Part 14

97.9K 3.7K 53
                                    

MAAF BANGET KALO UPLOADNYA LAMA DAN SEDIKIT >_<

***


Dengan tergesa-gesa aku berjalan keluar dari gedung apartement. Taksi yang ku pesan sudah menunggu dengan manis saat aku tiba di pintu keluar. Hari ini aku memutuskan untuk naik taksi saja ke kantor, kepalaku masih terasa sedikit berdenyut-denyut. Padahal aku sadah minum obat, tapi tetap saja kepalaku terasa berat. Untung saja jalanan tidak macet, walaupun sedikit padat, sehingga dalam dua puluh menit taksi yang kunaiki sudah mulai memasuki area kantor.

                “Tungguuu!!!” refleks kata-kata itu keluar dari mulutku, ketika melihat pintu lift yang hampir tertutup. Untung saja, pintu lift kembali terbuka. Ku tekan tombol 25.

                “Telat Rin?” aku menoleh pada asal suara, ternyata itu Rike salah satu staff keuangan disini.

                “hehe... iya nih, padahal nanti siang ada pertemuan penting.” Jelasku pada Rike, sementara dia hanya manggut-manggut saja.

                Ting... pintu lift terbuka, tombol 19 yang tadinya berwarna merah, kini warnannya sudah kembali normal.

                “oke, kalo gitu aku duluan ya.”

                “oke.. dah...”

                Setelah Rike dan beberapa staff lain keluar dari lift, sekarang tinggal aku sendirian di sini. Ku buka lagi map-map yang ku bawa, memastikan kembali isinya.

                “Well, udah lengkap.” Kataku puas.

                Ting... pintu lift terbuka. Cepat-cepat kulangkahkan kakiku keluar dari lift.

***

                “Kok ke sini sih Mike?” aku menatap Mike bingung. Kami sudah hampir terlambat mengahadiri pertemuan penting untuk proyek terbaru perusahaan. Tapi mobil yang dikendarai Mike bukannya melaju menuju tempat pertemuan, tapi malah memasuki salah satu hotel bintang lima ternama di Jakarta.

                “Loh.. emang aku belum bilang ya?” bukannya menjawab pertanyaanku, Mike malah balik bertanya.

                “Bilang apa?” Aku sedikit meninggikan suaraku, karena Mike sudah turun dari mobil, akhirnya mau tidak mau, aku mengikutinya juga.

                “Tempat pertemuan kita di ubah.” jawabnya cuek.

                “Loh? Kok aku sama sekali ga tau sih?” tanyaku sambil kembali memeriksa bahan-bahan untuk pertemuan kali ini. Bagaimanapun ini adalah salah satu pertemuan penting bagi perusahaan, khusunya bagi Mike. Aku ingin semuanya sudah di persiapkan dengan sempurna.

                Brukk...

                Kurasakan hidungku menabrak sekumpulan daging berotot, yang ternyata adalah punggung Mike.

                “Aduhh... kamu nih kenapa sih? Berenti kok tiba-tiba? Hidungku sakit nih” Kuusap-usap hidungku yang lumayan sakit.

                “Makannya, kamu tuh kalo jalan liat kedepan. Masa aku yang segede gini kamu tabrak juga.” Bukannya prihatin, Mike malah menyentil hidungku dengan jari tengahnya, memang tidak terasa sakit sih.

                “Kok jadi aku yang salah sih, kamu tuh yang berenti tiba-tiba.” Aku memanyunkan bibirku sedikit.

                Mike masih berdiri di depanku, matanya berbinar-binar nakal, seperti anak kecil yang baru saja di berikan mainan baru oleh orang tuannya. Dengan cepat Mike menarik tubuhku kearahnya.

                “Apa sih!!” ujarku sedikit kesal, aku mencoba mundur beberapa langkah, tapi Mike malah menahan bahuku.

                “Sssttt!! Ada Dave tuh, dia lagi merhatiin kita dari tadi.” kata Mike di dekat telingaku. Dave? Sedang apa Dave di sini? “Jangan!!” Mike menangkup kedua pipiku, saat aku dengan refleks ingin mencari sosok Dave “aku pengen tau gimana reaksinya.....” aku menatap Mike bingung, dan sekali lagi, senyum itu mengembang di bibir Mike, senyum yang selalu datang bersamaan dengan ie-ide gilanya “setelah dia liat ini....” tiba-tiba saja Mike sudah mengecup pipi kananku. Aku hanya bisa berdiri mematung, syok dengan kegilaan Mike. Bukan kegilaannya karena Mike mencium pipiku, bagiku dan Mike mencium pipi bukanlah hal yang aneh lagi, kami sudah sering melakukannya semenjak kecil, maklum kami sudah seperti saudara sendiri. Tapi aku syok karena kali ini Mike secara tidak langsung mencium pipiku di depan Dave yang notabennya tidak mengentahui hubunganku dengan Mike.

                “Mikeee....” aku mendesisi kearahnya. Sementara Mike malah tertawa dengan wajah tanpa dosa.

                “Hahahaha... dia masih merhatiin kita tuh, gimana kalo aku panggil... DAAVVVEEEE.” Mike memanggil Dave dengan semangat 45, tangan Mike sedikit terangkat untuk memberikan sapaan.

                Aku membalikan badan dan menemukan sosok Dave. Dia berdiri di samping mobilnya. Dari tempatku berdiri, aku bisa merasakan Dave menatap tajam ke arahku dan Mike. Aku sedikit merinding melihat tatapannya. Tatapannya berbeda. Terkesan dingin dan memendam kemarahan. Karena terlalu terpaku pada Dave, aku hampir tidak menyadari keberadaan wanita di sampinya. Di sampingnya berdiri seorang wanita menggunakan blazer biru. Aku mengenal wanita itu, dia Santi, sekretaris Dave, kami pernah bertemu beberapa kali, selain karena profesi kami sama, juga karena aku pernah beberapa kami datang ke kantor Dave.

                Aku hanya bisa berdiri mematung di tempatku ketika Dave dan Santi mulai berjalan kearahku.

                “Hai...” Sapa Santi.

                “Hai...” Mike membalas sapaan Santi, sementara aku, hanya bisa tersenyum kaku. Perhatiannku terus terfokus pada boss Santi, tiba-tiba saja aku merasakan ada seseorang yang menggenggam tanganku. Ternyata Mike, dia tersenyum kearahku.

                “Masuk yu...” Mike menarik tanganku agar aku mengikuti langkahnya. Dengan sedikit bingung, akhirnya aku pasrah saja ditarik Mike. Di belakang Dave dan Santi berjalan mengikuti kami.

***

White LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang