SDR (15) "Deep Talk 1"

19 1 0
                                    

Bel istirahat berbunyi membuat seluruh siswa berhamburan keluar kelas, sedangkan Alesya harus menghapus papan tulis terlebih dahulu karena hari ini ia sedang piket.

"Al, kenapa lo hapus dulu sih materinya?! Gue kan belum selesai!"

Alesya tersentak dengan teriakan marah itu, "Poppy." Hanya itu yang keluar dari mulut Alesya, sebab ia sendiri kaget kenapa Poppy menyentak dirinya. 

Padahal ini cuma masalah sepele, tapi wajah Poppy menggambarkan kekesalan di sana. Bahkan, Alesya bisa melihat sendiri kalau Shafa dan Hira hanya diam. 

"Sorry gue gak tau, lo bisa lihat catetan gue," jawab Alesya.

"Nggak ah males!" Poppy langsung keluar dari kelasnya. Shafa melirik Hira yang langsung diangguki olehnya. 

Shafa mengejar Poppy keluar.

Alesya terdiam, dirinya benar-benar bingung dengan situasi seperti ini. Apalagi Poppy teman sebangkunya, teman barunya, ia merasa tidak enak. 

Tiba-tiba Hira menghampirinya, "Al, maafin Poppy ya? Dia orangnya emang gitu kalau ada yang dia gak suka." 

"Bahkan ke gue pun dia begitu," sambung Hira. "Nanti juga dia biasa lagi, dia gak mungkin bener- bener marah sama lo."

Alesya menaikan satu alisnya. Begitukah sifat Poppy? Alesya baru mengetahuinya. Baru kaya gitu aja membuat Alesya kena mental, tidak biasanya Alesya dimarahi seperti ini.

Untung Alesya orangnya sabar.

Hira mengusap lengan Alesya, "Gue tau pasti lo syok banget, tapi gapapa gak usah dipikirin." 

Alesya berusaha tersenyum.

"Lo gak marah kan sama Poppy? Maaf ya Al, Poppy emang kaya gitu."

"Iya gapapa kok, gue cuma kaget aja."

"Yaudah sekarang mau ke ikut gue ke kantin?" tanya Hira.

"Nggak deh, gue belum laper. Nanti aja nunggu istirahat kedua."

"Kalau gitu gue temenin."

"Gak usah Ra, lo pasti laper. Ke kantin aja, gue gapapa beneran."

Hira menggeleng, "Nggak ah, gue juga masih pengen di kelas. Belum terlalu lapar juga."

Mau gimana lagi, Alesya juga tidak memaksa. Lama terdiam dari pikirannya masing-masing. Akhirnya Hira kembali bersuara.

"Al?" panggil Hira memecahkan keheningan.

"Iya Ra?"

"Jadi gak dengerin cerita gue?" ucapan Hira membuat Alesya menghentikan aktivitasnya dan menyimpan penghapus itu ke tempat semula.

Alesya membalikan badannya, "I-iya boleh." 

Karena menyetujuinya, Alesya menghampiri Hira dan duduk disebelahnya.

"Tapi gue bingung harus cerita dari mana ya?" 

Alesya terkekeh, "Lo cerita dulu aja, gue bakal dengerin. Gue gak akan komentar selama cerita lo belum selesai."

"Oke." Hira tersenyum.

Sebelum Hira bercerita, diam-diam Alesya menarik nafasnya. Ia harus siap dengan konsekuensinya. Bahagia atau menyedihkan sekali pun Alesya harus siap mendengarnya.

Tapi Alesya berharap apa yang diceritakannya itu menabur kebahagiaan.

"Sebelum mengenal Aezar gue punya pacar." Hira menoleh ke samping, Alesya. "Dia baik, perhatian, romantis, dan lembut."

Menarik nafas, menatap langit-langit membayangkan kejadian beberapa tahun lalu, "Gue pacaran sama dia cukup lama. Gak ada yang tahu tentang hubungan gue sama dia."

SEDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang