part 24

79.3K 3.4K 64
                                    

Hai semuanya...

Maaf ya, cerita ini lama banget ga di upload.

Seriusan deh saya ga ada maksud sama sekali buat nelantarin cerita ini.

Sebenernya saya udah bikin lanjutannya dan tinggal di upload, cumaaaa... karena netbook saya keburu di bawa pergi sama maling jadinya... saya harus buat dari awal lagi T-T

Dan, makasih banget buat kalian yang udah setia nunggu lanjutan cerita ini. Part selanjutnya bakal saya usahain cepet yaa :D

Pengumuman yang paling penting, mungkin WL ini tinggal beberapa part lagi, antara 4 atau 5 part. Jadi mohon do'anya supaya ga ada hambatan buat nyelesaiin cerita ini yaa...

*peluk dan cium dari indrii*

O iya, di tunggu kritik dan sarannya jugaa :)

***

Dave POV

Sudah seminggu semenjak kejadian pingsannya Karin. Sejak hari itu, aku dan Mike selalu bergantian mengawasinya. Walaupun seminggu ini tak ada tanda-tanda akan kemuncula Raffa di sekitar Karin, kami berdua memutuskan untuk tetap waspada.

Memnag Karin sendiri sempat beberapa kali memprotes sikapku dan Mike yang menurutnya sangat berlebihan. Namun setelah kami bujuk sedikit, akhirnya Karin hanya bisa menurut.

Walaupun sedikit terlambat, akhirnya aku menyadari juga bahwa aku benar-benar mencintai Karin. Jadi tidak ada salahnyakan jika aku tidak ingin melihatnya terluka.

“Dave... coba yang ini.” Aku membuka mulut ketika Karin menyodorkan sepotong kue.

“Bagaimana?” Tanyanya penuh harap.

“Hmm... rasanya sedikit asin, kamu tidak salah membedakan antara gula dan garamkan?” Aku sungguh-sungguh dengan ucapanku. Kue yang Karin berikan ini sedikit asin. Ah, tidak, maksudku sangat asin. Tapi karena tidak ingin menyinggung perasaannya, akhirnya aku menelatkue itu dengan susah payah.

“Yang benar, rasanya tadi aku memasukkan gula.” Lalu karin memakan sedikit kuenya, dan dalam hitungan beberapa detik, Karin langsung berlari ke dalam. Dari tempatku duduk, aku bisa melihat Karin masuk ke dalam kamar mandi dan membanting pintunya.

“SEPERTINYA TADI AKU MEMASUKKAN GARAM.” Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar teriakan Karin. Ingatkan aku untuk mendaftarkan Karin ke kelas memasak nanti.

***

“Nah sekarang sudah selesai.” Aku tersenyumpuas melihat hasil karyaku. Sementara Karin berdiri di sampingku dengan wajah ditekuk.

“Apa harus seperti itu?” Tanya Karin lemas.

“Tentu saja sayang, lagi pula ini untuk menjaga kesehatan indra perasa kita bukan? Jadi dengan begini kamu tidak akan salah lagi jika harus membedakan garam dan gula.” Kataku sambil menyodorkan dua buah toples yangmasing-masing telah di beri label ‘garam’ dan ‘gula’.

White LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang