SDR (22) "Sempurna"

6 0 0
                                    

Sedari tadi Raezar gusar akibat Hira tidak membalas pesannya lagi. Tadi, cewek itu bilang dia akan pulang malam seperti biasanya dan dia akan pulang bareng bersama Alesya. 

Hira tidak pulang dengan keluarganya, itu artinya Raezar tidak akan berani meninggalkan Hira sendirian. Tanda bahaya selalu ada di depan matanya. 

Saat diperjalan menuju sekolah, Raezar di hadang oleh salah satu motor yang ia sudah kenali.

Shit!

Keduanya turun dari motor tersebut.

"Gue gak punya waktu banyak berurusan sama lo," tekan Raezar.

"Kalau gitu, biar keadaannya semakin singkat. Gimana kalau Hira langsung serahin ke gue?" ucap Jarvis tajam dan serius.

Raezar memukul perut Jarvis dengan keras, setelah menindih tubuhnya dengan tangan mencengkam di kerah bajunya.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

"Mau lo apa bangsat?!" ucap Raezar.

"Gue mau cewek lo, Hira."

"Anjing!" wajah Raezar memerah menahan emosinya. "Berapa kali gue bilang sama lo jangan bawa cewek gue ke dalam permusuhan ini."

Jarvis mendorong tubuh Raezar hingga tersungkur. Menatap musuhnya dengan lekat, "Kenapa? Takut Hira berpaling sama gue?"

"Lo pernah menghilangkan satu nyawa, itu artinya Hira lebih aman sama gue," sambung Jarvis.

Jarvis menarik Rangga agar berdiri. Tangannya memukul pipi kiri Rangga, lalu pindah ke perut.

Kali ini Jarvis benar-benar kesetanan, entah berapa kali pukulan yang dilayangkan Jarvis.

Pukulan itu semakin memanas.

"Lo bunuh Devan," tekan Jarvis. "Harusnya sekarang lo gak ada di dunia ini, neraka lebih cocok untuk lo!"

Bugh!

Darah segar keluar dari mulut Raezar karena pukulan Jarvis tak kalah hebatnya dari Raezar. Sedangkan sang lawan hanya diam mendengar setiap umpatan-umpatan Jarvis untuknya.

"Lo bajingan Raezar!" teriaknya. "Anjing lo!"

Bugh!

"Lo udah ngerebut semuanya dari gue!" teriak Jarvis.

Raezar tidak membalasnya, hari ini terlalu banyak pikiran yang membuatnya kekurangan tenaga untuk membalas pukulan Jarvis.

Saat ini ia mempersilahkan lawannya untuk menyerang dirinya. Hanya hari ini, tidak untuk nanti. Ia akan melawan lebih dari pukulan Jarvis hari ini.

Bugh!

Pukulan itu sebagai akhir dari pertarungan kali ini. Jarvis harus segera pergi meninggalkan Raezar, emosinya sudah diatas batas. Ia tidak mau kecolongan, seperti apa yang Raezar lakukan pada temannya.

Raezar mengatur nafasnya, menyeka darah yang keluar dari bibirnya. Untungnya Raezar masih kuat untuk berdiri, sekilas ia melirik jam tangannya. Dengan cepat ia beranjak dari tempatnya.

Menjalankan motor di atas rata-rata sudah biasa Raezar lakukan. Apalagi setelah kejadian tadi membuatnya semakin khawatir pada satu orang yang ingin segera Raezar temui. 

Lajunya terhenti pada halte sekolah. Di sana ada seorang cewek sedang duduk sendirian sembari memainkan ponselnya.

Raezar membuka kaca helmnya, "Hira mana?"

SEDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang