Setelah selesai bermain game tadi, mereka langsung menuju kamar masing-masing untuk beristirahat karena jam sudah menunjukkan pukul 11.30 malam.
Naren memasuki kamarnya dan merebahkan dirinya ke atas ranjang empuknya. Baru saja tubuh Naren menyentuh ranjang empuknya, tiba-tiba tubuhnya diangkat seperti koala oleh kekasihnya. Alfian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi sebelum tidur.
Alfian mendudukan tubuh mungil Naren di atas wastafel. Alfian meraih sikat gigi milik Naren dan miliknya, lalu memberi sedikit odol di sikat gigi itu.
Selesai menggosok gigi, Alfian menyalakan keran yang ada di sebelah Naren. Kemudian membasuh wajah kekasihnya dengan perlahan. Naren memejamkan matanya saat merasakan air menyentuh permukaan wajahnya, dingin.
"Udah selesai. Sekarang ayo tidur."
Kembali Alfian angkat tubuh mungil itu lalu dengan perlahan ia menurunkan tubuh kekasihnya di atas ranjang empuk itu. Alfian menegakan tubuhnya untuk menutup pintu dan mematikan lampu digantikan dengan lampu tidur di atas nakas.
"Al, sini peluk." Ucap Naren sambil merentangkan tangannya. Dengan senang hati Alfian membawa tubuh Naren ke dalam dekapannya.
"AC nya Al, panas banget."
Tangan Alfian meraih remot kecil di atas nakas, lalu menurunkan suhu ac di kamar itu.
"Sayang." Panggil Alfian lembut.
Naren mendongak menatap kekasihnya, "Iya?"
"Kalau aku pergi, kamu jangan sedih ya."
"Emang kamu mau kemana, Al?" Tanya Naren dengan tatapan heran.
Alfian menggeleng pelan, lalu mengelus pelan rambut hitam kekasihnya.
"Ayo tidur."
Tak mendapat jawaban, Naren melepaskan pelukan kekasihnya. Lalu ia mendudukan dirinya di sebelah Alfian.
"Nggak. Kamu jawab aku dulu, kamu mau kemana?"
Alfian bangun, ia kembali mendekap tubuh Naren dengan erat.
"Nggak ada, sayang. Ayo tidur, besok kan mau jemput daddy sama papa di bandara." Sahut Alfian lembut. Ia merebahkan tubuh keduanya lalu menarik selimut untuk menutupi mereka.
Naren memeluk erat Alfian, menenggelamkan wajahnya di dada bidang kekasihnya. Entah kenapa ia memiliki firasat tidak akan bertemu dengan Alfian besok pagi. Naren memejamkan matanya, berdoa semoga besok tidak terjadi apa-apa.
— DREAM —
Pagi tiba, Naren membuka matanya karena sinar matahari memaksa masuk dari celah tirai yang menutupi jendela kamarnya. Naren menoleh ke samping dan tidak menemui kekasihnya.
Mungkin kekasihnya sudah bangun terlebih dahulu, pikirnya.
Naren beranjak dari ranjang empuknya menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Tidak mandi, karena sekarang hari minggu.
Tak lama, Naren keluar dari kamarnya menuju ruang makan. Sampai disana ia tak melihat kekasihnya, hanya ada Naresh, ayah, serta papinya.
"Kok bertiga aja? Alfian sama Jenan mana?" Tanya Naren saat sudah mendudukan dirinya di meja makan.
"Hah? Jenan? Jenan gak ada kesini dari kemarin. Terus Alfian, disini gak ada yang namanya Alfian." Sahut Naresh.
Naren menatap saudaranya, "Gak ada gimana? Alfian kan temen sekelas Jenan."
"Temen Jenan gak ada yang namanya Alfian, Naren."
"Ada."
Yudha yang melihat anaknya berdebat segera menghentikan mereka. Lalu menatap mereka berdua dengan tatapan tajam miliknya, meminta mereka agar diam dan segera memakan makanannya.