15.

31 8 2
                                    


Pertengkaran dengan Nura beberapa hari lalu menyisakan pengalaman baru. Nura bertahan tanpa emosi yang meledak, setelah di pojokan dengan segudang pertanyaan sengit dari Ivan. Ia terlalu keren dan sabar menjadi seorang wanita. Ivan mencari satu titik kelemahan Nura dari sebuah pertanyaan. Yaitu, "Apakah masih mencintai" namun Nura menjawab dengan sebuah jawaban yang mendetail serta alasan yang memang masuk di akal. Nura, terlalu sulit untuk tidak mencintainya.

Ivan kini sedang menyendiri, mengingat akhir dari pertengkaran itu membuatnya tersenyum. Nura memang seorang wanita yang luar biasa, menjaga dirinya bahkan membentengi diri agar tidak jatub pada hal negatif setelah di tinggalkan kekasihnya. Pergaulan yang ia jaga ketat, membuat Ivan semakin kagum pada diri calon istrinya itu.

Ivan menyesap kopi instant yang ia buat pagi hari. Baru saja ia merasa tenang, pikirannya kembali di bayangi oleh ucapan Nesha, harapan Nesha, dan permintaan Nesha yang sangat memberatkan hati Ivan. Memikirkan kembali untuk menikahi Nura, itu adalah hal yang terbodoh yang ia lakukan jika memang Ivan berniat memikirkan kembali. Ia tidak bisa bersikeras, pasalnya Nura dan dirinya sudah terikat, dan saling menginginkan. Terkecuali jika, memang Nura yang berubah pikiran mungkin Ivan harus menunggu lagi, tapi itu tidak mungkin.

Ivan banyak merenungkan setiap ucapan Nura. Sikap Nura padanya memang sedari dulu menyiratkan sebuah kasih sayang. Saat Ivan terbaring lemah di rumah sakit, Nura siap mengomel dan selalu ada bersamanya, sama halnya dengan Ivan yang berprilaku sama seperti Nura. Tanpa mereka sadari, mereka saling jatuh cinta, Nura sudah menerima Ivan sejak lama, hanya saja.. Ivan ingin status dengan penuh kejelasan dan pengakuan yang benar-benar Real.

"Tunggu, apa Nura tahu tentang penyakit Mbak Nesha?" Tanya Ivan pada dirinya sendiri.

Sedangkan di rumah Nesha, seperti biasa terlihat sibuk. Ibu mertuanya membantu Nesha memasak.
"Bu, apa Nura dulu sedekat ini dengan ibu?" Mertua dari Nesha pun terkejut.

"Maksudnya?" Tanya Ibu Umar.

Nesha tersenyum.
"Nesha sudah tahu bu, wanita di depan rumah ini adalah Nura, mantan kekasih Abang. Ibu sudah menemuinya?" Tanya Nesha dengan senyuman di wajah pucatnya.

"Dia sudah mau menikah, tidak perlu ada yang di khawatirkan bukan?" Tanya Ibu mertua Nesha. Nesha mengangguk.

"Memang tidak ada yang perlu di khawatirkan, normalnya seperti itu. Padahal jelas aku mengkhawatirkannya sekali, oh iya bu.. apa ibu bisa membujuk Nura agar dia mau menjadi istri Abang Umar?" Tanya Nesha yang tak hilang harapan.

Ibu mertuanya pun terkejut.
"Astagfirullahallazim, Nesha..!"
"Kamu itu bicara apa hemm? Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu?" Tanya ibu Mertuanya kemudian mengusap lembut lengan atas menantunya.

Nesha pun duduk di ruang makan. Ia menangis bercerita mengenai rencananya. Ibu mertuanya pun turut meneteskan air mata, betapa prihatin ya menantunya ini. Sebagai seorang ibu, ibu mertuanya pun memahami mengapa Nesha bersikukuh dengan keinginannya yang begitu besar menginginkan Nura.

"Umar tidak akan menikah dengan Nura, sayang... semuanya sudah selesai lama," jawab Ibu mertuanya itu. Nesha kembali menangis.

"Ibu, apakah Nesha salah meminta Umar untuk menikahi Nura, sampai detik ini pun Nesha tidak memikirkan diri sendiri, Nesha banyak memikirkan anak-anak dan Abang Umar. Tidak sedikitpun Nesha mementingkan urusan Nesha saja." Jawab Nesha lagi.

Ibunda Umar hanya bisa menabahkan Nesha. Ia tak bisa berbuat apa-apa, terlebih ia tahu jelas bagaimana keinginan Umar sebenarnya. Ia hanya ingin melihat Nura bahagia, itu saja. Bukan dengannya namun dengan pria pilihan Nura sendiri.

Sementara itu, Nura sendiri tengah menyiapkan dirinya untuk menemui Mbak Nesha, dan meminta penjelasan mengapa ia bisa tega memberitahu perihal masalalu Nura pada Ivan. Jujur Nura marah, Nura tidak senang dengan tindakan Nesha.

MASIH ADA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang