"Ya, kita teman ya mulai sekarang," oceh Ali malah memaksa.
"Iya, kita teman. Lagian aku bisa apa kalau kamu udah maksa gitu."
Mendengar tanggapan Nesya, Ali langsung mendelik dengan bibir yang sengaja dimanyunkan, "Ih, gak usah deh kalau terpaksa," ucapnya seolah kecewa.
"Eh Gak kok, bercanda doang. Dengan senang hati menerima pertemanan dari kamu," Nesya menatap Ali dengan tawa sedikit tertahan.
Yang benar saja, kegirangan langsung menyapa di wajah santri manis itu, "Yess! Tak ada satupun orang di dunia ini yang bisa menolak ke-friendly-an seorang Ali."
Nesya ikut menyumbang sedikit tawa melihat tingkah Ali, sembari menggeleng-gelengkan pelan kepalanya.
Saat Ali dan Nesya masih asik bercengkrama di balkon kamar, tiba-tiba Dehan muncul dari belakang."Kalian berdua ngapain di sini?"
Ali menoleh dengan santai saja ke arah Dehan, "Gak ada, ngobrol ringan doang," ucapnya malah melempar senyum tipis.
Sementara Nesya di sebelah Ali sudah memasang wajah tak enak. Ya, meski ia tahu kalau Dehan sama sekali tak menganggapnya, tapi tetap saja ia harus menjaga sikap sebagaimana mestinya seorang istri.
"T-Tadi kami cum,...."
"Gak penting!" Dehan memotong ketus ucapan Nesya.
Tak ada yang bisa Nesya perbuat, ia langsung menunduk mendengar ucapan ketus suaminya itu. Semua perasaan girang saat sedang bersama Ali tadi hilang seketika.
"Kalian pulang aja sekarang Al, aku gak enak badan, mau istirahat," lanjut Dehan sembari menatap dingin ke arah Ali, entah kenapa.
Bukan Ali namanya kalau tidak suka cari masalah, "Yaudah, istirahat aja kali Han. Aku sama Nesya masih mau ngob.....,"
"Aku bilang pergi, ya pergi!" sarkas Dehan dengan tatapan tajamnya.
Bukannya takut atau apa, Ali malah terlihat seperti menahan tawa, "Iya iya, aku sama teman-teman di bawah bakal pulang."
"Lupa kalau ini rumah pengantin baru," sambungnya sengaja merisak, bersamaan dengan ia yang melangkah cepat menjauhi Dehan. Takut diamuk pastinya.
Ali berlalu, menyisakan Dehan dan Nesya di balkon kamar itu. Nesya tetap pada posisinya tadi, menunduk tanpa berani menatap suaminya sedikit pun.
"Masak sekarang, aku lapar," suara Dehan menyeletuk.
Sontak, Nesya menatap setengah kaget, "B-Bukannya kamu baru makan tad....,"
"Oh, berani ya ngelawan."
"B-Bukan git....,"
"Aku bilang masak, ya masak!"
Tanpa menunggu jawaban Nesya lagi, Dehan langsung meninggalkan balkon kamar itu. Melangkah cepat dengan wajah masamnya. Entah kenapa dengan anak itu, semua terasa salah baginya.
Tak lama setelah Dehan pergi, Nesya pun segera menyusul. Bersiap menuju dapur, memasak seperti perintah suami.
Saat Nesya sampai di dapur, ia tak mendapati Dehan di sana. Bodoh memang jika ia berharap suaminya itu akan menemaninya memasak. Alih-alih berada di dapur, Dehan malah asik menonton tv di ruang tengah.
"Duh, masak apa ya kira-kira. Ditanya salah, gak ditanya juga lebih salah. Huh, kuatkanlah hamba Ya Allah menghadapi manusia satu in....,"
"Masakin aku mie rebus. Cepat, gak pakai lama!" entah darimana Dehan tiba-tiba muncul di hadapan Nesya.
Tentu saja wanita berparas cantik itu keheranan sendiri, pasalnya baru saja tadi ia mengeluh soal selera suaminya. Eh taunya tanpa repot-repot minta sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Santri Idaman
Teen FictionKetika santri tampan berkelakuan angkuh dijodohkan dengan gadis lugu lulusan SMA yang dibesarkan di panti asuhan. Bagaimana kiri-kira akhir kisah pasangan suami istri ini? Akan kah tumbuh rasa di antara mereka, atau malah perceraian yang menyapa? St...