Makan malam itu berjalan dengan lancar. Saat ini mereka sedang menunggu dessert untuk menutup makan malam mereka hari ini. Ya namanya juga dessert pastinya menjadi makanan penutup.
Sembari menunggu makanan penutup datang, mereka akan menginterogasi dua remaja yang katanya bertemu melalui mimpi. Sangat tidak make sense kalau yang mereka katakan itu benar. Mana mungkin orang bisa mengingat dengan jelas wajah orang yang ada di dalam mimpi mereka.
Mereka yang ada di meja tersebut menatap Naren dan Alfian untuk menjelaskan apa yang mereka maksud tadi.
Alfian yang mengerti langsung menjelaskan dari sudut pandangnya. Begitu pula dengan Naren yang sekarang sudah duduk di sebelah Alfian, ia juga menjelaskan berdasarkan apa yang terjadi di dalam mimpinya itu.
Mereka masih tidak percaya meski sudah diberi penjelasan oleh kedua belah pihak. It feels like an essay! Tapi kalau itu hanya karangan bagaimana Alfian tadi bisa tau kalau orang yang duduk disebelahnya ini bernama Naren?
Mereka sesekali menganggukan kepalanya mendengar cerita dari dua oknum tersebut. Entah itu benar atau tidak, hanya mereka Alfian, Naren, dan Tuhan yang tau.
"Gila!" Celetuk Jenandra.
"Lo gila." Sahut Alfian.
Mencium akan adanya adu mulut antara kekasihnya dan Alfian, Naresh segera memasukan lemon yang ada di dalam gelas bekas Jenandra ke dalam mulut kekasihnya. Jenandra sontak memejamkan matanya saat rasa asam dari lemon itu menguar di dalam mulutnya. Dengan cepat ia meraih tisu yang ada di atas meja lalu mengeluarkan lemon itu.
"Nanaaaaaa asem banget!"
Beda lagi dengan Naren, ia hanya mencubit pinggang Alfian agar si cowok tinggi itu menutup mulutnya. Tapi percuma itu malah membuat Alfian berteriak kesakitan akibat cubitan dari Naren.
"AAAA ampun sayang ampun. Aduuhhhh lepas dong sakit ini!" Teriak Alfian meminta agar Naren melepas cubitannya
"SAYANG?!"
Semua yang ada disana berteriak secara bersamaan saat mendengar Alfian memanggil Naren dengan sebutan sayang.
Lagi-lagi kita harus bersyukur karena di restoran itu hanya ada mereka, jadi tidak terlalu malu jika dilihat oleh orang lain, kecuali para pelayan dan koki di restoran tersebut.
"Kenapa sih?"
"Kaget. Kamu tiba-tiba manggil anak orang sayang." Sahut Januar.
"Udah ijin kamu sama saya buat manggil anak saya 'sayang'? Tanya Yudha garang.
Tubuh Alfian menegang mendengar suara tegas Yudha. Alfian tidak tau bahwa ayah dari kekasihnya ini begitu galak. Ia menatap takut ke arah Yudha yang sedang menatapnya tajam. Ah tidak, Yudha menatap Alfian biasa saja, hanya Alfian yang merasa jika dirinya ditatap tajam oleh Yudha.
semoga kalian ngerti apa yang aku maksud diatas.
Jenandra yang berada di depan Alfian menahan tawanya saat melihat wajah tegang Alfian. Sedangkan kedua orang tua Alfian hanya diam menunggu anaknya berbicara.
"Ayah! Jangan galak-galak!" Ucap Naren saat melihat raut wajah Alfian yang begitu tegang.
"Bejanda. Nah Al, ijin dulu sama om sini kalau mau manggil anak om sayang."
— DREAM —
Makan malam telah usai, mereka semua sudah kembali ke rumah masing-masing, kecuali dua orang yang baru saja berjumpa beberapa jam yang lalu.
Mereka, Alfian dan Naren, kini berada di salah satu taman yang terletak tak jauh dari rumah Naren. Sepasang kekasih itu duduk di sebuah bangku panjang yang ada di pinggir taman. Keadaan taman cukup sepi mengingat ini sudah pukul 10 malam. Orang mana yang akan ke taman jam 10 malam? Tidak ada! Kecuali mereka berdua.
Tak ada obrolan dari mereka berdua, hanya tangan yang semakin erat menggenggam satu sama lain. Sesekali Alfian mengelus atau mengecup tangan mungil di genggamannya. Menyalurkan rasa hangat karena malam semakin larut.
Naren membawa kepalanya untuk bersandar di bahu Alfian.
"Kapan ya terakhir kita kayak gini?" Tanya Alfian sambil mengusap punggung tangan Naren.
"We never do this, Al. This is the first time." Sahut Naren.
Alfian tertawa, benar juga apa yang diucapkan oleh Naren. Ini pertama kalinya mereka bertemu dan langsung bersikap layaknya sepasang kekasih.
Naren menatap Alfian yang sedang tertawa. Ia masih tidak menyangka bisa bertemu dengan kekasihnya di kehidupan nyata. Naren kira Alfian hanya sekedar karakter yang ia ciptakan di alam mimpinya.
"Kok bengong? Kesambet nanti."
Naren menggeleng, "Ayo pulang, dingin." Ajak Naren.
Alfian melirik jam yang melingkar di tangan kirinya, sudah hampir tengah malam. Tidak terasa sudah satu setengah jam mereka berdiam diri di taman yang sepi itu.
"Let's gooooo!!!" Seru Alfian sambil mengangkat ala koala tubuh mungil Naren untuk dibawa ke tempat dimana ia memarkirkan mobilnya.
Naren yang terkejut karena diangkat secara tiba-tiba reflek melingkarkan tangannya di leher Alfian. Matanya menatap Alfian yang juga ikut menatap dirinya dengan senyumnya yang tidak luntur sejak tadi. Tangan Naren terangkat untuk menyentuh dimple Alfian.
"Lucu. Pengen punya ini juga." Ucap Naren dengan tangan yang masih setia menusuk dimple Alfian.
"Kan kamu udah ada, sayang."
"Iya, tapi gak sedalem punya kamu."
Naren mendekatkan wajahnya ke wajah Alfian untuk memberi kecupan singkat tepat dimana dimple milik Alfian terletak. Setelah itu Naren langsung menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Alfian. Naren malu.
Senyum Alfian semakin lebar karena mendapat kecupan dari lelaki di gendongannya ini.
"Nah udah sampai." Ucap Alfian begitu mereka sampai di sebelah mobil hitam milik Alfian.
Naren turun dari gendongan Alfian dan langsung masuk ke dalam mobil tanpa melihat kearah Alfian. Jujur, Naren masih sangat malu mengingat kelakuannya tadi.
Alfian menyusul Naren masuk ke dalam mobil. Ia tak langsung menjalankan mobilnya. Alfian malah memandangi wajah Naren yang memerah karena malu.
"Sayang, liat sini."
Tangan Alfian bergerak meraih dagu Naren untuk mengangkat wajah si mungil agar menatap dirinya.
Naren menggeleng, ia semakin menundukan wajahnya.
Alfian yang melihat itu mencondongkan tubuhnya mendekat kearah Naren lalu mendaratkan satu kecupan di pipi kanan kekasihnya.
Eh? Kekasih? Emang udah jadian di real life?
Naren tersentak kaget saat merasakan bibir Alfian menyentuh permukaan pipinya. Ia menolehkan kepalanya menghadap Alfian dan wajahnya semakin memerah saat melihat wajah kekasihnya.
"Muka kamu merah banget." Ucap Alfian menggoda cowok mungil di sebelahnya.
Naren mengangkat tangannya untuk memukul lengan Alfian.
"Diem! Udah cepet jalan, nanti di marah ayah kalau pulang telat."
Tawa Alfian pecah sedangkan wajah Naren semakin merah. Ingin rasanya Naren menenggelamkan dirinya di kolam ikan milik ayahnya Hyangga.
"Al~ jangan ketawa." Rengek Naren sambil memukul pelan lengan Alfian.
"Aduh aduh! Iya ini udahan ketawanya." Ucap Alfian namun tawanya tidak berhenti.
Malam itu diakhiri dengan Alfian yang menginap di rumah Adhitama, atas ijin Yudha tentunya. Kalau tidak ijin bisa-bisa hanya namanya Alfian saja yang tiba di kediaman Sanjaya.
— DREAM END —
endingnya apa banget dah.
ini cerita dari awal sampe akhir emang gak jelas alurnya begimana. tapi gapapa deh, yang penting ide di otak udah tersalurkan.
thx yng udah baca.