"Dave? Apa maksudnya ini?" Aku berusaha menahan suaraku agar tidak menjerit.
"Mike! Sebenarnya apa yang kalian berdua rencanakan?" Aku berusaha menahan tubuhku agar berdiri tegak. Rasanya sulit sekali berdiri tegak di atas kedua kaki yang gemetar.
"Karin." Aku membiarkan saja ketika Dave menyandarkan tubuhku ke tubuhnya berusaha membuatku berdiri tegak.
"Dave apa ini? Kenapa dia ada di sini?" Dengan sekuat tenaga aku berusaha menahan tangis hampir saja pecah.
"Ssttt tenanglah dulu." Aku menurut saja ketika Dave membawaku ke sofa lalu mendudukanku di sana. "Jangan takut ada aku disini."
Akhirnya ketika kurasakan tubuhku mulai rileks, aku berani menatap pria itu. Pria yang sekarang sedang berdiri. Wajahnya lebam dimana-mana, pertanda bahwa dia telah dipukuli habis-habisan, walaupun begitu, tidak ada sedikitpun perasaan iba melihat semua lukanya.
"Aku... aku tidak mengerti Dave, apa maksud kalian membawanya ke sini?"
"Karin, aku mengerti kemarahanmu, apa lagi mengingat apa yang telah dia lakukan dulu tap-"
"Kalau kalian mengerti kenapa masih membawanya ke sini." Aku tahu harusnya aku tidak berteriak seperti ini pada Dave. Hanya saja pikiranku sedang kacau. Bagaimana bisa Dave dan Mike membawa orang itu kehadapanku.
Aku hanya diam ketika Dave menggenggam tanganku dengan tangannya yang hangat. "Aku tahu masih ada urusan yang belum selesai di antara kalian-"
"Tidak! tidak ada lagi urusan apapun di antara kami." Kataku keras kepala.
"Karin, sampai kapan kalian berdua mau seperti ini? Lagi pula kamu tidak ingin mendengar alasannya mengganggumu selama ini?"
Aku tersdiam mengdengar pertanyaan Dave. Sebenarnya aku juga ingin tahu apa kesalahanku hingga Raffa begitu tega menganggu ketenanganku selama ini, tapi aku tetap takut jika akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan saat aku bersamanya.
"Aku janji, dia tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Ingatlah aku dan Mike ada di sini menjagamu." Kata Dave yang seolah-olah bisa membaca isi hatiku.
Akhirnya aku menyetujui untuk berbicara hanya berdua saja dengan Raffa. Entahlah keputusanku ini sudah tetap atau malah menambah masalah baru. Tapi semoga saja setelah malam ini semuanya akan selesai.
Dan akhirnya disinilahkami berdua. Duduk di balkon apartemen Dave, sementara Dave dan Mike duduk manis di ruang tv.
Entah sudah berapa lama aku dan Raffa terdiam mengamati lampu-lapmpu kota Jakarta. Aku sendiri enggan untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu.
Mungkin dulu aku pernah menyukai pria di sampingku ini. Beragan-angan untuk menikah dengannya dan memiliki keluarga bahagia. Tapi semua anganku hancur begitu saja ketika mengetahui tujuan sebenarnya dia mendekatiku. Di tambah lagi kejadian 'malam itu' seandainya Mike tidak datang, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padaku selanjutnya. Lalu setelah kejadian itu menghilang bagai ditelan bumi. Memang tak dapat dipungkiri bahwa Mike memiliki andil besar atas menghilangnya Raffa.
Dan kini, dia datang kembali.
"Maaf." Tubuhku membeku mendegar suaranya. "Maaf untuk semua yang telahku lakukan selama ini." Aku memejamkan mataku menahan gejolak yang tiba-tiba melanda.
"Mungkin hubungan kita memang diawali dengan cara yang salah dari pihakku, namun semakin lama aku mengenalmu tanpa sadar rasa cinta itu mulai tumbuh. Dengan sekuat tenaga aku berusaha menghilangkan perasaanku padamu dan tetap menjalankan rencanaku seperti semula. Aku memang berhasil mencuri ide perusahaan kalian, tapi ternyata kamu dan Mike tetap memenangkan proyek waktu itu. Setelah kejadian itu aku hancur. Bukan hancur karena gagal dalam proyek tapi hancur karena kau sama sekali tidak mau menemuiku lagi, aku sungguh-sunggu menyesal setelah kejadian itu. Dengan segala cara aku berusaha menemuimu tapi selalu gagal. Mike benar-benar berhasil membuatmu berada di luar jangkauanku." Dalam diam aku berusaha mencerna kata-katanya.
"Hingga... hingga akhirnya aku khilaf dan malah menculikmu. Sungguh yang aku inginkan waktu itu hanya berbicara dan meminta maaf tapi belum sempat aku melakukannya, MIke sudah berhasil membawamu." Hening beberapa saat sebelum Raffa melanjutkan, "setelah kejadian itu aku tetap berusaha untuk mencarimu, tapi kamu malah semakin tak terjangkau sampai suatu hari Mike datang menumuiku dan menjeritakan bagaimana kasus penculikan itu menimbulkan trauma yang mendalam bagimu. Saat itu aku benar-benar menyadari sudah tidak ada lagi kesempatanku untukku bersamamu. Tidak ada lagi kesempatan untuk meminta maaf dan mengatakan bahwa... aku benar-benar mencintaimu." Walau ingin kupungkiri, tapi aku bisa melihat perasaan terluka dari sorot mata Raffa.
Jadi, selama ini dia benar-benar mencintaiku?
Semua hal yang kuanggap teror darinya adalah usahanya untuk meminta maaf padaku?
Tapi jika dia mencintaiku, kenapa dia masih saja menggangguku saat aku sudah bahagia dengan Dave.
"Lalu kenapa kamu masih menggangguku saat aku sudah bahagia bersama Dave?"
Raffa tersenyum, senyum yang dulu mampu membangkitkan getar-getar dihatiku, membuatku tak bisa tidur semalaman karena merindukan senyum itu. Namun kini tidak ada lagi getar-getar itu, kini senyum ini hanya sebatas bahwa aku bisa mempercayai kata-katanya.
"Setelah sekian lama aku sendiri tidak percaya kita bisa bertemu lagi di acara pelelangan waktu itu. Kamu terlihat tidak nyaman beridir di atas panggung itu hingga akhirnya aku hanya ingin menyelamatkanmu saja. Setelah membayarkan uang lelang, aku sama sekali tidak bermaksud menerobos masuk dalam kehidupanmu. Tapi saat aku menawar kamu terlihat tidak biasa, wajahmu pucat bahkan aku bisa melihat tubuhmu gemetar. Tapi ketika Dave mengajukan tawaran baru, bajahmu terlihat lega seolah-olah kamu baru saja lolos dari jurang kematian, oleh karena itu aku diam saja dan membiarkan Dave menang diacara pelelangan waktu itu. Setidaknya kamu tidak perlu lagi ketakukan karena bukan aku yang membawamu pergi. Jujur awalnya aku memang tidak tenang memikirkan kamu pergi bersama Dave. Bagaimanapun reputasinya tidak begitu baik bila dihubungkan dengan wanita. Hingga suatu hari orangku memberitahu bahwa hubunganmu dengan Dave semakin jauh. Aku hanya tidak ingin kau terluka untuk kedua kalinya, jadi aku mulai melakukan aksi teror itu berharap kau mau menjauhi Dave, tapi sepertinya percuma saja kalian malah semakin dekat. Jadi aku merubah rencanaku, aku mulai mengirimkan pesan-pesan aneh pada Dave berharap dia tak tahan dan akhirnya meninggalkanmu sebelum kamu terluka."
Tanpaku sadarai cairan bening itu sudah mengalir di pipiku. Jadi selama ini Raffa tidak bermaksud menyakitiku. Dia hanya ingin melindungiku agar aku tidak terluka untuk kedua kalinya.
"Yah aku memang bodoh, aku sama sekali tidak memikirkan kemungkinan bahwa Dave sungguh-sungguh mencintaimu."
Aku terpaku melihat cairan bening yang takkusangka akan ikut mengalir di wajah Raffa.
"Maafkan aku membuatmu menderita selama ini. Mungkin cara yang kugunakan untuk mengajakmu bicara dan melindungimu memang salah hingga malah membuatmu semakin menderita seperti ini. Sekali lagi aku benar-benar minta maaf. Aku berharap setelah ini kita bisa memulai semuanya dari awal, mungkin kita bisa mulai berteman seperti awal pertemuan kita dulu."
"Ya, ya mungkin kita bisa kembali berteman." Aku sungguh-sunggu bisa merasakan ketulusan dari sotot mata Raffa walau tak kupungkiri ada keterkejutan saat dia mendengar jawabanku.
"Kamu... kamu serius?"
Aku mengangguk mantap.
"Terimakasih dan sekali lagi maaf karena pernah menyakitimu."
"Harusnya aku yang berterimakasih. Terimakasih karena sudah mencintaiku." Lalu aku menarik Raffa dalam pelukkanku.
***
Satu part lagi ya guys dan White Love bakal tamat.
Di tunggu komennya yaaa :D Menurut kalian Raffa gimana?

KAMU SEDANG MEMBACA
White Love
RomanceAku berdiri di sampingmu, namun... kau tak pernah melihatku. Aku selalu bersamamu, namun... bagimu aku hanya angin lalu. Kalau begitu... Aku akan berdiri di hadapanmu, agar kau dapat melihatku dan aku akan sedikit menjauh darimu, agar kau tak mengan...