12. Jawaban dan Alasan Umar

35 9 0
                                    



Kesepakatan telah di buat, semua di rundingkan. Tiga bulan dari sekarang, pernikahan akan di gelar. Pernikahan akan di gelar jelas di Bandung kota kelahiran Nura. Nura dan Ivan sangat menantikan hal itu.

Seminggu sudah berlalu setelah acara pertunangan. Nura dan Ivan semakin lengket saja. Mereka kini lebih sering menghabiskan waktu bersama, dulu tidak sesering ini. Nura selalu beralasan jika di ajak pergi, kini dia Ready selalu.

Seperti pagi ini, di hari libur..
Nura jogging di temani oleh Ivan. Mereka berolahraga bersama, sambil berkeliling.

"Sayang, kamu mau belanja buat bawaan nanti kapan?" Tanya Ivan yang memang siaga sekali.

"Ya ampun! Masih lama banget deh ah, aku takut gendut nanti malah gak kepake.." jawab Nura. Ivan tersenyum.

"Jaga-jaga sayang, mau beli baju malem buat-," alis mata Ivan naik dan turun seperti memberi kode-kode nakal. Nura terkekeh...

"Baju malem yang gimana ya? Aku mau pake baju kerja aja.." jawab Nura. Ivan tertawa...

"Ishh.. jangan atuh.." jawabnya. Nura terkekeh lagi.

"Jangan di bahas dulu yang gitu ih, apaan sih Ivan, malu tahu! Lagian aku gak tahu nih siap apa enggaknya." Jawab Nura yang kini berjalan kaki di temani Ivan.

"Seperti air mengalir aja ya.." jawab Ivan lagi. Nura mendorong Ivan dan berlari kembali. Ivan tersenyum, sungguh! Ivan tidak tahan.. mengapa harus menunggu sampai Tiga bulan! Satu bulan saja atau bahkan seminggu sesudah tunangan pun ia siap... sangat-sangat siap sekali.

Menahan bagi Ivan, memang sulit tapi demi cintanya pada Nura, ia tahan, ia menahan serapat mungkin. Bahkan melihat wajah Nura saja, dan melihat bagian bibir Nura saja ia sudah sangat-sangat menginginkannya. Sampai detik ini pun, tiada sentuhan bibir sekali kecupan sayang di kening Nura. Ivan akan menahan sampai hari itu tiba.

Nura sampai di rumahnya, ia berpapasan dengan Umar, namun seperti biasa, Nura tak bisa untuk menyapa Umar selayaknya teman ataupun tetangga. Nesha datang dari dalam rumah.

"Pagi..?" Sapa Nesha. Ivan datang dan mengangguk.

"Pagi juga mbak, Nesha melihat Nura dan Ivan tersenyum kepadanya.

"Mau kemana mbak? Rapi sekali.." ucap Ivan.

"Kami-," jawaban Nesha di potong. Umar kini yang menjawabnya.
"Kami akan ada perlu, biasa jalan-jalan berdua kan memang harus ya.." jawab Umar. Nura hanya tersenyum, seolah tak peduli, Nura pun pamit.

"Mari Mbak, duluan ya.." ucap Nura seraya pergi begitu saja. Nesha hanya terdiam, sedangkan Umar yang tahu bahwa melihat Nura kini adalah kesedihan bagi Nesha.

"Mari, Pak nyusul Nura.. hehe" jawab Ivan. Umar mengangguk, Ivan pun berlalu.

"Gak perlu bilang mau ke rumah sakit juga kan?" Tanya Umar. Nesha kembali diam. Kini di dalam mobil terasa hening.

"Tiga bulan lagi, Nura menikah.." Nesha tiba-tiba membahas mengenai hal sensitif itu.

"Ya, syukurlah.. ikut seneng" jawab Umar. Nesha menatap suaminya itu.

"Abang beneran seneng? Kenapa bang? Bukannya di hati abang masih ada Nura?" Tanya Nesha.

"Ada kamu, dan ada anak-anak"
"Jauh setelah hubungan aku berakhir, ada kamu mengisi hatiku, lalu ada Mahira, khalid, Yusuf, dan terakhir Medina" jawab Umar.

"Boleh tahu, kenapa abang tinggalkan Nura?" Tanya Nesha lagi. Ia bertanya lagi dan lagi, harapannya adalah Umar membuka dirinya.
"Apa benar semuanya karena aku?" Tanya Nesha.

"Benar, semua karena kamu. Jika kamu terus bertanya hal demikian, kini abang akan menjawab pertanyaan yang mulai bosan abang dengar" Nesha tersenyum.

"Lekaslah bercerita" pinta Nesha.

MASIH ADA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang