Sesuai dengan ucapannya tadi saat istirahat, saat ini Naren sedang berada di sebuah taman yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah. Dengan telinga yang tersumpal airpods yang tengah memutar lagu favoritnya, tangannya dengan lihai menggoreskan noda pensil di atas buku gambar yang ia beli. Masih dengan sketsa wajah yang sama yang ia gambar beberapa hari belakangan ini.
Naren menjauhkan wajahnya dari buku gambar dan mengedarkan pandangannya untuk melihat sekeliling yang sudah mulai ramai karena jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Di saat sore hari taman itu selalu ramai dengan orang-orang yang melakukan olahraga ringan di sekitar taman.
Naren memasukan buku gambar miliknya ke dalam tas lalu beranjak dari duduknya. Ia ingin membeli minuman untuk membasahi tenggorokannya.
Saat sudah mendapatkan minuman, Naren memilih untuk berjalan mengelilingi taman tersebut. Namun langkahnya terhenti saat ponsel miliknya bergetar menandakan adanya pesan masuk. Ia meraih ponsel yang ada di dalam saku celananya untuk melihat siapa yang mengiriminya pesan. Ah ternyata itu dari papi tersayangnya. Dengan cepat ia mengetikan balasan yang berisi bahwa ia akan pulang sekarang.
Selesai mengetik balasan untuk Winata, Naren segera melangkahkan kakinya menuju pangkalan ojek yang tak jau dari taman itu. Namun langkahnya lagi-lagi terhenti, kali ini bukan karena ponselnya tapi karena ia melihat seseorang yang perawakannya sangat mirip dengan Alfian.
Nare segera berlari menuju orang tersebut untuk memastikan apakah orang itu Alfian atau bukan. Naren meraih pundak orang tersebut saat dirinya sidah berdiri di belakang orang itu.
"Al!" Panggil Naren.
Orang itu merasakan ada yang menyentuh pundaknya membalikan badannya.
"Maaf? Ada apa ya?" Tanya orang itu sopan.
"Ah maaf kak, saya kira kakak temen saya, soalnya dari belakang mirip banget sama temen saya." Ucap Naren meminta maaf, ia merasa bersalah karena dengan tidak sopan menarik bahu orang yang tak dikenali nya.
Orang itu hanya mengangguk, ia paham, "Gak apa-apa."
"Kalau gitu saya permisi ya, kak. Sekali lagi maaf." Ucap Naren sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan orang yang ia kira sebagai Alfian itu.
Dalam hatinya ia merutuki dirinya sendiri karena salah orang. Jujur Naren sangat malu saat ini, ingin rasanya Naren menenggelamkan dirinya di kolam ikan yang ada di taman itu! Mungkin kalau kejadian tadi dilihat oleh Haekal dan Hyangga atau teman sekelasnya, sudah pasti ia akan di tertawakan karena sudah salah mengenali orang.
"Bang, bisa nganterin saya ke perumahan Neo?" Tanya Naren saat dirinya sudah sampai di pangkalan ojek. Kebetulan disana hanya ada satu ojek yang kosong.
"Oh bisa dek. Ayo!"
Naren mengikuti si abang ojek menuju motor milik abang ojek tersebut. Naren meraih helm yang di berikan oleh abang ojek tersebut lalu memakainya. Tenang saja helm abangnya tidak kotor ataupun bau.
Ditengah perjalanan menuju ke rumah Naren, abang ojek sesekali bertanya kepada Naren yang dijawab seadanya oleh si penumpang.
"Adeknya dari SMA 2 ya?" Tanya si abang basa-basi.
"Iya bang. Kenapa?"
"Gak, saya dulu juga sekolah disana."
"Abangnya angkatan berapa?"
"Angkatan pertama saya. Pas sekolahnya baru selesai dibangun saya masuk disana."
"Ohhh, berarti udah 20 tahun yang lalu ya?"
"Iya. Udah lama ya ternyata, kayaknya baru kemaren sekolahnya masih satu lantai, sekarang udah tiga aja lantainya."
Selama perjalanan mereka terus berbicara tentang sekolah, mulai dari mitos yang ada disana, kejadian-kejadian yang pernah terjadi dari angkatan si abang ojek hingga angkatan Naren yang sekarang. Percakapan itu berlanjut hingga mereka tiba di depan kediaman Naren.