Saat ini Adhitama sekeluarga serta Jenandra dan Alfian sedang berada di restoran langganan mereka. Seharusnya mereka sudah tiba di rumah beberapa menit yang lalu.Tapi karena ini permintaan yang mulia raja untuk makan di luar, jadi yah diturutin sama Bapak Yudha.
Disana mereka pesan berbagai macam menu yang bisa dibilang cukup menguras dompet. But gwaenchana, Bapak Yudha kan kaya. Kaya monyet :)
Selesai makan mereka memutuskan untuk langsung kembali ke rumah, dikarenakan wajah anak-anak mereka terlihat kelelahan.
Di perjalanan menuju rumah, tiba-tiba saja Naren berteriak karena melihat sesuatu yang menarik perhatiannya. Apalagi kalau bukan cotton candy bentuk kepala moomin, kuda nil gembrot kesukaan Naren.
"AYAH AYAH STOP! NAREN MAU BELI ITU!" Teriak Naren sambil menunjuk ke arah abang-abang yang menjual cotton candy tersebut.
Yudha mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk oleh anaknya lalu menghentikan mobilnya di dekat si pedagang.
Baru saja Naren hendak turun, tangannya langsung di tahan oleh Alfian.
"No! Gak boleh. Kemarin kamu udah makan banyak."
Bibir Naren melengkung ke bawah mendengar ucapan kekasihnya. Naren mencoba menghitung berapa banyak sudah ia habiskan cotton candy selama di Jogja kemarin.
"Cuma 4, Al."
"Cuma kamu bilang? Aku aja sampai enek liat kamu makan itu terus. Udah kita beli yang lain aja."
"Satu aja ya." Ucap Naren sambil menatap Alfian dengan puppy eyes nya.
"Naren! Aku bilang nggak ya nggak. Nanti kamu sakit, kamu juga yang susah."
Oke. Naren diam. Ia melepaskan tangan Alfian yang sedari tadi menggenggam lengannya. Lalu menggeser duduknya agar menjauh dari kekasihnya.
"Gak usah ngambek."
Naren tak menghiraukan ucapan Alfian, ia sibuk menatap jalanan yang ada di sebelahnya.
Yudha yang sedari tadi diam menyimak perdebatan kecil antara anak dan sang kekasih mulai membuka suara.
"Jadi beli nggak?" Tanya Yudha.
"Nggak, yah. Langsung pulang aja." Bukan Naren yang menjawab melainkan Alfian.
Yudha mengangguk lantas ia menjalankan mobilnya. Urusan Naren biar nanti Alfian yang bujuk.
- DREAM -
"Sayang." Panggil Alfian untuk kekasihnya.
Namun tetap tidak disahuti oleh si mungil. Alfian menghela nafas. Ia mengikuti langkah kekasihnya menuju ke lantai atas, ke kamar milik Naren.
"Sayang." Panggilnya sekali lagi yang tetap dihiraukan oleh kekasihnya.
"Naren! Kalau ada orang manggil itu dijawab! Bisu kamu?" Alfian meninggikan nada bicara nya.
Naren tersentak kaget mendengar ucapan Alfian. Ia memejamkan mata dan menggigit bibirnya untuk menahan suara isakan yang keluar dari mulutnya.
Alfian menggelengkan kepalanya, sadar kalau ia baru saja membentak kekasih mungilnya itu. Ia menatap punggung kekasihnya yang bergetar. Ah Naren pasti sedang menahan tangisnya sekarang, pikirnya. Ia melangkah maju untuk meraih tubuh kecil itu agar masuk ke dalam dekapannya.
"Maaf." Lirih Alfian.
Tangis Naren pecah mendengar suara Alfian. Naren melepaskan tangan Alfian yang melingkar di pinggangnya. Lalu ia membalikan badan menatap Alfian.
Naren menggeleng pelan.
"Nggak. Aku yang harusnya minta maaf." Ucap Naren dengan suara yang bergetar.