Part 21

81.3K 3.6K 58
                                    

Maaf lama ga upload cerita ini *bow*

Semoga kalian masih tetep suka yaaa :D

Dan mungkin cuma tinggal beberapa part lagi sampai cerita ini tamat hehehe...

Jangan lupa di tunggu kritik dan sarannya yaaa :D

*peluk dan cium dari indrii*

Dave POV

                Aku memandang Mike dengan serius. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba saja Mike ingin bertemu dengnku siang ini. Rasa penasaranku semakin bertambah ketika Mike memintaku untuk menyembunyikan pertemua kami pada Karin.

                “Aku tidak mengira Karin akan menceritakan masalah Raffa padamu.” Aku mengerutkan kening mendengar nada suara Mike yang terdengar... marah? Well, aku bisa mengerti, mungkin saja dia masih tidak bisa memaafkan Raffa yang sengaja menggunakan Karin untuk melakukan niat jahatnya. Jangankan Mike yang mengenal Raffa, aku saja yang hanya mendengar cerita dari Karin ingin sekali menggantung kepala pria itu.

                “Mungkin karena dia percaya padaku?” Entah mengapa, aku ingin menunjukkan pada pria di hadapanku ini bahwa hubunganku dengan Karin bukan hanya sebatas teman sekarang. Ada sebuah ikatan yang membelengu kami berdua.

                “Dave, aku ingin bertanya satu hal padamu.” Aku merasakan sesuatu yang tidak beres ketika menyadari nada suara Mike yang semalin lama semakin terdengar serius.

                “Bertanya apa?”

                “Apa kamu mencintai Karin?” Dari beribu-ribu pertanyaan yang ada, aku tidak menyangka Mike akan menanyakan hal itu. Sepertinya tidak ada salahnya mengakui perasaanku pada Karin di depan Mike. Toh, itu sama sekali tidak merugikanku.

                “Ya, aku mencintainya.”

                “Sebesar apa kau mencintainya?” Aku kembali mengerutkan kening mendengar pertanyaan Mike. Apakan ini semacam introgasi?

                “Maksudmu?”

                Aku merasakan tubuh Mike tiba-tiba menjadi tegang. “Tolong jawab saja, sebesar apa cintamu pada Karin? Apakah kamu akan melamarnya?” Pertanyaan itu terlalu terang-terangan bagiku. Memang tadi malam aku sudah memikirkan untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan karin. Tapi aku masih mengunggu waktu yang tepat untuk menyatakan perasaanku padanya.

                “Aku memang mempunyai pikiran ke arah itu.” Akhirnya aku mejawab apa yang ada dalam ahtiku. Aku bisa merasakan tubuh Mike kembali rileks sedikit.

                “Ada sesuatu yang ingin ku beritahu padamu. Ini mengenai Raffa dan Karin...” Mike berhenti sebentar untuk emanarik napas. “Karin pasti sudah bercerita apa tujuan utama Raffa mendekatinya?” Aku hanya mengagguk menjawab pertanyaan Mike.

                “Setelah semuanya terungkap, aku berusaha keras untuk menjauhkan Karin dari jangkauan Raffa. Dan untuk beberapa lama rencana itu berhasil, tapi sayang sepertinya Raffa bukan orang yang mudah menyerah, setelalah beberapa minggu Karin menjalani hidupnya yang tenang kembali, teror itu mulai berdatangan. Mulai dari rangkaian-rangkaian bunga yang dikirimkan ke kantorku dengan catatan bertinta darah. Karin memang sempat syok, tapi setelah aku menenangkannya, dia mulai bisa berpikir jernih. Semenjak hari itu, semakin banyak saja bunga yang datang ke kantor kami dan tentunya selalu kami kembalikan pada pengirimnya. Kamu pasti tahukan siapa pengirimnya?” Aku kembali mengangguk emnjawab pertanyaan Mike.

                Lalu jeda beberapa saat, sepertinya Mike berusaha menjaga emosinya agar tidak pecah. “Bukan hanya itu saja, telepon-telepon aneh juga mulai berdatangan ke kantor maupun rumah Karin. Terlebih lagi Raffa yang mulai berani mencari Karin ke kantor dan rumahnya. Saat itu Karin sempat mengalami depresi ringan karena tidak kuat dengan tekanan batin yang di alaminya. Tapi untung saja, depresi itu tidak berlangsung lama.”

                “Apa kalian tidak melaporkan kejadian itu pada pihak berwajib?” Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat, berusaha menahan amarah yang mulai berkobar di hatiku. Aku sama sekali tidak menyangka, wanita serapuh Karin, pernah mengalami kejadian semengerikan itu.

                “Tentu saja pernah, hanya saja penyelidikan di hentikan karena kurangnya bukti dan saksi.”

                “Lalu apa yang terjadi.” Tanyaku penasaran.

                “Lalu, karena tidak tahu jalan apa yag harus kami tempuh, aku menyewa beberapa detektif swasta untuk mencari keberadaan Raffa dan mengumpulkan bukti-bukti. Dan awalnya langkah itu berhasil. Kau megancam Raffa untuk tidak mengganggu Karin, atau aku akan memasukkannya kedalam penjara.”

                “Awalnya?”

                “Ya, awalnya. Memang saat itu Raffa menyerah kembali pergi untuk beberapa saat. Karena aku yakin semuanya sudah aman, aku mulai melonggarkan penjagaanku pada Karin dan itu malah menjadi bumerang bagi kami.”

                “Maksudmu?”

                “Aku tidak tahu selama itu Raffa terus memantau kami. Dia sengaja menunggu hingga aku lengah hingga kejadian malam itu terjadi.” Jantungku semakin berdegup kencang mendengar cerita Mike. Kejadian? Kejadian apa? “Malam itu, kami baru saja selesai lembur, aku sempat menawaran karin untuk pulang bersamaku, namun dia menolak dengan tegas dan penculikkan itupun terjadi.” Aku menutup mataku tidak percaya dengan apa ynga ku dengar ini. Penculikan?

                “Untung saja, aku segera mengtahui kejadian itu, dengan kegenap tenanga yang ku milikki, aku mengerahkan semua orang-orangku untuk mencari keberadaan Karin. Aku juga meminta bantu polisi. Dan hal yang paling membuatku bersyukur adalah Karin di temukan ke esokkan harinya. Dia di sekap di sebuah gudang tua di pinggiran kota. Tidak luca di tubuhnya, kecuali luka bekas ikatan di pergelangan tangan dan pergelangan kakinya. Untung saja Raffa belum sempat melakukan hal apapun padanya. Namun, semenjak saat itu Karin tidak sama lagi dengan Karin yang dulu.” Kembali terjadi jeda selama beberapa detik. “Aku jarang melihatnya tertawa lepas pada orang lain. Dia hanya berbicara pada orang-orang terdekatnya saja. Selama beberapa lama wajahnya selalu memucat bila melihat orang asing di sekelilingnya.  Akhirnya aku dan keluarga Karin berinisiatif membawanya ke psikiater. Disana kami beru mengetahui, kejadian itu memang tidak menimbulkan luka fisik baginya tapi meninggalkan luka batin. Untungs aja karena terapi yang di jalaninya Karin dapat hidup normal kembali. Namun tetap saja aku tidak pernah melihat Karin yang dulu lagi, sampai...”

                “Sampai apa?”

                “Sampai Karin bertemu dneganmu...”

***

White LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang