𖣔4. OSIS

928 94 8
                                    

Dengan satu tangannya, ia menangkap bola itu sebelum mengenai wajah Sarada.
"Tidak usah main, kalau tak tahu caranya," kata-kata menyakitkan keluar dari
mulutnya. Membius mereka yang menyaksikan adegan itu, untuk terdiam mematung.

Lidah sang pelempar bola kelu, ia kehilangan kata-kata untuk membalas ucapan merendahkan dari si penangkap bola. Matanya bergetar, terkejut melihat sosok yang jarang menunjukkan batang hidungnya.

Surai pirangnya terlihat mencolok dengan gaya rambut kuncir kuda, seragam sekolah
yang tidak tertata rapi turut menarik perhatian. Almamater dengan lambang OSIS sekolah tersampir di pundaknya, sedangkan mulutnya sibuk mengunyah permen karet. Netra itu menatap sinis si pelempar bola, tangannya ia turunkan seraya memantulkan bola berulang kali.

Suara teriakan serta langkah kaki bergema di lorong. Para murid berbondong-bondong datang ke tempat kejadian, ingin menyaksikan langsung adegan yang menurut mereka seru.

Siswa perempuan--para penggosip--sigap mengambil gambar dengan kamera ponsel mereka dan memasukkannya ke dalam website sekolah. Satu persatu ketikan komentar serta following dari para penggemarnya memenuhi notifikasi. Dalam hitungan detik website itu ramai akan komentar dari siswa yang tidak melihat langsung kejadiannya, mereka membicarakan sosok yang termasuk misterius di sekolah.

Para siswa lelaki terlihat menyoraki mereka yang menjadi perhatian para murid.
Sebagian lagi memilih berdiam diri menunggu adegan yang akan terjadi selanjutnya.

Netra hitamnya membola, perlahan bibirnya tertutup rapat. Ia menahan nafas menatap sosok lelaki yang menyelamatkan dirinya dari lemparan bola Basket.

Ia kembali menangkap bola tadi, kakinya meloncat-loncat bersiap melakukan kuda- kuda untuk melempar bola. Merasa sudah cukup dengan pemanasannya, tangannya terangkat dan melempar bola itu hingga melambung tinggi. Para penonton ikut melihat kemana arah tujuan bola itu, detik berikutnya bola itu jatuh memasuki ring membuatnya mendapatkan three point.

Si pelempar dan para penonton melihat itu dengan rasa terkejut dan kagum, jika lelaki itu ikut dalam klub basket, mungkin ia akan langsung mendapatkan posisi di tim inti.

Lelaki itu berbalik menghadap Sarada yang masih terpaku dengan lemparan bola itu. Tangannya terangkat melambai tepat didepan wajahnya. "Kau baik-baik saja?" Tanyanya seraya memiringkan kepala.

Sadar dari lamunannya, Sarada segera menatap sosok si penarik perhatian. Ia mengangguk kecil secara perlahan. "Ah, ya.. aku baik-baik saja."

Hembusan nafas terdengar begitu keras, kedua sudut bibir terangkat membentuk senyuman dengan lesung pipi diwajahnya. "Begitu, lain kali berhati-hatilah." Tangannya terangkat menepuk pelan puncak kepala Sarada.

Mereka yang menyaksikan adegan itu terpana, walaupun kebanyakan dari mereka hampir selalu melihat senyuman itu, tetap saja rasa begitu mendebarkan dan tidak baik untuk kesehatan jantung para siswi. Tanpa sadar, salah satu dari mereka mengambil gambarnya dengan tatapan mata yang tak fokus menatap ponsel alih-alih pada sosok aslinya.

Ia kembali ke posisi semula berbalik membelakangi Sarada. "Ah, hampir saja kelupaan... Namaku Inojin. Salam kenal, Sarada." Kemudian Inojin itu pergi dari sana membawa para penonton yang mengerumuni mereka tadi.

Sarada masih mencerna apa saja yang baru terjadi, merangkai ingatan beberapa waktu lalu yang baru saja ia lalui. Detik berikutnya ia memegang tepat dimana Inojin menyentuhnya, seketika tatapannya mengelap. "Aaa..." Kepalanya mendongak ke atas. "Sialan," umpatnya menghela nafas.

...

"Oh, ya. Di mana Inojin? Aku tidak melihatnya dari tadi." Sosok dengan gaya rambut yang diikat tinggi seperti nanas itu mengangkat lengan yang menutupi penglihatannya. Matanya menatap langsung ruangan dengan lebar yang cukup luas, di sana sangatlah bersih dengan barang-barang yang tertata rapi.

Ferocious (BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang