3. Nyaman saja

73 12 0
                                    


Menemukan emas di depan mata, itulah yang sedang terjadi pada Nesha. Nesha tengah menyuapi putri bungsunya. Ia berada di halaman rumahnya, hingga sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Keluarlah seorang wanita cantik dengan kacamata hitam melekat di wajahnya. Nesha melihat siapa yang datang dari jauh.

Tak lama, wanita itu melepas kacamata hitamnya. Ia melihat rumah bercat putih tepat di depan rumah Nesha. Dan yang Nesha lihat adalah,

"N-, Nura..." ucapnya tanpa sadar. Nura memperhatikan sekitar sampai matanya tertuju pada seorang ibu yang tengah menyuapi anak balitanya. Nura tersenyum ramah, sambil mengangguk. Nesha pun menyambutnya dengan senyuman.

Hendak menyapa, namun Nura malah masuk kedalam rumah tersebut. Pak RT di komplek terlihat berjalan menuju rumah yang Nura datangi. Kemudian di susul oleh bu RT yang tak mau ketinggalan berita.

"Eh, Bu Umar? Lagi suapin Medina yaa?" Tanya Bu RT sambil melambaikan tangan pada gadis kecil imut lucu yang berusia sembilan bulan.

"Hehe, iya bu RT. Rumah depan ada yang isi Bu?" Tanya Nesha.

"Iya, orang Bandung tuh. Akur-akur ya, kebetulan yang punya rumah tuh sodaraan sama pacarnya yang mau kontrak." Ujar Bu RT yang selalu di bumbui gosip.

"Oh, gitu.." ucap Nesha sambil tersenyum tipis.

Betapa bahagianya, Nesha. Ia tidak perlu mencari dimana Nura, seperti semuanya di gerakan padanya. Kemudahan selalu ia dapatkan, Nesha ingin datang dan menyapa, namun akan sangat aneh rasanya. Lebih baik, ia bersikap biasa saja lebih dulu.

Mobil kedua datang. Nesha yang masih ingin tahu, namun ia tak mau terlihat kepo, Nesha memilih masuk kedalam dan memperhatikan dari jauh saja. Seorang pria datang, dia menghampiri Nura. Nura tersenyum padanya, mereka terlihat akur dan si Pria sangatlah berlaku hangat pada Nura. Ia membenahi rambut Nura yang tertiup angin, menyelipkannya ke belakang telinga yang terasa sangat manis jika di perhatikan.

Pria itu tak asing bagi Nesha, sepertinya ia pernah melihat namun ia tak tahu percis nya. Ia lupa, Nura ceria. Dia ramah pada orang yang datang seperti pak RT dan pak RW. Nesha menarik kesimpulan bahwasanya Nura sudah Fix tinggal di depan rumahnya. Mengisi rumah kosong itu.

Nura menyetujui tinggal di tempat yang di rekomendasikan oleh Ivan.
"Fix ya, jadi. Gak jauh dari tempat tinggal aku. Nanti, kalau kamu udah siap serius tinggal pilih aja. Mau disini, atau di tempat aku" goda Ivan pada wanita yang sudah selama lima tahun ini disisinya. Hanya disisinya sebagai teman saja. Walau tentu Ivan berharap lebih.

"Ngaco..!" Jawab Nura sambil menoyor bahu Ivan.

"Kami berteman pak, bu.. status kami masih berteman, doakan saja ya.. semoga dia segera merubah pikirannya." Ujar Ivan yang berusaha memohon dosa restu orang-orang yang akan berada di sekitar Nura nantinya.

"Waduh! Kok ya di segerakan toh.. biar aman, biar resmi.. segera punya anak-anak lucu. Seru tahu" ucap Bu RT. Nura hanya tersenyum.

"Mohon doa baiknya saja ya, pak, bu.. saya tidak mau terburu-buru" jawab Nura dengan santun.

Pak RT dan bu RT serta yang lainnya tersenyum mendoakan kebaikan pada pasangan ini. Jika di tanya Ivan siap? Tentu..! Dia siap segalanya. Namun Nura? Entahlah.. dia. Ia takut untuk jika nanti akan di kecewakan.

Pak RT dan bu RT pun pulang setelah selesai mengurus-urus data Nura. Di rumah itu tinggalah Ivan dan Nura.

"Kamu udah makan?" Tanya Ivan dengan penuh perhatian. Nura menggelengkan kepalanya. Sejak tadi ia disibukan dengan packing packing.

"Belum, tapi gak terlalu laper sih." Jawab Nura.

Ivan menatap Nura dengan lembut.
"Ra, udah belum?" Tanya Ivan tiba-tiba. Pertanyaan yang kerap kali datang yang selalu ditujukan pada Nura.

"Masih belum Ivaaaan....!" Jawab Nura diiringi senyum manis yang membuat Ivan tak tahan ingin memiliki Nura.

"Aaaah!! Kapan dong...?" Tanya Ivan lagi. Lanjutan pertanyaan yang sama dan jawabannya selalu sama.
"Kapan-kapan, Ivaaaan" ucap Ivan yang mengikuti jawaban Nura.

Nura terkekeh.
"Pak Ivan sampe hapal ya? Wow..." ucap Nura.
"Aku kan bilang sama kamu Van, kalau kamu ada perempuan lain silahkan, jangan tunggu aku." Ucap Nura.

Atsmosfer menjadi lebih serius.
"Setidaknya kamu bisa mendispensasi masa temu, dan masa bersama kita Nura, harapannya gak terlalu besar, hanya memiliki kamu aja." Jawab Ivan di iringi senyum. Nura hanya menarik napasnya.

"Eh, rumah depan tuh rumah senior aku lho. Mau kesana gak? Aku kenal istrinya juga, pernah beberapa kali ketemu deh di acara kantor" ucap Ivan. Nura melirik ke belakang, melihat rumah di depannya.

"Gak ah, aku gak kenal.. kamu kalau mau kesana ya silahkan." Jawab Nura. Ivan berdecak.

"Mana ada kesana ketika lakinya gak ada Nura?!! Astagfirullah..." seru Ivan. Nura hanya tersenyum tanpa pedulikan apapun.
"Nuraisyah Rahman? Yuk..." ajak Ivan.

"Aduh, sumpah ya Ivan ganggu banget!! Kemana hmmm?" Tanya Nura. Sejak tadi Nura serius dengan laptopnya. Ia bekerja dimanapun walaupun hari ini ia sudah ijin tetapi saja, Nura gunakan untuk bekerja.

"Ke pelaminan mau gak?" Tanya Ivan lagi. Nura tersenyum ia menutup laptopnya.

"Yuks!! Silahkan pulang gih..." jawab Nura kemudian. Ivan berbaring di sofa sambil tersenyum. Begitupula dengan Nura yang hanya menggelengkan kepalanya saja.

Ivan yang ceria, dan suka menggoda Nura. Sikapnya yang dewasa namun sesekali ia bisa mencairkan suasana dengan sikap manja-manja menjijikannya. Nura tidak pernah mengikat Ivan untuk tetap atau terus di sampingnya, namun Ivan sendirilah yang selalu ada untuk Nura.

Ivan menyukai Nura dari awal pertemuannya. Nura yang awalnya pendiam, namun kemudian setelah beberapa bulan pendekatan membuat Ivan semakin suka dengan Nura. Sikapnya tidak pernah terbaca, sesekali ia bisa membalas sikap manis Ivan, dan sesekali pula ia tidak peduli sikap Ivan yang manis itu.

Ivan tahu, sulit baginya menembus dinding pertahanan yang di bangun Nura sejak lama. Kekecewaan yang pernah ia alami memang tidak separah orang lain yang ditinggal pas lagi sayang-sayangnya, memang bukan seperti itu. Hanya ada pertanyaan yang ia tunggu jawabannya. Mengapa ia di tinggalkan? Apa salahnya, dan mengapa harus mengambil jalan itu? Apakah tidak bisa berkata lebih baik mengingat hubungan yang terjalin dulu pun di awali dengan hal baik. Pertanyaan itu yang membuat dinding kokoh hati Nura semakin tebal dan kuat, hingga sulit di tembus.

"Seminggu lagi kayaknya aku kesini, barang-barang di cicil aja deh pindahnya, nanti Dera bantu urusin. Aku kayaknya harus ke Bali dulu buat beresin kerjaan, jadi udah gak harus ke luar kota lagi." Jawab Nura.

"Hmmm, mau aku anter gak ke Bali?" Dengan senang hati Ivan menawarkan dirinya.

"Gak usah, Ivan...."
"Aku sendiri aja, kamu ikut urusin disini. Jadi aku pulang, hanya tinggal apa gitu kesini ya..? Iya dong, bisa dong...?" Tanya Nura.

"Baik nyonya Ivander Rahman." Nura tersenyum. Ivan selalu dapat di andalkan. Nura nyaman berada di dekat Ivan, hanya saja ia tak tahu harus bagaimana menyikapi perasaannya.

MASIH ADA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang