Dari arah koridor sekolah, rombongan siswi tampak lari tergesa-gesa menuju lapangan. Entah apa yang mereka bicarakan yang jelas sepanjang jalannya mulut mereka berkomat-kamit.
Bahkan, sebagian para siswa yang sedang asyik mengobrol di depan kelasnya harus menepi sejenak.
"Perasaan waktu gue tanding yang nonton gak sebanyak ini, giliran Raezar aja cewek-cewek pada heboh," celetuk Artra dengan tatapan tidak sukanya.
"Gue tau alasannya," sahut temannya.
"Kenapa?"
Terlihat tarikan nafas keluar dari teman Artra, "Gue yakin kalau dia pake pelet," jawabnya. "Tapi lo jangan kasih tau siapa-siapa Ar. Kayanya ini rahasia banget buat Raezar dan sepertinya emang dia doang yang bisa pake, buktinya mempan."
"Masa sih? Tau dari mana lo?"
"Gue lihat sendiri Ar asal lo tau, gue aja kaget."
"Serius lo?" tanyanya memastikan. "Emangnya masih jaman ya pake yang kaya gituan? Parah sih kalau emang bener Raezar pake pelet. Gak bersyukur, pantes aja cewek-cewek ngejar dia."
"Gue aja masih gak percaya."
"Emangnya lo lihat di mana? Kok lo bisa tau?" Artra mulai tertarik dengan ceritanya. Sebab, ia bisa menggagalkan rencana Raezar dengan menyebarkan berita tersebut kepada seluruh penjuru sekolah.
Fauzi tampak berpikir, bicara sensitif seperti ini harus hati-hati. Apalagi saat ini berada di koridor sekolah yang mana teman-teman kelasnya sedang ada di dekatnya.
"Dukun bukan sih Zi? Kalau kaya gitu gue harus kasih tahu cewek-cewek nih biar gak jadi korban, termasuk Hira!"
"Lo jangan bocor dulu Ar, soalnya gue juga aga kasian sama Raezar." Fauzi lebih mendekat pada Artra. "Pelanin suara lo."
"Bodo amat! Biar semua orang tahu kalau Raezar pake pelet, makanya banyak yang suka sama dia."
"Iya-iya sabar. Gara-gara lo tuh semua orang jadi pada lihat ke sini." Fauzi melirik sekitar, lalu membisikkan sesuatu ditelinga Artra.
"Rezar itu pake pelet ikan Ar."
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Hening.
"Aduh!" umpat Fauzi.
Bukannya mendapatkan ucapan terima kasih, Fauzi malah kena toyoran dari Artra. Padahal salahnya apa? Bukankah dirinya sudah berbaik hati memberikan informasi yang selama ini semua orang tanyakan?
"Kenapa gue ditoyor sih Ar?" Cebik Fauzi sambil memegang kepalanya. "Lo juga pada ngapain ketawa?" Fauzi memberi pelototan pada teman-teman kelasnya yang sedari tadi menguping pembicaraan Artra dan Fauzi.
"Kocak lo Zi, mana mungkin pelet ikan bisa bikin orang kesemsem," celetuk Kafka.
"Dari dulu otak lo gak pernah di pake." Artra jadi menyesal telah menanggapi omongan Fauzi, seharusnya ia sudah bisa menebak kemana jalan pikir temannya itu.
Kejadian seperti ini bukan sekali atau dua kali, tapi sering. Entah seperti apa cara kerja otak Fauzi, yang jelas sangat menyulitkan Artra untuk berpikir jernih.
"Jadi lo semua gak percaya?" tanya Fauzi sedikit tidak terima.
Semuanya menggeleng.
"Jadi gini, kemarin gue disuruh bokap beli pelet ikan karena stok di rumah gue udah habis. Tadinya gue gak mau beliin soalnya males, tapi ikan itu terus aja dateng dipikiran gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEDARA
Teen FictionJika aku terluka, cukup kamu salurkan virus itu untuk ku, maka aku akan sembuh dari luka itu. Sebagian orang, jika salah satu kerabatnya memiliki virus pasti yang dilakukannya adalah menghindar. Namun, untuk virus yang dimiliki Rangga adalah virus...