𖣔17. Hukuman

657 61 7
                                    

Sarada mengusap bibirnya dengan punggung tangan. Setelah sadar dari kegilaannya, Sarada mendorong Boruto dengan kuat tenaga agar ciuman mereka terlepas. Nafas keduanya tak beraturan. Dirinya benar-benar terlihat kacau dengan bekas jari-jari Boruto di rahangnya, bibirnya yang terluka, rambutnya yang tak lagi tertata rapi, dan tatapannya yang sayu menatap Boruto nyalang. Sepertinya ia ikut gila karena fakta sang Kakek dan ia lampiaskan dengan membalas ciuman Boruto tadi. 

Boruto tersenyum tipis. Di dalam pikirannya hanya bisa memikirkan betapa menggemaskannya gadisnya saat tak berdaya seperti ini. Netra birunya terlihat semakin gelap dan perasaannya untuk memiliki Sarada kian membesar. Boruto membasahi bibirnya sekaligus membersihkan sisa darah Sarada yang masih menempel di bibir. 

Melihat Sarada yang masih menormalkan nafasnya, Boruto kembali ke sofa dengan menarik tangan gadisnya untuk duduk bersamanya. Boruto menopang pipinya sambil terus memperhatikan gerak-gerik Sarada.

"Makan." Nada perintah keluar dari mulut Boruto.

Sarada melirik Boruto dengan tajam, jujur saja ia tak suka saat disuruh-suruh. Ia mengerti tanpa harus diperintah. "Aku tidak selera." Lain di mulut, lain juga di hati. Sejujurnya ia lapar, tapi gengsinya lebih tinggi dan memilih untuk menahannya.

"Oke." Boruto tak memaksa seperti sebelumnya, ia justru membawa nampan tersebut ke dapur dan tak lupa mengunci pintu agar gadisnya tak kabur.

Sarada menatap makanan yang dibawa pergi Boruto dengan sedih, curry rice yang berada di atas nampan tadi benar-benar menggugah selera. Untungnya ia bisa menahan semua godaan itu, sekarang bagaimana agar dirinya bisa makan setelah menolak makanan yang terhidang tadi. Ia sedikit menyesal.

Helaan nafas berat keluar dari mulutnya. Ia berdiri dan berjalan menuju kasur, menjatuhkan dirinya di sana. Mungkin dengan tidur dapat meredakan rasa laparnya. Sarada harap begitu. Ia pun menutup mata dan mulai memasuki alam mimpi.

Tiga jam berlalu dengan cepat. Sarada menatap jam dinding yang menunjukan pukul tujuh malam pun bergegas bangkit dari posisi tidurnya. Ia melihat sekeliling. Kosong, tak ada Boruto. Sarada berdecak kesal. Ia sungguh ingin pulang.

Sarada berjalan menuju pintu balkon. Langit gelap dihiasi dengan gemerlap bintang. Ia menggeser pintu tersebut dan melangkah ke pagar pembatas. Dari atas ia bisa melihat indahnya Konoha di malam hari dengan cahaya lampu setiap rumah. Perlahan Sarada menutup mata, menikmati setiap hembusan angin. Melupakan sebentar fakta bahwa ia sedang dikurung.

Pendengarannya menangkap suara kunci terbuka. Ia membuka mata, lalu menoleh ke belakang.

Boruto berdiri dengan baju yang basah akan keringat, lalu rambutnya terlihat berantakan seperti habis melakukan olahraga. Sayang sekali, harapan Sarada jika Boruto akan membawakan makanan untuknya tak terwujud. Setelah lelaki itu mengunci pintu, ia segera masuk ke kamar mandi dengan baju ganti di tangannya.
Mengabaikannya.

"Kenapa dia sangat betah membawa kunci itu kemanapun, sih?" gerutu Sarada, menatap punggung tegap Boruto yang perlahan menghilang di balik pintu dengan tajam.

Gadis berkacamata itu menghela nafas. Selagi Boruto berada di kamar mandi ia harus bisa menemukan pengganti kunci agar bisa membuka pintu kamar ini. Seingat Sarada saat ia menonton film dimana protagonis dikurung, lalu berhasil keluar dengan hanya menggunakan benda seperti jepitan tajam yang terbuat dari besi. Sarada kembali masuk ke kamar dan membuka laci yang berada di ruangan itu satu-persatu. Berharap menemukan benda yang ia cari.

Ferocious (BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang