Tidak di pungkiri, tujuan Nesha kini membebani di batin Nura. Ketika Umar sibuk di pekerjaan dan di rumah sakit, Nura selalu datang menghampiri ibu Umar, untuk sekedar membantu pekerjaan Ibu Umar yang kini terlihat sibuk, kakak Umar pun datang, turut membantu agar anak-anak bisa sekolah, sebab tidak ada yang mengantar dan menjemput mereka.Jika Nesha tak ada, Nura kemudian berpikir. Bagaimana dengan anak-anak? Ia ingin egois tidak memikirkan hal itu, namun rasanya sulit baginya tidak memikirkan hal itu. Pernikahannya tinggal 1 bulan lagi, dan hari ini adalah hari terakhirnya bertemu dengan Ivan, sebab.. nanti akan ada proses pingit, kedua mempelai tidak boleh bertemu, mengirim pesan pun hanya sebatas bertanya kabar saja tidak boleh melakukan video call, bahkan berganti foto profil. Itu sudah di atur oleh Ivan dan juga Nura, mereka menginginkan sesuatu yang berbeda nantinya. Nura pun besok memang akan melakukan serangkaian puasa dan lain-lainnya.
"Sayang, kita ketemu dimana?" Tanya Nura, sebab entah mengapa hari ini Ivan meminta bertemu tapi di luar, dan Ivan pun tidak menjemput Nura seperti biasanya.
"Cafe awan, gak apa ya.. jauh dikit" ucap Ivan dalam sambungan telepon.
"Yaudah, aku kesana sekarang yah.." pamit Nura.
"Iya hati-hati sayang" jawab Ivan dengan lembut dan penuh cinta. Mereka melajukan mobilnya dan menempuh jarak 1 jam lamanya menuju Cafe awan tersebut.
Sesampainya disana, Nura di buat menunggu. Walau tak lama, Ivan datang dengan senyuman seperti biasa. Ia memakai kemeja denim, dan celana denim juga. Nura benar-benar memuji ketampanan Ivan yang terlambat ia sadari.
"Lama nunggu?" Tanya Ivan sambil mengecup puncak kepala Nura.
"Emmh, gak juga sih.."
"Aku udah pesen makanan, kamu mau tambah lagi boleh. Nih, menu nya." Nura memberikan buku menu pada Ivan. Ivan pun menerima dan membukanya. Setelah selesai memesan, Nura merasakan gelagat Ivan yang berbeda, ia seperti hendak menyampaikan sesuatu. Nura pun menanyakan hal itu."Ada apa, kamu kok kayak mau ngomong sesuatu?" Tanya Nura. Ivan pun menarik napasnya dan mengutarakan apa yang ada di kepalanya.
"Sebelum akhirnya aku dan kamu menikah, aku ingin mengatakan sesuatu. Apa kenyataan bahwa Mbak Nesha menginginkan kamu untuk menjadikan kamu istrinya Umar tidak sama sekali menganggu pikiran kamu?" Tanya Ivan.
Nura menjawab dengan santai.
"Sebenarnya menganggu pikiranku, aku di buat bimbang dengan semua ini. Dan, sudah berapa kali pula aku mengatakan, aku tidak bisa menjadi apa yang Mbak Nesha mau." Ivan mengangguk."Aku mungkin akan mengambil jalan terbaik, jika memang kamu akan bahagia dengan Umar, aku siap pada kemungkinan akan menyerah dalam perjuangan ini" mendengar hal itu Nura terkejut.
"Apa kamu mendukung keinginan Mbak Nesha?" Tanya Nura. Nura sedikit membumbui nada bicaranya dengan tekanan emosi.
"Aku hanya ingin membuat kamu bahagia, Nura. Jika cinta ini membuat kamu terbebani, aku ikhlas menyerah.." jawab Ivan.
"Hanya aku yang tahu dan merasakan kebahagiaanku, apa yang harus kamu serahkan? Jika aku benar-benar berniat untuk hal itu, untuk hal mendapatkan atau merebut posisi Mbak Nesha di hati Umar, kenapa aku menerima mu, Ivan? Apa selama ini kamu tidak merasakan balasan cinta kamu?" Tanya Nura.
Ivan terdiam beberapa saat, dia mengepalkan tangannya, dengan berat hati Ivan pun mengatakan.
"Nura, tujuanku dan Mbak Nesha sama. Kami mengutamakan kebahagiaan kamu, kamu akan lebih bahagia dengan Umar. Jadi-," Ivan menggenggam tangan Nura, namun di tepisnya tangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASIH ADA CINTA
General FictionNama itu masih terukir di hatinya masing-masing, hanya saja jalan mereka berbeda.. namun, sepasang tangan menarik seorang wanita dimasalalu untuk meneruskan cintanya yang akan berhenti karena waktu yang sudah di tentukan oleh sang pemilik sebenarnya.