Part 5

133K 5.2K 35
                                    

KARIN POV

                Aku sangat lelah, makan siang hari ini adalah makan siang terburuk dalam hidupku. Aku sama sekali tidak merasa terganggu dengan tatapan sinis Siska, tapi aku sangat terganggu, dengan tingkahnya yang selalu menempel pada Dave.

                Perlahan aku membuka pintu kantor Mike dan masuk ke dalam dengan langkah gontai.  Kuperhatikan, Mike sedang sibuk membaca berkas-berkas yang ada di mejanya. Saat Mike menyadari kehadiranku, dia segera menyingkirkan berkas-berkas itu dan memandangku dengan kening berkerut.

                “Kenapa? kamu sakit?” nada suaranya terdengar khawatir, aku hanya membalasnya dengan gelengan lemah.

                “Terus kenapa? karena Dave?” Mendengar pertanyaan Mike, aku hanya diam. Ku dengar Mike menghela napas berat. Aku sadar, sudah lama Mike menyadari perasaanku pada Dave, namun dia tidak pernah berkomentar apapun.

                Tiba-tiba Mike menarik tanganku dan membawaku keluar dari ruang kerjanya.

***

                Aku memandang keluar jendela dan sesekali memandang ke arah Mike yang sedang sibuk menyetir. Semenjak kami masuk ke dalam mobil Mike, tidak ada pembicaraan diantara kami. Aku kesal padanya, dia seenaknya saja membawaku pergi pada saat jam kantor. Padahal pekerjaanku masih menumpuk. Sekali lagi aku melirik ke arahnya.

                Aku juga enggan untuk memulai percakapan, karena seharusnya Mike-lah yang pertama kali angkat bicara dan menjelaskan kemana dia akan membawaku. Tapi dilihat dari sikap mike yang tenang, jelas-jelas dia tidak memiliki niat untuk angkat bicara.

                Lama kelamaan aku tidak tahan dengan keadaan seperti ini.

                “Sebenernya kita mau kemana sih?” tanyaku dengan nada yang kubuat se-BT mungkin. Dia hanya memandangku sambil tersenyum sekilas, lalu kembali serius menatap jalan.

                Senyum itu, tidak salah lagi, itu adalah senyum yang selalu Mike tunjukan saat dia sedang merencanakan sesuatu yang licik. Tiba-tiba saja aku mendapatkan firasat buruk. Namun segera kubuang jauh-jauh perasaan itu.

                “Mikeee!!! Kamu denger aku ga sih? Kita mau kemana? Inikan masih jam kantor.” Tidak ada respon apapun darinya. Hal ini benar-benar membuatku kesal. Aku membalikan tubuhku menghadapnya lalu dengan sepenuh hati kucubit pinggangnya yang ramping.

                “AAAUUUU... ampun rin... ampun... bahaya tau, akukan lagi nyetir” aku tidak perduli dengan permohonan ampunnya.

                “Jawab ga kita mau kemana, aku ga akan berhenti sampe kamu bilang mau bawa aku kemana.” Aku terus saja mencubitinya. Kurasakan Mike menepikan mobilnya dipinggir jalan yang sepi. Mike lalu membalikan tubuhnya kearahku, dia menggenggam tanganku yang sedari tadi mencubitinya.

                “Kamu tenang aja ya.” Katannya sambil tersenyum lembut kepadaku.

***

                Aku membuka tirai ruang ganti, kulihat Mike masih sibuk memilih-milih gaun. Ya, aku sedang berada di butik, butik milik keluarga Mike tepatnya. Sudah hampir satu jam kami berada di sini dan aku yakin, aku sudah mencoba hampir seluruh gaun pesta yang ada di butik ini, namun tidak ada satupun yang menurut Mike cocok untukku.

                Aku berharap Mike suka dengan baju yang kukenakan sekarang, gaun ini berwarna hitam malam, bagian bahunya terbuka dan panjangnya beberapa senti di bawah lutut. Jujur aku menyukai gaun ini, menurutku gaun ini sangat elegan.

                 “Mike...” aku memanggil Mike untuk mendapat perhatiaannya, dan tepat dugaanku, dia lansung berbalik melihatku. Tatapan kami bertemu sejenak, kemudian matanya menelusuri gaun yang ku kenakan. Perlahan secercah senyum puas menghiasi bibirnya

                “Kami ambil yang ini.” Katanya pada pelayan wanita disampingnya. Saat aku masuk kembali keruang ganti untuk menukar pakaianku, kurasakan sebuah tangan menahan tangan kananku.

                “Ga usah di ganti.” Kata Mike singkat. Lalu Mike menarikku keluar butik.

***

                Sekarang aku terdampar di sini. Di sebuah salon kelas satu. Jaraknya hanya beberapa meter dari butik milik keluarga Mike. Ngomong-ngomong soal Mike, aku tidak tahu dia berada dimana. Setelah membawaku ke salon ini dan berbicara dengan pemilik salon sebentar, kemudian dia pergi begitu saja.

                Sudah hampir satu jam aku hanya diam pasrah melihat wajah dan rambutku di permak. Kaca mataku sudah di lepas dan di gantikan oleh soft lense.

                “Selesai, wah mba cantik banget.” Kata-kata pegawai salon yang sedari tadi mendandaniku langsung membuyarkan lamunku.

                Kupandang cerimin besar dihadapanku. Didalam cermin itu duduk seorang wanita cantik.. sangat cantik menggunakan gaun hitam. Aku terpaku sejenak, tidak percaya dengan pengelihatanku sendiri. Tidak... wanita itu mungkin wanita itu aku.

                “Aku tau kamu cantik, tapi ga usah ngeliatin wajah kamu sendiri sampe segitunya dong.” Tiba-tiba saja Mike sudah berada di sampingku, senyumnya mengembang dengan sempurna.

                “Nah, sekarang kamu udah siap, ayo kita mulai permainan ini.” kata Mike sambil tersenyum misterius ke arahku.

***

                DAVE POV

                Acara ini sungguh membosankan. Apalagi dengan di tambah Siska yang selalu menempel padaku, lengannya bergelayut manja di lenganku. Benar-benar membuatku muak. Perlahan ku tarik lenganku dari Siska, dia menoleh padaku dengan mata bingung. Lalu kedekatkan bibirku kearah telinganya.

                “Kita putus” ku lihat kedua mata indahnya terbelalak terkecut. Aku hanya tersenyum sekilah, lalu berbalik, meninggalkannya sendiri.

                Aku berjalan menuju bar, tidak peduli dengan beberapa wanita yang mencoba menarik perhatianku.

                Tapi tiba-tiba kurasakan ruangan menjadi hening seketika. Aneh, sebenarnya apa yang terjadi, ruangan yang tadinya ramai, tiba-tiba berubah menjadi hening. Kupandangi orang-orang di sekelilingku, kusadari pandangan mereka terpusat pada satu titik yaitu pintu masuk.

                Rasa penasarankupun muncul. Aku mengikuti arah pandangan mereka. Deg... Aku melihat wanita itu, wanita tercantik yang pernah kulihat. Dia menggunakan gaun hitam beberapa senti dibawah lutut, bagian bahunya terbuka, rambutnya dibiarkan tergerai begitu saja, wajah cantiknya dihiasasi make up tipis.

                Tunggu... wajahnya, aku mengenal wajah itu. Ku pandangi dia dengan lebih teliti, aku yakin, aku mengenal wajah cantik itu. Mata kami bertemu, dia tersenyum kearahku. Senyum itu... senyum itu adalah senyum yang dua tahun ini selalu menghiasi hari-hariku. Ya... senyum itu adalah senyum KARINA DEWANTI

***

White LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang