32. Arosa yang diwisuda

211 20 0
                                    

The power of kepepet bisa membawaku untuk menyelesaikan revisi sesuai tenggat waktu yang dibuat Pak Paris. Aku mengirim file yang sudah direvisi ke penguji dan pembimbing untuk diperiksa. Bersyukur, semua menyetujui dan tak ada revisi lagi.

Ujian di saat pandemi seperti ini, pihak kampus membuat kebijakan untuk pendaftaran wisuda dapat dilakukan secara online dengan mengunggah seluruh file yang berkaitan lewat website kampus. Namun, mahasiswa yang sudah dinyatakan lulus lewat yudisium online tetap harus mengirimkan hard copy skripsi tiga rangkap lewat ekspedisi ke kampus. Setelah itu pihak kampus akan mengirim toga, topi, dan medali wisuda ke alamat rumah para calon wisudawan. Sedikit berliku prosesnya, tapi bersyukur bisa melewatinya dengan baik.

Dari semalam rumahnya sudah ramai dengan Om, Tante, dan para sepupu yang sibuk mendekor ruang tamu dengan berbagai hiasan. Aku sampai terbahak ketika seorang sepupuku membuka bundelan besar yang ternyata spanduk bertuliskan "Happy Graduation, Arosa., S.Ak" beserta fotoku dari kecil sampai memakai toga wisuda. Pantas saja, dua hari yang lalu mereka mati-matian memaksaku untuk memakai jubah wisuda lengkap dengan perlengkapan lain.

Walaupun wisuda online, tapi semua berjalan dengan khidmat, hanya saja aku harus menahan geram karena sepupuku yang masih kecil terlalu berisik.

"Mama, ribut banget sih di belakang. Tolong kasih tau mereka diam bentar. Aku nggak bisa dengar apa kata rektor sama pembawa acara." Wajahku yang sudah dipakaikan make up dari jam empat pagi karena acaranya dimulai jam delapan sedikit cemberut.

Aku dan Mama mengikuti wisuda di ruang tamu dan menyaksikan acara wisuda lewat laptop yang disambung wifi dari ponselku. Semoga kali ini jaringannya lancar.

Mama beranjak sebentar ke ruang keluarga untuk menegur lebih tepatnya mengusir karena Mama berseru cukup nyaring. Aku memijat pelipis, kacau sekali hari ini.

Kini aku bersiap berdiri menyamping dari kamera dan menghadap Mama. Giliran namaku dipanggil oleh pembawa acara. "Arosa Maharani, Sarjana Akuntansi." Kemudian aku menunduk dan Mama memindahkan tali topi dari kiri ke kanan. Setelah itu aku dan Mama berdiri sejajar menghadap kamera dan memberi hormat pada para hadirin dengan sedikit membungkuk, tangan dikatupkan di depan dada. Setelah layar berpindah ke wisudawan yang lain, Mama memelukku dengan erat.

Bahu Mama terguncang dan aku membalas pelukan Mama sambil mengusap punggungnya pelan. Aku mengerjap mata beberapa kali agar air mataku tak keluar. Hari ini aku tak ingin merusak dandananku.

Mama melepas pelukan lalu mengatup kedua pipiku dengan tangannya. "Kamu udah sarjana. Kita udah menang," ucap Mama sambil mengulas senyum lembut di bibirnya.

Aku tak bisa lagi menahan lelehan air mata dan kembali memeluk Mama. Ya, kita ... aku sudah menang melawan rasa malas, takut, kuatir yang dulu selalu jadi temanku.

"Terima kasih, Ma. Nggak pernah menyerah untuk membuatku pantas menyelesaikan sekolah ini."

***

Ada positifnya juga aku wisuda online di rumah, jadi banyak orang yang menyambutku ketika acara wisuda telah usai. Aku dikalungkan selendang seperti waktu aku selesai ujian skripsi, aku juga dikasih buket bunga dan buket uang ada yang pecahan 2.000 sampai 100.000. Bahkan salah satu adik Mama, berinisiatif mendatangkan jasa fotografer profesional untuk mengabadikan momen ini.

"Terima kasih banyak untuk semua keluargaku yang hadir di sini. Terima kasih udah mau repot mengurusi acaraku. Pertama, aku mau minta maaf---" Aku terdiam sebentar membersihkan tenggorokan yang tercekat. "Mungkin kata maaf nggak akan cukup untuk mengungkapkan penyesalanku, tapi aku aku mau minta maaf kepada Mama yang selalu kubuat sedih, setiap tahunnya sejak aku semester delapan karena tak kunjung wisuda. Aku akan menebus kesalahanku ini untuk menjadi orang baik yang mungkin suatu saat bisa jadi pintu rezeki untuk orang lain." Mataku menangkap Mama dan beberapa keluargaku mengusap pipinya.

JALAN MASIH PANJANG (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang