tidak ada!"
Surya meluapkan hal itu setelah ibunya mengajaknya pulang.

"Tidak apa-apa, Surya. Toh, mereka adalah saudara. Kita juga butuh uang untuk biaya sekolah kamu dan Hanan. Jika mengandalkan gaji ayahmu, itu tidak akan cukup. Kasihan jika ayah mu bekerja terlalu keras," jawab Ibu Surya saat itu.

Surya diam. Dia tidak lagi melawan. Meskipun batinnya memberontak tak karuan. Setelah saat itulah, dia berjanji jika dia akan menjadi pria yang sukses. Menampar orang-orang yang saat itu melukai keluarganya dengan prestasi dan jerih payahnya. Membungkam mereka dengan keberhasilan.

Rasa sakit, kebencian berkobar untuk pertama kalinya. Namun Surya masih bisa menahannya. Dia pendam dan dia simpan dalam. Hingga suatu hari api kobaran itu akan membakar semua orang yang menyebabkan luka di dalam dirinya.

Dan saat itu adalah waktunya. Di mana semua berbanding terbalik dari kondisinya dulu.

Kesuksesan keluarganya saat ini berkat tekat dari Ayahnya yang ingin mengubah nasib keluarga kecilnya. Ayah Surya mendapatkan tawaran bekerja di ibu kota. Dengan bekal seadanya keluarga mereka merantau ke ibu kota. Di mana keberuntungan mereka ada.

Ayah mulai merintis karir, sedang ibu fokus sebagai ibu rumah tangga. Kehidupan mulai membaik setelah bisnis ayah mulai terlihat hasilnya. Surya dan Hanan pun berhasil menjadi siswa dengan nilai di atas rata-rata. Sebab dia mendapatkan perhatian penuh oleh ibu mereka.

Mereka mulai bisa membeli apapun yang mereka inginkan. Membangun rumah yang sekarang mereka tempati.
"Aku tahu, aku pernah menyakiti kamu dan keluargamu dulu. Tapi aku sudah berubah, aku sudah tidak sanggup. Jadi, tolonglah...terima ini semua," paman Nugraha semakin mengiba. Namun hal itu tidak bisa mengubah pendirian Surya.

"Sekali lagi, saya mohon maaf. Saya tidak bisa menerima. Anda mengatakan jika anda sudah berubah. Tapi yang anda lakukan sekarang masih sama saja! Anda memaksakan kehendak anda pada saya!" tolak Surya.

"Bukan begitu, aku hanya meyakinkan dirimu."

Ada guratan tak menyenangkan dari mimik paman Nurgaha. Dia mulai sadar jika keponakannya sudah berubah dalam mengakuinya.

"Aku pamanmu, kamu tidak perlu sungkan. Apa itu lagi, kamu memanggilku dengan sebutan tuan?!''

"Bukankah panggilan tersebut memang pantas untuk anda. Panggilan pembantu untuk tuanya. Lebih tepatnya untuk mantan tuannya!"

Surya sudah tidak lagi bisa menahan amarahnya. Pergi adalah jalan satu-satunya agar tidak menimbulkan hal buruk lainya.

Dia pergi begitu saja, meninggalkan pamannya yang masih tercengang dengan perubahan sikap keponakannya.
Rasa sakit penghinaan dan perlakuan curang yang di lakukan oleh pamannya masih sangat membekas di dalam hati dan benaknya.

Sesaat setelah menuruni jalan terjal menuju aspal, seseorang tiba-tiba menjajari langka Surya.

"Maaf kak, bukanya ingin ikut campur dengan masalahmu. Tapi aku melihat sikapmu dengan pak tua tadi kurang baik," kata gadis itu yang saat itu belum di kenal oleh Surya.

Surya sedikit terkejut dengan kedatangan gadis tersebut apalagi dengan caranya berkenalan. Dia langsung saja memberikan komentar tentang apa yang belum ia ketahui semuanya.

****

Menikahi Calon Ipar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang