22. H-1

42 9 1
                                    


Nura kini sudah berada di kampung halamannya, para keluarga tidak tahu bahwa hubungan Ivan dan dirinya sedang bermasalah sebelumnya. Bahkan Nura bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, terlebih memang Ivan dan Nura dilarang bertemu karena tradisi pingit yang masih digunakan oleh kedua keluarga.

Latifah berada di kamar Nura saat ini, dia menemani Nura dimanapun Nura berada.
"Seriusan loe nolak banget bang Umar?" Tanya Latifah. Nura mendelik, ia bosan dengan pertanyaan itu. Memang benar Latifah saksi bisu, namun perasaannya tidak ada untuk Umar.

"Terus yang terjadi sama hubungan loe sama Ivan gimana?! Gue penasaran.." rengek Latifah.

Nura menghela napasnya.
"Hubungan gue sama Ivan? Ya ampun baik-baik aja kok, tenang aja." Ucap Nura. Latifah merasa lega, namun memang terlihat ada yang tidak beres dengan Nura, tetapi Latifah mencoba untuk percaya saja.

Satu hari Ivan berdiam diri di kamarnya, sampai detik ini pun Ivan belum menyusul Nura ke Bandung, keluarga Ivan pun menghubungi putranya yang akan menjadi pengantin itu, namun jawaban Ivan hanyalah berupa alasan.

"Ivan masih banyak kerjaan.." ucapnya. Masih ada waktu dua hari, pikir Ivan.

Ivan menimbang keputusannya, ia membuka memori lamanya bersama Nura, betapa besar cintanya pada Nura sampai ia tidak mencari peluang lain untuk mendapatkan kebahagiaan, Ivan terlalu fokus pada Nura, saat semua berjalan sesuai keinginannya, dan Nura membalas semua cinta yang diberikan Ivan, ia malah mendapatkan keraguan di hatinya. Kehadiran orang ketiga cukup menganggu pikirannya, belum lagi dibalik itu ada keinginan mulia dari seorang istri yang shaleha.

Ia tidak bisa egois, jika memang Nura akan mendapatkan kebahagiaannya dengan seseorang dimasalalu, namun.. sudah berapa kali Nura menjelaskan, orang tersebut hanya orang yang datang dari masalalunya, masalalu yang sudah berlalu, masalalu yang hanya hadir dan tidak ada sangkut pautnya dengan masa depan yang Nura pilih. ia sempat melepas Nura, wanita yang sebenarnya tidak pantas dilepaskan, wanita yang pantas di peluk, dan dicintai. Wanita yang bersikeras menahan diri dari rasa sakitnya.

Melihat kembali beberapa foto yang terpanjang indah di rumah Ivan, Membuat Ivan mengepalkan tangannya.

"Bodoh sekali, jika aku menyerah.. aku tidak jauh berbeda dengan Umar yang meninggalkan Nura di masalalu." Ucap Ivan. Ivan bergegas, ia memasukan beberapa barang berharganya, kemudian perhiasan yang sudah ia siapkan untuk pengantinnya. Ivan bergegas menuju mobilnya.

Ia menghubungi Fadri, saudaranya.. Ivan mengatakan bahwa ia akan berangkat hari ini ke bandung. Fadri mendengar hal itu, Ivan terdengar sangatlah bersemangat. Fadri merasa lega mendengar hal itu, Ivan sudah menentukan keputusannya. Jika Ivan akan pulang, berarti ia memilih menikah dengan Nura.

Hari ini, Nura ada rencana untuk menemui temannya, Latifah turut ikut sebab Latifah lah penjaga Nura kini.
Teman-teman Nura menyambut hangat calon pengantin itu. Hari ini, terakhir Nura menjadi single.

"Pada akhirnya, loe sama Ivan juga. Gue sih udah Feeling, ya gak?" Tanya Mira pada Nisa. Nura hanya tersenyum, padahal hatinya khawatir jika besok ia tak jadi menikah sebab Ivan tak datang.

"Pokoknya loe harus berbahagia banget sama laki pilihan loe ya.." ucap Nisa. Nura mengangguk namun ia tak bisa menahan air matanya.

"Gue seneng banget!! Pada akhirnya gue akan menikah, guys!!" Nisa dan Mira memeluk Nura. Latifah tersenyum, setelah drama Nura yang tak mau di langkahi oleh Latifah, dan Nura dan Latifah sempat bersitegang, dan kini, Nura menjemput kebahagiaannya.

"Pokoknya kita nanti harus sering ketemu ya.." Nura mengangguk. Mereka berbincang-bincang kembali, sampai mereka bosan dan mereka pun ke salon bareng. Calon pengantin memang harus perawatan.

Di rumah Nesha, ia sedang memilih pakaian.
"Ayah, aku bagus pakai yang mana?" Tanya Nesha kepada suaminya.

"Kamu bagus kok pakai apa aja" jawab Umar sambil membelai sang istri. Nesha hanya tersenyum, ia mencoba pakaiannya, namun ia di hadapkan pada sebuah kesedihan yang mendalam.

"Ayah, lihat.. jadi longgar." Ucap Nesha. Umar mengangguk dan bersedih, raut wajah Nesha pun terlihat bersedih.

"Aku tambah kecil ya, Yah?" Tanya Nesha, Umar hanya bisa tersenyum tipis dengan pertanyaan Nesha. Entah harus jawab apa, Umar merasa terluka dengan kondisi istrinya itu.

"Pengantin-pengantin...!"
"Napa sih kagak diem aja di rumah, anteng kek di rumah.. rebahan, ini malah maksa-maksa mau ketemuan" protes teman Nura.

Dalam hati Nura, jika saja ada kabar dari Ivan, mungkin ia akan memilih merebahkan diri di dalam kamar sambil luluran, namun hatinya kalut jika berada di rumah, biasalah! Keluarga pasti bertanya-tanya.

Nura menghabiskan waktu nya dengan temannya, mengobrol dan membahas perihal setelah menikah nanti.
"Setelah menikah, yang loe harus siapkan itu bukan pakaian seksi, atau kerahkan seluruh raga loe buat laki loe, Ra! Tapi, loe harus persiapkan mental baja loe dalam setiap kondisi" ucap Mira.

Nura meresapi segala wejangan itu,
Mengasah mental, sudah ia lakukan sejak lama, namun menyiapkan mental baja untuk setiap kondisi setelah menikah? Itu yang Nura belum pernah lakukan, pasalnya ia belum pernah menikah sebelumnya.

"Loe harus ada untuk Ivan dalam kondisi apapun, sakit, sehat, senang, sedih, duka, lara, dan suka.. bahagia dan tidak, loe harus bertahan. Ingat! Tujuan menikah itu ibadah, tahukan kalau kita ibadah tuh banyak godaannya?" Nura mengangguk, Latifah yang sudah menikah pun tersenyum.

"Gue yang lebih dulu nikah aja, masih belajar terus.." ucap Latifah.

"Menikah bagi gue, adalah sebuah hal yang mustahil. Dulu gue pernah berseru gak akan nikah, tapi.. sekarang, gue bener-bener berharap pernikahan gue yang indah itu terwujud" ucap Nura.

Nura menarik napas dalam, sesak rasanya dalam dada, ia tak tahu bagaimana pernikahan besok berjalan, apakah Ivan akan datang? Ia tak pernah tahu bagaimana jika tidak ada Ivan. Bisakah Nura tanpanya?

MASIH ADA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang