2. Semua tentangnya

89 11 1
                                    


Malam itu sudah terdengar suara petir silih menyambar. Nura sedang menonton televisi bersama saudara perempuannya. Mereka bercanda juga, berinteraksi sebagaimana saudara. Hingga, sebuah telepon berdering di ponsel Nura. Nura pun mengangkatnya, jelas sudah terlihat raut wajah bahagia itu. Kekasihnya yang bernama Umar menghubunginya setelah sekian lama. Latifah salut dengan hubungan antara Nura dan Umar. Tidak mudah menjalani hubungan jarak jauh.

Namun, beberapa saat setelah senyuman di wajah Nura terlihat bahagia, raut wajahnya menjadi berubah. Nampaknya ia terkejut. Latifah memperhatikan Nura yang terlihat diam. Hanya beberapa patah kata yang keluar dari bibir Nura, hingga pada akhirnya.

"Tapi," ucap Nura. Nura menatap ponselnya.
"Tapi kenapa?" Ucap Nura lagi.

Latifah yang berada disana bertanya-tanya, apakah terjadi sesuatu hal yang membuat Nura terkejut? Tapi apa.. apa yang terjadi, seru hati Latifah dengan keras.

"Ra? Kenapa, ada apa?" Tanya Latifah yang tak tahan karena pertanyaan itu memutari isi kepalanya.

Nura menarik napasnya, ia mengenggam kuat ponselnya. Ponsel itu kemudian di tatapnya dengan tatapan sedih.
"Kenapa? Ada apa, salah apa?" Ucap Nura kemudian tangisnya pecah. Latifah yang berada di sisi saudaranya itu mengusap bahu Nura, kemudian Nura memeluknya.

"Umar putusin aku..." ucap Nura dengan tangis yang menyedihkan. Latifah terkejut, mereka bukan tipe orang yang sering bertengkar dalam hubungan. Semua selalu baik-baik saja, Latifah tahu jelas itu.

"Kenapa Ra, ada apa?" Tanya Latifah lagi.

"Gak tahu Fah, gak tahu..." ujar Nura. Nura menangis, mendengar ia menangis membuat Latifah sendiri merasa sedih.

"Kita tanya lagi ya, telepon lagi Abangnya. Kamu tenang dulu, Ra.. tenang." Ucap Latifah yang mencoba menenangkan Nura.

Nura menghubungi, namun teleponnya tak lagi diangkat, melainkan di tolak. Nura semakin bersedih. Ia tak tahu apa salahnya, dan tiba-tiba saja, Umar mengatakan bahwa hubungannya harus diakhiri.

"Ra, maafkan saya.. kita lebih baik mengakhiri hubungan ini, cukup sampai disini aja ya Ra, saya udah gak bisa melanjutkannya." Itulah ucapan yang Nura ingat-ingat.

Bukan ini yang ia harapkan, bukan telepon yang menyatakan berakhirnya hubungan dengan Umar. Namun, yang ia dapatkan adalah hal yang pahit. Bahkan, tak pernah sedikitpun ia berpikir akan berpisah dengan Umar. Tidak ada sedikitpun niat bahkan pikiran, walaupun itu hanya setitik.

Saat Nura bertanya 'tapi?' Umar tak menjawab. Ia hanya terdiam, saat suara Nura sudah mulai gemetar dengan pertanyaan yang sama, 'tapi kenapa?' Nura mengingat jawaban selanjutnya dari Umar.

"Maaf Nura, saya tidak bisa lanjutkan." Kemudian sambungan telepon pun di tutup.

Tanpa sebab, dia mengatakan hal itu. Siapa yang tidak kaget, banyak mimpi, khayalan, bahkan cita-cita yang sudah mereka rangkai, banyak kenangan yang berkesan dalam setiap pertemuan mereka. Banyak hal yang terjadi antara mereka, banyak cinta dan kasih sayang yang Nura berikan secara tulus pada Umar. Bagi Nura, Umar lah lelaki pertama yang membuat Nura jatuh se-jatuh jatuhnya cinta. Bahkan, Umar lah cinta pertama Nura di usianya yang terbilang belia ini.

Terpaut usia 6 tahun dengan Umar, bagi Nura, Umar bukanlah seorang kekasih saja, namun sudah seperti kakak juga baginya. Umar menjaganya, Umar memberi perhatian layaknya kekasih, sebagai teman, dan juga kakak bagi Nura. Kasih sayang Umar amatlah tulus dirasa oleh Nura. Namun entah apa yang membuat Umar memutuskan hubungan tersebut. Nura tidak pernah tahu.

Berakhirnya hubungan Nura dengan Umar membuat ia jatuh sakit, selama dua minggu lamanya. Latifah sangat sedih, tidak biasanya Nura sakit seperti ini. Latifah adalah saksi hidup berakhirnya hubungan Nura dan Umar, bahkan orangtua Nura sekalipun tak mereka beritahu. Tidak ada kecurigaan sampai beberapa tahun lamanya, sebab memang sejak masih menjalin hubungan dengan Nura, Umar diterima Magang di ibukota, dan selesai pendidikannya ia diterima bekerja di ibukota. Maka dari itulah, Nura dan Umar menjalani hubungan jarak jauh, tidak ada masalah bagi Nura. Ia pun semangat melanjutkan SMAnya. Walaupun menjalani hubungan jarak jauh, komunikasi mereka berjalan dengan baik, walaupun di akhir-akhir Umar terasa sibuk, dan sulit di hubungi. Nura menganggap bahwa memang Umar sibuk, ia tidak pernah berpikir bahwa ada wanita lain atau sebagainya. Sekalipun Umar mengakhiri hubungan dengan Nura, Nura menyangka bahwa Umar tak bisa melanjutkan hubungan karena sibuk.

Hingga sudah 13 tahun lamanya setelah hubungan itu berakhir, Nura belum pernah sekalipun memiliki hubungan baru. Dan, hingga 13 tahun berlalu, saat Nura memilih untuk menyibukan dirinya dengan bekerja, seorang wanita datang ke rumah Nura, bertemu dengan Latifah sang saksi hidup hubungan Nura, yang membuat terkejut Latifah adalah, saat ia bertanya siapa wanita itu, dan yang Latifah dengar adalah. Dia adalah istri dari seseorang di masalalu Nura.

Latifah menceritakan semuanya, dengan detail tanpa ia potong sedikitpun. Sekalipun itu akan menyakiti istri Umar, namun terlihat jelas sekali wanita yang mengaku dirinya istri dari masalalu Nura itu sangatlah penasaran.

"Mbak, emang gak sakit hati saya cerita semua tentang Abang?" Tanya Latifah yang khawatir.

"Enggak kok, saya senang.. Abang Umar disini di nilai baik, walaupun dia meninggalkan wanita baik seperti Nura. Kalau boleh tahu, apa Nura sudah menikah?" Tanya Nesha.

Latifah tersenyum.
"Belum mbak, dia selalu bisa menghindar kalau di tanya kapan menikah, ya gitulah mbak. Kayak sekarang, dia malah pindah ke Jakarta. Kami disini pusing dengan tingkah Nura." Ucap Latifah.

Nesha tersenyum.
"Apa Nura punya kekasih?" Tanya Nesha. Latifah tersenyum, namun ada hembusan nafas berat darinya.

"Haiiih, ya gitulah Mbak.. dia deket pun kami jodohkan! Kalau gak gitu, bingung kita Mbak." Nesha tersenyum lagi.

"Di antara foto keluarga itu, Nura yang mana?" Tanya Nesha sambil menunjuk sebuah foto keluarga.

Latifah bangkit, ia membawa foto tersebut dan beberapa album foto.
"Mbak, apa mbak gak sakit hati?" Tanya Latifah.

"Saya mencari Nura, tapi saya tidak tahu wajah Nura, dia hanya ada dalam hati dan pikiran Suami saya. Tidak ada jejak Nura di rumah mertua saya, dimanapun. Bahkan alamat pun saya mencari dengan susah payah." Ucap Nesha.

Latifah duduk kembali. Ia memberikan album Foto dan menujuk seorang wanita yang tersenyum ceria.
"Ini Nura.."

Nesha tersenyum. Betapa cerianya Nura, walau hatinya sudah dikecewakan oleh suaminya. Nesha tersenyum melihat bagaimana Nura tumbuh. Anak kecil, anak remaja, anak dewasa.. Nura wanita yang tumbuh menjadi wanita cantik.

"Mbak, aku gak enak ih. Aku takut rumah tangga mbak nantinya berdampak. Apa sebenarnya ada masalah mbak?" Tanya Latifah berkali-kali.

Nesha tersenyum lagi.
"Boleh saya minta nomor kamu? Saya ingin tahu lebih banyak tentang Nura. Saya berhutang kebahagiaan pada Nura. Jika masih bisa, saya ingin mengembalikan kebahagiaan itu." Ucap Nesha.

Latifah terdiam.
"Maksudnya?" Tanya Latifah.

Nesha hanya tersenyum. Latifah tidak mengerti apa yang di maksudkan istri Umar ini. Namun, beberapa saat Nesha mendapatkan telepon dari Umar.

"Ya, Yah..? Ibu sedang di rumah teman. Sebentar lagi pulang kok." Jawab Nesha.

"Hati-hati pulangnya, anak-anak udah selesai mainnya. Sekarang otw pulang ini, mama capek katanya." Jawab Umar dengan penuh perhatian.

"Iya Yah, kamu juga hati-hati." Jawab Nesha kemudian menutup sambungan teleponnya.

Latifah memperhatikan Nesha, Nesha hanya tersenyum.
"Saya tidak ada maksud apapun, jangan mencurigai saya dengan hal-hal negatif ya. Hubungan rumah tangga saya pun baik-baik saja. Saya hanya butuh Nura untuk saat ini, semoga ada jalan kebaikan untuk saya menemukan Nura." Ucap Nesha.

Latifah hanya tersenyum. Setelah itu, Nesha pamit dengan bekal nomor ponsel Latifah. Setelah mereka berjanji tidak memberitahu Nura bahwa Nesha mencarinya.

Ada kepuasan tersendiri, informasi tentang Nura memang akurat, Nura adalah wanita baik-baik Nesha yakin itu. Wanita baik-baik yang memang di simpan Allah untuk suaminya.

MASIH ADA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang