𖣔9. Penawaran

652 58 6
                                    

"Kawaki, apa kau sudah bersiap-siap?" Sakura mendekat ke arah pintu dan menatap putra sulungnya yang masih mengenakan pakaian tidur dengan wajah bantalnya.

Sakura menggelengkan kepalanya, padahal sebentar lagi acara pertunangan adiknya segera dimulai, tapi sang kakak justru baru bangun dari tidur.

"Ah, Ibu. Ini masih terlalu pagi untuk memulai acara, lebih baik tidur, 'kan?" Kawaki mengusap bagian belakang kepalanya yang terasa sakit akibat begadang semalaman karena bermain PS bersama kedua kakak sepupunya.

Sakura berkacak pinggang lalu menatap Kawaki dengan marah. "Kau bilang terlalu pagi?! Kau tidak lihat ini bahkan sudah jam 7. Acara adikmu dimulai pukul delapan!" Berkat perkataan Sakura, Kawaki yang tadinya masih setengah tidur dan hendak kembali ke alam mimpi pun terlonjak kaget dan segera berlari menuju kamar mandi.

Sakura hanya bisa menghela nafas lelah, lalu pergi ke kamar selanjutnya, kamar putrinya yang sebentar lagi akan bertunangan. Sakura harap anak bungsunya sudah selesai bersiap, jadi hanya perlu make-up sederhana dan mereka bisa berangkat menuju tempat acara diselenggarakan.

Sakura tiba di depan pintu kayu berwarna putih polos, tangannya meraih gagang pintu dan memutarnya, pintu terbuka. Gelap, Sakura mempunyai firasat bahwa putrinya juga masih tertidur sepertinya kakaknya.

"Sarada, berapa kali Ibu ingatkan jangan terlambat bangun. Kau akan segera bertunangan, jangan membuat masalah di hari yang bagus ini," tutur Sakura seraya melangkah menuju saklar lampu, saat lampu menyala Sakura tersentak kaget ketika mendengar suara putrinya di belakangnya.

"Ibu." Sakura berbalik dan ia bisa melihat putrinya yang berdiri di depan jendela. Pakaian tidur yang masih melekat di tubuhnya dan pisau kecil di tangannya yang siap menyayat nadinya.

"Sarada, apa yang kau lakukan?!" Sakura melangkah maju. Tangannya ingin meraih pisau yang membuat dirinya mempunyai perasaan buruk akan tindakan Sarada selanjutnya.

"Ibu, aku ingin pertunangan ini tidak terjadi," lirih Sarada menatap sang Ibu dengan air mata yang mengalir kian deras.

"Apa maksudmu, Sayang?"

Sarada mundur perlahan saat Sakura berada tak jauh di depannya. Tubuhnya bergetar hebat diiringi dengan isakan yang semakin nyaring. "Ibu, a-aku tak ingin pertunangan ini terjadi. Aku tidak mau, tidak mau," racau Sarada seraya menjatuhkan pisau yang ada di tangannya dan menarik rambut sebahunya. Kedua kakinya tak kuat menopang berat tubuhnya dan terjatuh ke lantai. Tatapan matanya terlihat kosong.

Sakura segera mendekat. "Maaf, Ibu. Maaf telah mengecewakanmu, tapi aku tidak ingin pertunangan ini terjadi. Aku tidak mau dengan dia, Bu. Dia jahat," bisik Sarada dengan pelan, namun dapat didengar oleh Sakura yang kini berhenti mendekat.

"A-ah, j-jika Ibu kecewa padaku, aku bisa pergi dari sini, aku janji tidak akan memperlihatkan wajahku lagi, jika perlu aku bisa mengakhiri hidupku, Ibu. Salad mohon beritahu Kakek, Salad tidak ingin bertunangan," racau Sarada.

Sedangkan Sakura hanya bisa menatap nanar putri semata wayangnya yang menangis histeris. "Sarada, apa yang salah dari Boruto? Dia menyakitimu? Apa dia mengancammu? Katakan pada Ibu." Sakura mengusap kepala putrinya dengan lembut.

"Sakura, apa yang terjadi?"

Sarada dapat melihat Kakek dan Ayahnya yang masuk ke kamarnya dengan wajah khawatir. Karena ruang keluarga berada dekat dengan kamarnya, ia tak perlu bersusah payah untuk berteriak menarik perhatian mereka berdua.

"Sarada tak ingin bertunangan," lirih Sakura menatap Sasuke dengan mata yang memerah.

Sarada masih sempat memperhatikan wajah Kakeknya yang terlihat merah terbakar amarah. "Apa?!" Teriakan itu menggelegar di kamarnya. Sarada segera menutupi kedua telinganya.

Ferocious (BoruSara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang