𖣔 7. Menyusun Rencana

624 58 2
                                    


Sarada menatap Chocho dengan menuntut penjelasan, alasan kenapa Chocho meninggalkannya di kelas dan kenapa Boruto bisa membawanya. Sarada yakin Chocho tak mungkin meninggalkannya begitu saja tanpa ada hal yang mendesak, karena setiap Sarada tertidur sudah pasti Chocho akan membangunkannya.

"Kemarin Boruto memintaku untuk meninggalkanmu bersamanya, kau tau wajahnya sangat tampan hingga aku sulit menolak permintaanya itu. Aku sudah berpesan padanya agar menjagamu. Kau juga sulit dibangunkan, tahu! Jadi jangan menyalahkanku," jelas Chocho panjang-lebar.

Sarada menghela nafas. Pantas saja ia bisa berada di rumah Boruto, sudah pasti lelaki itu yang membawanya saat ia tertidur.

"Kenapa kau lemah sekali dengan wajah tampan? Bagaimana jika kau diculik dengan penjahat berwajah tampan?" Sarada merasa kelemahan Chocho sangatlah berbahaya. Dengan rayuan wajahnya saja Chocho mau disuruh apapun.

"Jawabannya sudah pasti aku akan menyerahkan diriku dengan sukarela. Kesempatan diculik oleh orang tampan itu sangat langka, sayang jika harus dilewatkan begitu saja." Pemikiran Chocho memang unik. Bagaimana bisa Sarada berteman dengan Chocho? Sarada lelah menghadapi sahabatnya itu.

"Ah, kau membuatku gila," racau Sarada seraya merebahkan kepalanya pada meja dan menghadap jendela. Otaknya terasa ingin pecah hanya karena memikirkan satu nama, yaitu Boruto. Ia bahkan belum memberitahu sang kakak perihal kemarin.

Beban hidupnya mendadak terasa berat dengan kehadiran Boruto, ia bisa gila jika lama-lama memikirkan lelaki itu.

"Kau kenapa? Boruto tidak menyakitimu, 'kan?" Tanya Chocho yang melihat wajah murung dan tak minat Sarada pada segala hal yang dilihatnya. Biasanya Sarada akan sangat antusias saat melihat ke arah jendela.

"Aku baik-baik saja."

Ya, dia baik-baik saja secara fisik, tapi tidak dengan pikirannya yang bercabang. Sarada merasa ia sudah cocok menjadi orang dewasa yang banyak pikiran karena pekerjaan dan cobaan hidup.

Chocho menangguk mengerti, ia tak ingin menanyakan lebih lanjut karena jika Sarada sudah bilang baik, maka semuanya memang baik, jadi ia tak perlu khawatir. Gadis itu kembali membuka bungkus keripik kentang dengan rasa barbeque, makan keripik di jam istirahat adalah hal yang sangat nikmat.

Saat ini Chocho dan Sarada berada di kelas, teman sekelas meraka sudah berhambur keluar menuju kantin. Setelah pelajaran fisika yang membakar otak di pagi hari mereka butuh asupan energi lebih banyak, termasuk Chocho yang tak terasa sudah menghabiskan tiga bungkus keripik kentang.

Tok.

Tok.

Tok.

Ketukan pada pintu kelas mengalihkan perhatian mereka berdua, menatap sang pelaku yang membawa sebuah tote bag berwarna hitam. Sarada memandang aneh pada sosok di depan sana, seorang lelaki dengan seragam lengkap dan kacamata kotaknya. Sedangkan Chocho yang menyadari bahwa lelaki itu termasuk anggota OSIS menahan diri agar tak menjerit, ia harus buat kesan yang baik.

Lelaki itu melangkah masuk mendekati meja yang di tempati mereka berdua. Tangannya menaruh tote bag tersebut di hadapan Sarada yang mengernyit bingung.

"Kata Boruto, nasi gorengnya harus habis. Setelah jam pulang ia akan menjemputmu dan memeriksa tempat bekalnya, jika tidak habis kau sudah tau apa yang akan dilakukannya," ujarnya sambil memperbaiki kacamata yang menurun.

Sarada hanya memandang tote bag itu dengan datar. Kenapa Boruto repot-repot membawakannya bekal? Apa dia mau mencoba menjadi calon tunangan yang baik?

Nerta hitam Sarada melirik Chocho yang sedari tadi hanya terfokus memandang wajah lelaki itu. Mungkin Sarada bisa menyuruh Chocho untuk menghabiskannya dan ia tak perlu repot untuk memakan bekal yang jelas dibaliknya pasti mempunyai tujuan lain.

Ferocious (BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang