YEAYY!! Akhirnya setelah hampir 2 tahun cerita ini selesai haha...
Percaya ga percaya ini cerita pertama saya lohh, tapi malah beresanya belakangan L
Makasih banget buat semua readers yang udah baca cerita ini, udah ngasih vote dan commenya dengan ikhlas. Maaf ya kalo updatenya lama banget, maaf juga kalau ada isi cerita yang kurang berkenan di hati readers. Saya tau erita ini banyak banget kekurangannya tapi saya tetep berharap semoga cerita ini ga mengecewakan yaaa..
Happy reading guys!
Saya minta hadian terakhir dari kalian buat cerita ini dong, tolong tulis kesan pesan kalian tentang cerita ini di kolom koment yaa J
***
"Mereka sudah pulang." Aku sedikit terkejut mendapati Dave yang berdiri dibelakangku.
"Oh begitu." Aku bingung harus bereaksi seperti apa sekarang, terlebih bila mengingat pelukan yang keberikan pada Raffa tadi. Aku yakin seratus persen Dave dan Mike melihat kejadian itu. Aku berani bersumpah, pelukan yang kuberikan tadi murni refleks dan tak ada perasaan apapun di dalamnya, hanya sebatas pelukan antar teman. "Pe-pelukan tadi.."
"Ga usah di jelasin, aku ngerti kok." Kata Dave sambil menarikku ke dalam pelukannya.
"Setelah mendengar penjelasan Raffa yang sebenarnya, sekarang bagaimana perasaanmu padanya?"
"Maksudmu?" Aku sedikit mendorong tubuh Dave agar bisa menatap wajahnya, tapi tubuhnya tidak bergeming sedikitpun.
"Biarkan saja seperti ini." Hanya itu yang diakan katakan. "Setelah mendengar penjelasan Raffa apa perasaanmu yang dulu padanya kembali muncul?" Aku tak bisa menahan senyumku saat mengerti arah pembicaraan Dave.
"Kamu cemburu!"
"Tentu saja, pria mana yang tidak cemburu melihat kekasihnya memeluk pria lain apa lagi di depan matanya." Mendengar kata-katanya tawaku pecah seketika.
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan, jika aku kembali menyukai Raffa?" Sekali lagi aku berusaha mendorong tubuh Dave, dan berhasil. Aku menatap matanya dengan serius. "Jika perasaanku pada Raffa benar-benar kembali, apa kamu mau melepasku?" Terjadi jeda selama beberapa saat. Hatiku meloncat ke sana kemari saking gugupnya mengunggu jawaban Dave.
"Tentu saja aku akan melepaskanmu." Aku tertegun mendengar jawabannya. Kutatap matanya menjadi kebohongan disana, tapi tidak ada. Aku masih terpaku ketika Dave kembali menarikku dalam pelukannya. Seluruh bulu kudukku merinding ketika dia mengucapkan kalimat itu. "Aku akan melepasmu, tapi aku juga akan merebutmu kembali, tidak peduli dengan cara apapun, aku akan kembali menangkap hatimu dan setelah berhasil, aku tidak akan pernah membiarkan hatimu berpaling dariku lagi." Tubuhku yang sempat tegang langsung rileks mendengar kalimat itu. "Jadi, katakan padaku, bagaimana perasaanku pada Raffa sekarang."
Aku memeluk Dave samakin erat sebelum berkata. "Perasaanku pada Raffa hanya sebatas teman, tidak lebih."
"Syukurlah." Aku bisa merasakan tubuh Dave ikut merileks. "Kalau begitu maukah kamu menerimah sesuatu dariku?"
"Menerima apa?" Aku sedikit tidak rela saat Dave melepaskan pelukan kami.
Melihat senyum di wajah Dave, membuatku curiga padanya. Lalu Dave mengelurkan sesuatu dari kantung celananya. "Karin, will you marry me?" Dan saat itu juga bisa di bilang aku melemparkan tubuhku ke arah Dave. Mungkin karena tidak mengantisipasi sekarangku yang mendadak, akhirnya kami berdua jatuh ke lantai berasama-sama. Aku tidak merasakan sakit apapun, karena Dave tetap berada di bawahku.
"Bisa kuartikan ini sebagai persetujuan?" Tanya Dave ketika kami masih dalam posisi semula.
"Ya aku mau." Dan kami tertawa bersama-sama.
***
Satu bulan kemudian...
"Yakin belok ke sini?" Tanyaku pada Dave yang masih sibuk pada jalanan.
"Iya sayang, tuh yang plangnya warna merah." Setelah memarkirkan mobil kami Dave menggandengku untuk masuk ke dalam.
Jika kalian semua penasaran, akanku berikan sedikit bocoran. Sekarang kami berdua sedang berada di salah satu kantor WO paling terkeal di Jakarta. Jangan tanya dari mana kami mendapatkan alamat WO ini, karena aku sendiripun tidak tahu pasti, saking banyaknya yang menyarankan kami menggunkan WO ini kali ya, jadi aku lupa siapa yang pertama kali menyarankannya.
Hanya berseling dua minggu dari hari aku menerima lamaran Dave, keluarga besar kami langsung memutuskan untuk melakukan acara keluarga. Terutama bunda Dave, katanya sih tidak sabar melihat anak laki-lakinya menikah.
Aku sangat bersyukur baik keluar besarku maupun keluarga besar Dave sama-sama membuka tangan lebar-lebar untuk kami. Ya, walaupun aku juga tidak perfikiran akan ada drama-drama seperti adanya sanak saudara yang tidak setuju atau sebagainya.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang resepsionis melihat ke datangan kami.
"Kami ingin bertemu dengan Ibu Fika." Jawab Dave kalem.
"Telah membuat janji terlabih dahulu?"
Belum sempat aku ataupun Dave menjawab sudah terdengar suara itu terlebih dahulu. "Kaliaaan pastii Dave sama Karin yaaa... huaa kalian berdua kelihatan serasii sekaliii. Kenalankaaann nama saya Fika. Ahhh sepertinya tidak enak jika berbicara sambil berdiri seperti iniii. Ayo lebih baik kita msuk ke ruangan sayaa." Walaupun semat syok mendapat sambutan yang sedikit diluar perkiraan kami aku dan Dave tetap mengikuti wanita bernama Fika itu.
"Ayooo duduk, anggap aja kantor sendiri yaaa." Awalnya aku mengira karena ini Wo yag sangat terkenal, kami akan berhadapan dengan tipe orang-orang kaku, tapi sepertinya aku salah, jika dilihat dari gelagatnya, sepertinya wanita bernama Fika ini sangat jauh dari kata kaku.
"Kalian capee yaaa abis perjalanan jauh, tunggu sebentar yaa biar saya suruh Ella ambilkan minum. Kalian mau minum apa? Yang dingin atau yang hanya? Ah pasti yang dinginkan, cuaca sedang panas seperti ini pasti enak minum yang dingin-dingin." Lalu wanita itu menelepon seseorang yang sepertinya bernama Ella dan menyuruhnya membawakan kami minuman.
"Okeee baiklah, konsep pernikahan apa yang kalian berdua inginkan?" Aku tersenyum dalam hati, sepertinya bekerjasama dengan wanita ini akan menyenangkan. Dan aku optimis pesta pernikahanku dan Dave akan menjadi pesta yang tidak bisa dilupan baik oleh kami berdua dan para tamu.
Aku mengalihkan pansanganku pada Dave yang ternyata sedang memandangku juga. Dari tatapan matanya aku tahu, dia mempunyai pikiran yang sama denganku.
"Sepertinya kita tidak salah memilih WO." Itu yang terakhir dibisikkannya padaku sebelum kami larut dalam pembicaraan mengenai konsep pernikahan kami.
***
Jangan lupa tulis kesan pesan kalian tentang cerita ini di kolom komen yaa J
Dan buat kalian yang mau baca cerita tentang WO Karin dan Dave yang bawel itu silahkan buka profil saya dan cari 'belahan jiwa-Sequel Fika!!'

KAMU SEDANG MEMBACA
White Love
RomantizmAku berdiri di sampingmu, namun... kau tak pernah melihatku. Aku selalu bersamamu, namun... bagimu aku hanya angin lalu. Kalau begitu... Aku akan berdiri di hadapanmu, agar kau dapat melihatku dan aku akan sedikit menjauh darimu, agar kau tak mengan...