Dream 24

148 18 0
                                    

Setelah semua berkumpul, Lucas memanggil waitress untuk segera menyiapkan makanan yang sudah di pesannya tadi. Sembari menunggu makanan siap, mereka membicarakan tentang masa-masa kuliah hingga mereka memiliki anak seperti sekarang.

Para remaja yang berada di meja tersebut memilih untuk memisahkan diri karena mereka memiliki topik obrolan sendiri.

"Ayo mabar!" Ajak Hyangga, karena sejak tadi mereka hanya membicarakan hal-hal yang tidak berguna. Daripada membicarakan hal seperti itu lebih baik mereka bermain game sebelum makanan datang.

"Ayo!!" Jawab Naresh dan Haekal secara bersamaan.

Belum sempat mereka memulai game tersebut, suara Jeffrey sudah memanggil mereka semua untuk bergabung. Mau tidak mau mereka harus menuruti perintah papa dari Jenandra dan Mahen. Mereka berenam beranjak menuju ke meja tempat orang tua mereka duduk lalu mengambil tempat di sebelah orang tua mereka.

"Bentar, ada yang kurang. Anak lo mana, Cas?" Tanya Tio.

"Lah iya ya. Yang, anak kita kemana?"

Bukannya menjawab pertanyaan Tio, Lucas malah balik bertanya ke Januar yang berada di sebelahnya.

"Tadi bilang ngambil sesuatu di mobil, tapi kagak balik-balik sampai sekarang." Sahut Januar.

Lucas hanya mengangguk, tak peduli anaknya pergi kemana. Lagi pula anaknya itu sudah besar dan juga anaknya menguasai ilmu bela diri, ia pasti bisa menjaga dirinya sendiri.

Mereka kembali mengobrol, menanyakan hal-hal yang biasa ditanyakan oleh orang tua jika bertemu anak teman mereka. Yang di jawab dengan rusuh oleh mereka berlima. Tak jarang mereka mereka menuduh satu sama lain, mengatakan bahwa salah satu dari mereka sering kali membolos pelajaran, padahal nyatanya tidak begitu.

Beruntung restoran ini sudah di sewa oleh Lucas, jadi hanya ada mereka serta pelayan di dalam restoran ini.

Mahen, kakak Jenandra, hanya menyimak perdebatan itu dengan tenang. Sesekali ia harus mengontrol kekasihnya, Haekal agar tak lepas kendali. Mengingat kekasihnya itu sangat susah mengontrol suaranya jika sudah berdebat dengan sahabat-sahabatnya.

Semua orang tua yang ada disana hanya menggeleng mendengar perdebatan anak-anaknya. Teringat dulu saat kuliah mereka juga seperti itu.

Tiba-tiba ada suara terdengar dari arah belakang, menghentikan perdebatan mereka.

"Daddy, papa." Panggil seseorang dari arah pintu masuk.

Lucas segera menghampiri anaknya lalu merangkul bahu anaknya. Tangannya terangkat untuk menyentil pelan dahi sang anak.

"Darimana aja kamu? Di tungguin juga dari tadi!"

Orang yang berada di rangkulan Lucas hanya tersenyum tanpa dosa, "Abis ngasih kucing makan, dad. Kasian tau, mana masih kecil."

Naren terdiam. Suara itu, kenapa sangat mirip dengan suara Alfian?

Naren membalikan badannya untuk melihat si pemilik suara, namun sayang orang itu sudah lebih dulu melangkahkan kakinya menuju toilet sehingga Naren tak bisa melihat wajah orang tersebut. Naren menatap tubuh orang tersebut hingga sosok itu hilang di balik tembok.

"NAREN!" Teriak Haekal, Hyangga, dan Naresh secara bersamaan.

"Hah? Apa? Kenapa?" Sahut Naren kaget.

"Lo ngapain liatin orang sampe segitunya?"

Baru saja Naren hendak menjawab pertanyaan Hyangga, suara dari orang yang diketahui anak dari Lucas dan Januar mendahuluinya.

"Malam semua." Sapanya dengan sopan.

dream - guanren [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang