𖣔Bab 26. Bahaya

915 70 15
                                    

Dingin.

Udara terasa sangat dingin. Sarada yang berada di balik selimut pun masih merasakan. Ia menggigil pelan, rasa sakit menyerang kepalanya saat Sarada berusaha membuka mata. Rasanya ia baru saja mengalami hal yang besar hingga membuat tubuhnya seperti ini.

Meskipun sakit, Sarada memaksa untuk membuka matanya. Ia mengerjap perlahan, hal yang pertama ia lihat adalah sosok Boruto yang duduk di sampingnya dengan tangan terulur mengusap rambutnya. Dan saat tangan itu menyentuhnya, Sarada merasa hangat.

Samar-samar Sarada mendengar suara Boruto yang berbicara padanya. Sarada berusaha untuk sadar sepenuhnya.

"Kau demam, sebaiknya kau istirahat dan tidak pergi ke sekolah," kata Boruto, menatap Sarada yang berusaha membuka matanya dengan intens.

"B-Boruto.. kemana.. kau?" Dengan susah payah Sarada mengucapkan tiga kata, tenggorokannya terasa sangat kering.

"Aku akan pergi ke sekolah, jika kau butuh sesuatu ada Hima yang akan membantumu," jelas Boruto sambil mengusap pipi Sarada yang terasa panas.

"Aku... juga akan berangkat." Sarada berucap seraya bangkit dari posisinya.

Boruto menatap tajam Sarada, lantas menghela nafas. Kemudian ia menuntun Sarada untuk bersandar pada kepala ranjang.  "Tidak, kau sakit. Akan lebih baik kau istirahat," kata Boruto mengambil gelas berisi air hangat dan membantu Sarada untuk meminumnya.

"Tapi--"

"Hukumanmu masih berlaku."

Sarada terdiam lantas menghela nafas. Ia menyerah, tak ada gunanya melawan dengan kondisi tubuhnya saat ini. Sarada mengangguk sebagai jawaban, dan mendapat sebuah usapan pada pucuk kepalanya.

"Nice, akan kupanggil Hima untuk membantumu. Aku harus segera berangkat," kata Boruto bangkit dan berjalan menuju pintu.

Sedangkan Sarada menatap ke arah tangannya yang masih terborgol. Meskipun ia sakit, Boruto tetap tak melepaskannya. Lelaki itu benar-benar waspada, padahal walau Sarada sangat ingin pergi, ia tetap tak bisa karena kepalanya sakit dan tubuhnya sangat lemas.

Memikirkan tentang Boruto, masih banyak hal yang belum Sarada ketahui. Lelaki itu terlalu tertutup, bahkan saat ia berusaha mencari lebih dalam selalu saja gagal. Lalu perasaan familiar saat berdekatan dengan Boruto, Sarada tak yakin, tapi ia merasa dulu mereka pernah bertemu dan ia tak ingat.

Dan lagi bagaimana lelaki itu tau banyak tentangnya. Kisah masa kecilnya yang hanya diketahui dirinya pun Boruto tau. Boruto bahkan mengatakan kalau kakeknya menjual dirinya pada lelaki itu. Sampai saat ini ia belum punya kesempatan untuk bertemu dengan kakeknya yang selalu menghindar saat ia ingin bertanya tentang kebenarannya.

Kepalanya sakit. Sarada harus berhenti untuk memikirkan misteri ini, ia harus fokus pada kondisi tubuhnya dulu setelah itu ia berjanji akan segera mencari kebenaran di balik pertunangannya dengan Boruto.

"Permisi, Himawari masuk ya.."

Sarada menoleh ke arah pintu, Himawari datang dengan nampan yang berisi semangkuk bubur. Senyum lebar terhias di bibirnya. Gadis itu melangkah maju dan duduk di sisi ranjang lantas menaruh nampan di meja nakas.

"Bagaimana perasaan Kakak? Sudah lebih baik?" 

"Hmm.. kepalaku masih sakit, tapi tak apa." Sarada tersenyum melihat perhatian yang diberikan oleh Himawari yang kini mulai menyuapinya.

"Kalau begitu kakak habiskan dahulu bubur ini, setelahnya Kakak harus minum obat,"  ucap Himawari dengan tegas. Sarada hanya bisa mengangguk sebagai jawaban.

Ferocious (BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang