Episode 5

1K 117 41
                                    

Masih di hari yang sama. Dehan sekarang sedang duduk di sofa ruang tengah, asik memainkan handphone-nya, sepertinya sedang bertukar pesan dari media whatsApp. Tapi entah dengan siapa orangnya.

Srep

Tiba-tiba Nesya muncul di hadapannya.

"P-Permisi" ucapnya terlihat ketakutan.

Dehan mendongak, mengalihkan pandangannya dari hp ke Nesya.

"Apaan?" jawabnya ketus.

"Masakannya s-sudah siap, ayo makan, M-Mas?"

Tiba-tiba Dehan mendelik tajam, rona wajahnya langsung murka.

"What?! Mas?! Jangan sekali-kali kamu pergunakan panggilan itu terhadap aku, kamu gak pantas manggil aku dengan sebutan itu!! Aku pertegas sekali lagi, gak ada hubungan apa-apa di antara kita. Terkait pernikahan, secepatnya aku akan cari cara agar kita segera bercerai. Jangan berharap lebih terhadap pernikahan ini, kamu itu cuma singgah yang menggelapkan hidup!!"

Teriakan murka Dehan melengking memenuhi ruang tengah apartemen. Entah apa yang membuatnya segusar itu perihal panggilan Mas, padahal itu panggilan yang wajar-wajar saja, panggilan bersopan santun. Apa lagi hubungan mereka adalah sebagai suami-istri sekarang, ditambah lagi Nesa mau menggunakan panggilan itu karena atas dasar saran dari mama Dehan kemarin.

Deg,...Serrr

Wanita mana yang tak terkoyak hatinya menerima lontaran makian semacam itu, terlebih posisinya adalah sebagai seorang istri.

Dengan rasa sakit yang begitu mendalam, segelintir senyum getir dipaksakannya tetap indah, lalu menatap tulus suaminya itu "M-Maaf jika aku lancang tadi, berikutnya gak akan terulang lagi."

"Kalau kamu lapar, makanan sudah aku siapkan di meja" sambung Nesya sopan, sedikit pun tak terlihat rintik kebencian di sudut matanya.

"Ogah! Gak ada yang sudi makan masakan panti asuhan!" sarkasnya enteng saja.

"Iya," tanggap Nesya lagi-lagi sopan. Entah dari apa sebenarnya hatinya itu terbuat, atau mungkin karena ia yang memang sedari awal sudah sadar akan Dehan yang tidak suka padanya, bahkan jijik terhadapnya, sehingga ia tak mau ambil pusing dengan semua perlakuan tidak wajar Dehan.

Setelah itu, Nesya pun berlalu dari hadapan Dehan. Sepertinya ia hendak kembali ke dapur, karena memang niat awalnya tadi adalah mengajak Dehan makan bersama, namun malah caci maki yang ia terima.

"Dasar wanita bodoh!" umpat Dehan di ruang tengah, terlihat kesal sendiri.

Sementara di meja makan, ada Nesya yang sudah duduk dengan nasi di hadapannya.

Yang benar saja, air matanya berjatuhan di sela-sela suapan nasi ke mulutnya.

Ternyata salah jika ia disebut sebagai seorang wanita berhati kuat. Dia tidak kuat, dia rapuh sebenarnya. Hanya saja ia punya jiwa yang tenang, sehingga itu yang membuatnya terlihat kuat.

Di tengah perihnya sayatan luka rasa, Nesya sedikit pun tak mengeluarkan sumpah serapahnya, bahkan setitik kata ingin pergi pun tak ada bergurit dari mulutnya. Hanya tumpuhan tangis saja yang jadi tumpuannya.

Ting tong

Untuk pertama kalinya bel apartemen mereka berbunyi. Entah siapa tamu yang menyambangi.

Bukan Santri IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang