Part 18

96.3K 3.5K 42
                                    

                Tok... tok... tok...

                Ku paksa mataku yang masih terasa berat agar terbuka.

                Tok... tok... tok...

                “Karin... bangun Rin...” ku lirik jam di ponselku, masih pukul setengah lima pagi. Siapa yang membangunkanku pagi-pagi begini?

                Dengan kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya, ku paksakan tubuhku beranjak dari kasur dan membuka pintu. Dengan bingungku lihat Dave sedang berdiri di depan pintu kamarku. Dave? Mengapa dia bisa ada di sini? Pasti aku sedang bermimpi.

                Ku layangkan pandanganku kesekeliling kamar. Tempat ini sama sekali tidak mirip dengan kamar yang selama dua tahun belakangan ini ku tempati. Tiba-tiba saja sebuah kesadaran merayap kedalam diriku. Karin bodoh rutukku dalam hati, tentu saja ini bukan kamarmu di apartement. Ingat Karin, kamu sedang berlibur ke Pangandaran bersama Dave.

                “Rin.... Karin...” dave melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajahku.

                “Ehh... sorry, masih ngumpulin nyawa.” Bodoh! Kenapa malah kata-kata seperti itu yang keluar dari mulutku?

                “ahahhaa... kamu tuh ya ada-ada aja. Yaudah mendingan sekarang kamu ganti baju dan siap-siap, ga perlu mandi, aku mau ngajak kamu ke suatu tempat.” Belum sempat aku menjawabnya Dave sudah pergi meninggalkanku yang masih diam di tempat.

***

                “Kita mau kemana sih Dave? Inikan masih pagi banget, langit aja masih gelap.” Dengan pasrah berjalan mengikuti Dave yang sedari tadi menggenggam tangan kiriku. Ada perasaan hangat dalam hatiku ketika tanganya yang kuat menggenggam tanganku ini.

                “udah kamu ikut aku aja, di jamin ga akan nyesel” akhirnya aku memilih untuk diam dan mengikuti kemana pun Dave membawaku.

                Aku memandang tubuh dave dari belakang, dia terlihat santai dengan menggunakan kaos polos berwarna putih dan celana bahan coklat selutut. Pemandangan yang baru pertama kali kulihat. Biasanya kau hanya melihat Dave yang berada dalam balutan jas mahal.

                “Nah sekarang tutup dulu mata kamu pake kain ini!” dengan sedikit memakas Dave membalikan tubuhku agar membelakanginya.

                “kamu mau bawa aku kemana sih? kenapa harus peke tutup tutup mata segala?”

                Tanpa menjawab pertanyaanku, Dave menuntunku berjalan dengan mata tertutup. Serius! Aku benar-benar penasaran sebenarnya apa yang mau di tunjukkan Dave padaku di tengah langit yang masih gelap ini. Aku bisa merasakan kami berjalan cukup jauh dari hotel. Dave menuntunku berjalan dengan perlahan-lahan, menjaga keseimbanganku ketika beberapa kali aku hampir terjatuh karena tersandung entah benda apa.

                Dave mendudukkan ku di sebuah bangku. Aku bisa mersakan bau laut yang sangat pekat menari-nari di dekat indra penciumanku, juga terdengar deru ombak yang menerjang bebatuan.

                “Aku buka penutup matanya, tapi kamu jangan buka mata dulu ya sebelum aku suruh.”

                “iyaa... iyaa... ayo cepetan, aku udah ga sabar nih, emang apa sih yang mau kamu tunjukkin?” sekarang aku benar-benar sudah merasa tidak sabar, mungkin kalau kata ABG zaman sekarang, aku sudah penasaran tingkat dewa.

                Dave menarikku berdiri. Penutup mata yang tadi menutupi kepalaku sekarang sudah di gantikan oleh telapak tangan Dave.

White LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang