SDR (13) "Pilih satu atau dua?"

18 1 1
                                    

Jari Alesya bergerak lincah di atas laptopnya. Alih-alih menemukan ide, Alesya malah memikirkan seseorang yang selalu terlintas dalam pikirannya.

Alesya resah, mengapa Fairel selalu muncul dalam benaknya? Mengingat kejadian beberapa hari lalu, di mana Alesya memutuskan Fairel untuk menjadi aktor dalam teater, ia merasa tindakan tersebut sama sekali bukan mencerminkan bahwa itu dirinya. 

Alesya tidak pernah menyuarakan isi hatinya. Hanya karena Fairel Alesya bisa senekat ini. Apalagi lawan bicaranya adalah seorang cowok, Izam.

"Sumpah gue berlebihan banget gak sih?" Alesya merutuki dirinya sendiri.

"Tapi gue bener-bener gak mau kehilangan Fairel untuk kedua kalinya."

"Kok gue aneh banget sih? Dari SMP gak pernah berubah selalu mikirin Fairel, padahal gue gak suka sama dia."

Sekilas bayangan beberapa tahun lalu muncul dibenaknya. Alesya terdiam, memikirkan sesuatu yang entah kapan bayangan itu akan hilang. Sampai dimana seseorang menyadarkan lamunannya.

"Aleysa, Mamah tau ya apa yang kamu kerjakan itu bukan tugas sekolah."

Alesya terperanjat, "Mamah?"

"Mamah kan udah bilang jangan dulu nuli cerita pendek gitu apa susahnya sih? Udah kelas dua belas bukannya fokus belajar."

"Ini bukan cerpen Mah. Alesya ikut teater di sekolah jadi harus buat naskahnya."

"Apalagi lagi teater, itu kamu punya tanggung jawab yang besar. Tugas kamu dibagi dua, apa bisa ngebagi waktunya? Nanti kamu nyesel lagi kalau nilai sekolah jelek."

"Iya Mah, maaf."

"Yaudah cepet beresin dan tidur."

"Iya," jawab Alesya.

Alesya mematikan laptopnya, lalu merebahkan tubuhnya di kasur. Sebenarnya Alesya keberatan jika harus berhenti karena ia sangat menyukai aktivitasnya. 

Tapi mau bagaimana pun Alesya harus nurut. Memang, seharusnya Alesya harus sudah fokus belajar, tapi ia tidak bisa meninggalkan teater. Alesya ingin mencari pengalaman dan mewujudkan tujuannya sampai lulus sekilah nanti.

Ting!

"Kesya? Ada apa nih tumben." Alesya melihat room chatnya.

Kesya

Al, sini temenin gue.

Alesya

Kenapa lo banyak pikiran?
Terus minta gue buat temenin lo cerita?

Kesya

Kok Tau? Gak seru ah.

Alesya

Di mana?

Kesya

Kafe.

Alesya melirik jam dindingnya, lalu kembali fokus pada ponselnya.

Alesya

Gue izin dulu ya.

Kesya

Oke.

*****

Dengan segala macam bujukan akhirnya Alesya diijinkan oleh mamahnya untuk keluar dnegan syarat tidak boleh lebih dari jam 10 malam.

SEDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang