𖣔6. Orang yang Berbahaya

783 73 9
                                    

Kedua matanya mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Dinding bercat hitam menjadi pemandangan pertama yang ia lihat. Lampu besar menggantung di tengah-tengahnya, lalu sebuah foto yang tak bisa ia lihat dengan jelas.

Matanya kembali menutup, rasanya Sarada tengah berada di ranjang yang terbuat dari wool karena sangat lembut dan nyaman. Ia ingin lebih lama di sini, dengan kesadarannya yang masih belum terkumpul sempurna, ia mengabaikan keanehan pada kamarnya.

Tapi, sejak kapan ia mengecat dinding kamar dengan warna hitam? Sejak kapan ada lampu besar mewah itu? Ia menutup mata lalu merapatkan tubuhnya pada guling di sampingnya yang terasa lebih besar dari ukuran guling pada biasanya, rasa hangat itu Sarada terima saat ia memeluknya. Itu lebih terasa seperti memeluk manusia dibandingkan benda mati.

Tunggu, manusia?

Mata Sarada kembali terbuka dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah sosok lelaki dengan rambut berantakan dan mata biru laut yang sedang memperhatikannya lamat-lamat. Wajahnya terbentuk sempurna, mulai dari rahangnya, hidung mancungnya, dan yang menarik perhatian Sarada adalah mata birunya. Ia seperti pernah melihatnya.

Kenapa bisa ada lelaki di kamarnya?

Setelah kesadarannya kembali secepat kilat, ia bangun dari posisi tidur. Menatap sekeliling, pantas saja ia merasa asing karena ini memang bukan kamarnya. Pandangan Sarada jatuh pada kedua mata yang masih memandangnya.

"Boruto?" Baiklah, sekarang Sarada harus memastikan apa yang dilihatnya ini nyata atau sekedar mimpi. Bagaimana bisa ia berada di ruangan yang sama dengan Boruto? Itu tidak masuk akal. Sudah pasti ini mimpi!

Sarada menggelengkan kepala. Ah, sial. Bisa-bisanya ia memimpikan Boruto di saat dirinya benci pada lelaki itu. Ia memegang keningnya yang mulai terasa sakit, mungkin karena ia bangun dengan terburu-buru. Tapi, jika ini mimpi bagaimana bisa ia merasakan sakit?

Gadis itu terdiam, efek tidur terlalu lama membuatnya sedikit linglung. Ia memukul pelan kepalanya berulang kali, mengenyahkan pemikiran yang terlintas di pikirannya. Otaknya mulai melantur membayangkan ia berada di rumah lelaki itu. Tidak mungkin. Pasti tidak mungkin.

Tidak mungkin juga di depannya ini adalah Boruto. Sarada pasti berhalusinasi.

Bug.

Bug.

Bug.

Tangan Sarada masih belum berhenti memukul kepalanya. Gadis itu benar-benar tak bisa berpikir bagaimana bisa ia berada di sini? Dan perihal ini mimpi atau kenyataan pun ia masih belum bisa mencerna dengan benar.

Matanya menatap tangan yang kini mengenggamnya, menghentikan pukulan pada kepalanya. Sarada bisa melihat kedua mata berwarna biru itu sangat dekat, bahkan kedua alis yang tersembunyi di balik poni lelaki itu. Posisi mereka benar-benar dekat.

"Hm?" Suara berat dan nada yang Sarada kenal mengalun memasuki indra pendengarannya. Ini bukan mimpi.

Boruto kembali menjatuhkan tubuhnya ke kasur, lalu menarik Sarada hingga ia bisa merasakan deru nafas Boruto yang menggelitik lehernya.

"Pergi! Bagaimana bisa kau di sini?!"

Sarada tersentak ketika kesadarannya mulai kembali sepenuhnya—berusaha melepaskan tangan yang membelit perutnya dan kepala yang tak bergerak menjauh darinya. Gila, ia sudah gila memeluk lelaki yang ia benci! Sarada menggeram dalam hati karena merasa mengkhianati diri sendiri dengan melanggar ucapannya.

Ferocious (BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang