01

5.1K 225 13
                                    

*

Bagaimana rasanya hidup dalam kebebasan, tanpa perlu mendapat tekanan dan kemarahan. Sudah biasa namun kenapa aku belum terbiasa ?

"phi, kenapa terdiam ?" che adik satu satunya yang ku miliki menyadarkanku dari lamunan

"ah tidak phi hanya memikirkan sesuatu hal" sembari tersenyum aku menatap nya

"ya sudah aku masuk duluan, phi jangan terlalu lama di luar angin malam tak baik untuk kesehatan phi"

"tentu che" jawabku seadanya

Memandang punggung nya melewati pintu kemudian aku menyalakan macis membakar dan menghisap batangan nikotin lantas menghembuskan asapnya ke langit

Ah bulan terlihat mengerti diriku

Aku bersyukur setidaknya masih mempunyai keluarga meski tak sepenuhnya begitu. Adik yang harus ku bimbing agar tak melewati kepayahan seperti ku.

Kedua orang tua ku masih hidup, mereka sibuk bekerja dan pulang pun hanya untuk memeriksa keadaan rumah atau sekedar melampiaskan kemarahan mereka pada ku .

Aku harap che tidak seperti ku, ia harus lebih bahagia dan melanjutkan pendidikan seperti mimpi nya dulu.

Namun, bisakah seseorang nanti membawa ku keluar dari situasi ini

Tidak. Pertanyaan nya siapa yang akan mampu memahami ku ?
Berharap pada orang lain seperti seni menyakiti diri sendiri

*



"Tuan mobil sudah siap"

Derap langkah sepatu pantofel memenuhi ruangan itu. menampakkan seorang pria dengan postur yang nyaris sempurna, tatapan mata mengintimidasi serta mengeluarkan aura kepemimpinan yang kuat

Tuan kinn theerapanyakul

Tanpa sepatah kata pun dia memasuki mobil dengan penuh arogansi, namun di balik tatapan mata nya tersirat keinginan yang besar.

"ke tempat biasa" perintah mutlak

"baik tuan"

menatap gedung tinggi yang dilewati sepanjang jalan, kinn terlihat penuh kharisma namun juga kosong di hati nya.

Seolah berharap suatu hari akan ada manusia yang membuat nya merasa bahwa ia harus bersyukur karna telah terlahir ke dunia.






*






"ANAK TIDAK BERGUNA PERCUMA AKU MELAHIRKANMU"

yang porsche lakukan hanyalah menunduk, tak berani menentang tatapan mata nya . Harusnya yang keluar juga kemarahan tapi lagi lagi air mata lebih dahulu dari pada itu.

Pagi ini, seperti pagi yang telah porsche lewati bertahun lama nya. Teriakan penuh cacian adalah alarm pembangun di hidup nya, tak jarang porsche menerima pukulan.

Porsche anak laki laki yang tumbuh dalam kesendiriannya. meski... dan meski masa kecil nya sedikit menumbuhkan harap bahwa kedua orang tua nya hanya lelah bekerja.

Orang tua nya yang hangat, penuh pengertian dan kasih sayang seperti menghilang begitu saja

"maaf ma, porsc akan berusaha lebih keras lagi"

𝐖𝐞 𝐀𝐫𝐞 ? || 𝐊𝐢𝐧𝐧𝐏𝐨𝐫𝐬𝐜𝐡𝐞 [𝐞𝐧𝐝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang