𖣔19. Jalan-jalan

592 53 9
                                    

Tidak ada manusia sempurna di dunia ini, bahkan sosok yang paling pintar sekalipun pasti memiliki kekurangan. Sama seperti dirinya yang pelupa, persyaratan yang di berikan Boruto padanya pun secepat itu ia lupakan. Ini bukan salahnya, 'kan? Batin Sarada memberi pembelaan.

"Mau memberi pembelaan?" tanya Boruto dengan suara lembut. Namun, terkesan menusuk.

Gadis itu menegakkan tubuhnya. Tangannya menyingkirkan lengan Boruto dari perutnya. "Aku lupa ... maaf," kata Sarada melirik Boruto yang masih setia menatapnya.

Boruto memutar kursi Sarada hingga berhadapan dengannya. Tangannya menyentuh sandaran kursi—mengurung Sarada. 

"Apa persyaratan yang kubuat itu ... tak penting untukmu? Dengan mudah kau lupakan, ini bahkan belum sehari." Netra biru lautnya menggelap dengan tatapannya yang kian tajam.

Sejujurnya itu memang tak penting, karena akan sangat repot jika ia harus mengabari lelaki itu terlebih dulu, pikir Sarada seraya berusaha menjaga raut wajahnya agar tak mudah dibaca oleh Boruto. "Aku hanya ingin mencari angin segar, setelah di kurung selama 24 jam." Netra hitamnya menatap Boruto dengan tajam. 

"Aku memaafkanmu, jika kau mengulanginya ... kupastikan kau akan membenci hukumannya, Sarada sayang."

"Lagipula aku tak punya nomormu ..."

Boruto mengambil ponsel Sarada yang ada di tangan gadis itu. Sambungan telepon yang masih aktif pun terputus. Jari-jari kokohnya bergerak lincah di layar ponsel. Setelah beberapa saat Boruto mengangkat ponsel itu setara dengan kepalanya lantas berbicara, "Kau sudah memilikinya, mulai sekarang kau harus mengabariku." Boruto menyimpan ponsel tadi di saku celananya dan menarik tangan Sarada keluar dari ruangan tersebut.

Sarada yang diseret pun tak sempat untuk memanggil Chocho yang terlihat asik di panggung—bernyanyi bersama Haruto. Sekarang dirinya hanya pasrah saat Boruto membawanya masuk ke dalam mobilnya. Lelaki itu menyalakan mesin dan mulai menjalankan mobil. 

"Dari mana kau mendapatkan nomorku? Waktu pertemuan keluarga itu juga, bagaimana kau bisa mengirim pesan? Kita bahkan baru bertemu." Sarada menatap Boruto yang kini fokus menyetir.

Boruto melirik Sarada sekilas. "Itu tidak penting." 

Netra sehitam jelaga itu menatap sosok di sampingnya dengan tak percaya. "Tentu saja itu penting, aku bahkan tak tau kau mendapatkannya dari mana dan bahkan kau bisa saja menyebarkannya." Sarada yang kelewat emosi pun mengepalkan tangannya.

Boruto menoleh sejenak, lantas menyentil dahi Sarada dengan jarinya. "Bodoh, kau pikir aku akan senang membagikan nomormu?" Ia kembali fokus menyetir.

"Siapa yang tau? Mengingat kepribadianmu yang buruk," kata Sarada dengan berbisik diakhir kalimatnya. Ia pun memalingkan wajahnya ke kaca jendela seraya mengusap dahinya yang terasa sedikit nyeri.

"Kau mau membawaku kemana?" tanya Sarada dengan nada kesal.

"Jalan-jalan."

...

Siapapun yang diajak jalan-jalan ke mall sudah pasti senang. Ditambah jika sosok teman atau pun keluarga kita ikut menemani, pasti menyenangkan. Sayangnya, kali ini Sarada tak bisa melakukan hal tersebut dengan sosok yang ia sukai. Nyatanya, ia bahkan datang bersama Boruto—orang yang selalu membuat amarahnya naik.

Entah kerasukan apa sampai Boruto mengajaknya jalan-jalan seperti ini. Ini kali pertamanya mereka pergi bersama ke pusat perbelanjaan. Tangan mereka pun saling bertautan dengan erat.

Sarada yang tenggelam dalam pikirannya tak sadar akan hal itu, ia hanya mengikuti kemana Boruto menariknya pergi. Sedangkan Boruto yang pertama menarik tangan Sarada, justru semakin erat menggenggam jari-jari mungil gadis itu.

Ferocious (BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang