Episode 20

795 85 14
                                    

Setelah beberapa menit dalam perjalanan, Dehan dan Karina pun sampai di rumah Karina.

Karina lekas masuk ke dalam rumah untuk melihat keadaan uminya, lalu Dehan mengikut dari belakang. Sebenarnya ia ingin langsung pergi, hanya saja tidak enak dengan Karina karena uminya yang dalam keadaan  sakit.

Kini keduanya tiba di sebuah ruang kamar, disana ada umi Karina yang terbaring di ranjang dalam keadaan mata terpejam, serta di sebelahnya ada Dokter yang sedang menangani ternyata.

"Dokter," sapa Karina dengan segala  kecemasan di wajahnya.

Dokter itu menoleh akrab, "Eh, Karina. Kamu sudah sampai ternyata."

"Iya, Dok. Gimana keadaan umi sekarang?" lanjut tanya Karina memburu.

"Umi kamu tidak apa-apa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia hanya kurang darah saja, makanya merasa lemas begini."

"Ku-kurang darah, Dok?"

"Iya, tapi itu tadi. Sekarang sudah normal kembali setelah disuntikkan obat penambah darah."

"Eum, begitu ternyata. Itu, Umi lagi tidur apa gimana, Dok?"

"Umi kamu lagi tertidur, efek dari suntikan obat tadi memang mengantuk bawaannya."

"Sudah, jangan cemas begitu. Umi kamu baik-baik saja kok. Buktinya, dia yang nelpon Dokter tadi buat datang ke rumah ini," sambung Dokter itu dengan wajah sumringah.

Mendengar penuturan Dokter, barulah Karina bisa bernapas lega, "Alhamdulillah, terima kasih banyak ya Dok."

"Sama-sama, Karina. Kalau begitu, saya permisi dulu ya."

"Ba-baik, Dok. Mari saya antar."

"Tidak usah, kebetulan saya juga lagi buru-buru."

Dokter itu pun berlalu, menyisakan Karina dan Dehan di kamar itu, serta umi Karina yang masih tertidur.

"Dehan, ayo aku buatin minum," celetuk Karina, sembari melihat ke arah Dehan yang hanya terdiam sedari tadi.

"Aduh, kayaknya aku langsung pulang aja deh Rin. Gak enak juga berdu...,"

"Udah, ayo. Ini pertama kalinya kamu mampir ke rumah aku, masa langsung mau pulang sih," potong Karina sambil berjalan keluar kamar.

Mau tak mau, Dehan berjalan mengikuti. Tidak mungkin juga ia berdiam diri di kamar itu, "Kita mau kemana, Nes?"

"Hah? Nes?" Karina langsung berbalik menatap Dehan yang berjalan di belakangnya.

Dehan sontak menggaruk kikuk kepalanya yang tak gatal, "Eh, Karina maksudnya."

"Cie, yang keingat istri pagi-pagi begini," goda Karina dengan raut wajah tak menentu.

"Apaansih, Rin. Udah ih, gak usah dibahas. Buruan kalau masih mau bikin minum, atau aku langsung cabut aja."

"Eh, sabar ... sabar. Duduk dulu di sana," Karina menunjuk sofa ruang tengah yang ada di sebelah mereka.

Tak banyak tanya, Dehan langsung berjalan kesana. Lalu Karina lekas ke dapur membuatkan minum.

.....

Selang beberapa menit, Karina pun tiba dengan segelas minuman di tangannya. Kemudian mengambil posisi duduk berhadapan dengan Dehan.

Aneh, Dehan hanya diam saja. Seperti tak tertarik dengan situasi yang terjadi. Padahal jika dilihat dari dirinya yang begitu menggilai Karina kemarin, maka ini adalah kesempatan bagus baginya untuk mengutarakan seluruh isi hati. Namun kenapa ia tak bertindak, ada apa dengannya?

Bukan Santri IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang