Hari sabtu pagi rumahku dikunjungi oleh sepupu yang lulus kuliah setelah kuliah hanya 3,5 tahun bernama Melisa. Dia mengajakku keluar menemaninya nonton bioskop dan beli baju karena baju kantornya masih sedikit. HItung-hitung sekalian melepas stres karena skripsi yang tak kunjung selesai.
"Kak, hari ini aku yang keluarin uang ya, dari nonton sampai kita shopping. Jadi ikut aja ke mana aku bawa ya, Kakak," kata Melisa ketika aku melangkahkan kaki menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah.
"Jangan bilang kamu kasihan sama aku karena belum gajian, makanya mau kamu bayarin semuanya," sambungku sedikit tersinggung.
"Bukan gitu, nggak asik banget sih, itu aja tersinggung. Ini hanya ungkapan rasa senang aku karena setelah sekian lama kita berpisah karena Kakak betah banget di negeri orang, akhirnya sekarang kita bisa jalan bareng lagi," terang Melisa sebelum mengitari mobil.
Melisa termasuk salah satu sepupuku yang terdekat, tetapi selama aku merantau kami jarang komunikasi. Namun, tiap kali ketemu kami tidak canggung sama sekali, bahkan bisa dengan gampang cerita persoalan pribadi dengan lancarnya.
"Sebenarnya aku ajak Kakak untuk temani aku bilang putus ke abang pacar. Udah lama banget aku minta putus, tapi dia nggak mau. Selalu ancam mau bunuh diri." Melisa membuka percakapan setelah menjalankan mobil.
"Setauku ya, minta putus itu nggak perlu persetujuan salah satu pihak. Kamu bisa kok langsung minta putus. Bodo amat dia nggak terima ... ngeri juga ya, kalau sampai ancam bunuh diri gitu. Kelihatan laki-laki pengecut, Nyusahin banget tau nggak. Kamu udah ngadu ke orang tuanya belum?," sahutku.
Melisa mengetuk jarinya di atas stir mobil kemudian menggeleng. "Sebenarnya hubungan kami berdua lumayan rumit, Kak. Ya, aku mengakui bodoh banget jadi orang yang mau aja ikut permainan konyol ini."
Aku mengernyitkan dahi karena tak paham arah pembicaraannya. "Kamu udah dewasa, jadi bertanggung jawab sama apa yang sudah kamu mulai." Ulu hatiku tersentil dengan kalimatku sendiri.
Ya, pandai sekali memberi nasihat kepada orang lain, tapi untuk diri sendiri sulit untuk dijalankan, aku memaki diriku dalam hati.
"Aku sebenarnya se--selingkuhan, Kak," ucap Melisa terbata. Aku menyorot profilnya dari samping dengan tatapan tajam kemudian menggeleng kuat.
"Kok bisa?! Kamu cantik lho, Melisa. Mau aja jadi selingkuhan. Heran deh!" seruku kencang.
Untung mobil sedang berhenti karena lampu merah, kalau tidak mungkin Melisa akan menabrakan mobilnya di pembatas jalan karena kaget mendengar seruanku yang cukup memekakan telinga.
"Ceritanya dia mantan pacarku. Aku yang diputusin karena dia lebih pilih selingkuhannya yang jadi pacarnya sekarang. Bodohnya aku gagal move on dan tiga bulan yang lalu dia hubungi aku minta maaf dan tawarkan hubungan lagi. Aku tanpa pikir panjang akhirnya mau aja pacaran sama dia, sengaja biar bisa balas dendam ke pacarnya. Supaya pacarnya tau gimana rasanya diselingkuhi---"
"Tapi kamu malah mendapat masalah dengan ulah laki-laki ini." Aku memotong kalimatnya yang disambut anggukan dari sepupuku ini. Aku memijat pelipis karena semua ini diluar logikaku.
Bagaimana tidak, Melisa gadis pintar, lulusan tercepat di angkatannya dan meraih cumlaude, tapi mau saja dibodohi perasaan dendam karena laki-laki yang entah bagaimana tampangnya.
Ekor mataku menangkap Melisa sedang menyeka pipinya. Aku sengaja tidak bertanya lebih lanjut. Biar dia memproses perasaannya dulu. Aku tak mau menghakiminya. Mungkin keputusan dia mau jadi selingkuhan karena tidak terima diputusin begitu saja, makanya gagal move on dan mau saja jadi selingkuhan.
"Aku salut sama kamu yang mengakui kalau perbuatan kamu itu bodoh dan punya niat minta putus karena yang aku lihat di medsos nih, orang ketiga kadang ngotot nggak mau mengalah untuk melepas pacar dari hasil perselingkuhan. Udah, kamu jangan menyalahkan diri kamu, semua orang pernah buat kesalahan. Aduh, si anak baik akhirnya ada catatan 'kejahatannya' juga." Aku mencolek lengannya yang disambut tawa kecil Melisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
JALAN MASIH PANJANG (Tamat)
General Fiction🌟Pemenang Kontes Flaming Woman by Wattpad Chicklit Indonesia🌟 Arosa Maharani, hampir berusia 25 tahun, dinilai oleh orang-orang sebagai sosok pemalas dan beban orang tua karena tak kunjung menyelesaikan skripsi. Padahal dia hanyalah seorang gadis...