Episode 18

721 77 9
                                    

Duarrrr.....,

Suara petir menggelegar di tengah tarian hujan.

"Aaaa...!!" teriak Dehan tiba-tiba, dan dengan spontan memeluk Nesya yang ada di sebelahnya. Sepertinya ia terkejut atau bahkan takut dengan suara petir yang begitu keras.

Sontak, Nesya terbangun dari tidurnya. Seluruh tubuhnya serasa membeku seketika, matanya membulat tanpa berani berbalik menatap Dehan yang memeluknya dari belakang.

Dag dig dug....,

Degupan jantungnya benar-benar menggila dibuatnya.

"Hah, apa itu...hh?!" panik Dehan sendirian dengan napas tersengal hebat. Dan sampai sekarang ia masih memeluk erat Nesya, berlindung di balik punggung mungil istrinya dengan mata yang tertutup rapat.

Mendengar Dehan yang berucap begitu, Nesya tampak mengernyit kebingungan. Lalu memutuskan untuk buka suara saja dengan segala keberanian yang ia kumpulkan, "A-ada apa?" ucapnya terdengar sedikit bergetar, jelas saja takut dan gugup campur aduk jadi satu.

"Ada s-sesuatu di dekat jendela," Dehan menyahut normal saja, tidak ada gengsi ataupun malu karena ceritanya ia tertangkap basah oleh Nesya. Bahkan ia menjawab dengan posisi muka yang masih menempel rapat di punggung Nesya, sebegitu enggan membuka mata. Hm, berarti dia memang benar-benar ketakutan.

Nesya jelas semakin bertambah bingung dengan ucapan Dehan, "S-Sesuatu apa maksudnya?" tanyanya kemudian, yang sebenarnya merasa kurang masuk akal.

"Pokoknya ada sesuatu disana," ucap Dehan dengan keadaan yang masih sama seperti semula, tak mau berkutik dari punggung Nesya.

"Itu cuma gorden yang kebawa angin mung....,"

"Gak, itu bukan gorden!" Dehan langsung memotong secepat kilat.

Tampak Nesya yang menghela napas, "Kalau gitu biar aku periksa bentar," ucapnya bersamaan dengan ia yang menyingkirkan tangan Dehan yang melingkar erat di perutnya.

Setelah Dehan melepas pelukannya, Nesya langsung bangun dari posisi tidurnya. Kemudian tanpa tunggu lama ia segera berdiri untuk memeriksa ke arah jendela.

"Eh, mau kemana?" sambar Dehan memburu. Padahal Nesya pun belum sempat melangkah.

"Mau periksa gor....,"

"Aku ikut!"

Sungguh, Nesya ingin pingsan saja rasanya menghadapi sikap aneh Dehan di tengah malam buta begini.

"Kok ikut sih, kan gorden yang itu," tanggap Nesya prustasi, sembari menunjuk arah gorden yang jaraknya padahal hanya sekitar 7 meter dari ranjang mereka.

"Iya, pokoknya aku ikut," sambar Dehan bersikeras, bersamaan dengan ia yang langsung mengambil posisi di belakang Nesya yang sudah berdiri.

"Ya Tuhan, dia kenapa sih. Apa dia emang ada sakit-sakitnya begini," Nesya malah membatin yang bukan-bukan terhadap suaminya itu.

Sepanjang berjalan menuju jendela, Dehan tak ubahnya anak kecil yang bergelayut manja di tangan ibunya.

Srepp....,

Nesya menyibak gorden ke samping, dan terlihat lah disana pampangan jendela yang belum ditutup ternyata.

"Lupa nutup jendela," ucap Nesya singkat, sembari menutupnya langsung.

Namun Dehan tampak masih belum lega sama sekali, binar matanya masih menyorotkan ketakutan, "Terus yang suara keras tadi a-apa?" lirihnya dengan posisi yang sampai kini masih mengintil di belakang Nesya.

"Itu petir Dehan. Udahlah, gak usah aneh-aneh," semprot Nesya akhirnya. Kali ini benar-benar emosi dibuatnya, menurutnya serasa sedang dipermainkan.

Tanpa menunggu Dehan berbicara lagi, Nesya langsung berjalan cepat menuju ranjang kembali.

Piurrrr....,

Dehan berlari tiba-tiba, alhasil ia yang tiba duluan di ranjang. Hm, sebegitu takutnya ia ditinggal berjalan di belakang.

Beberapa menit berikutnya, Nesya merebahkan tubuhnya lagi di kasur, karena jam pun masih menunjukkan pukul satu dini hari. Sementara Dehan, ia masih duduk bersandar di kepala ranjang. Sesekali melirik ke arah Nesya, seperti ada yang ingin dibicarakan.

Byurr....,

Hujan deras mengguyur lagi untuk kesekian kalinya, padah tadinya sudah hampir reda.

Bersamaan dengan derasnya jatuhan hujan, Nesya pun memilih ikut memejamkan matanya, menikmati dinginnya alunan hawa malam.

"Nesya," panggil Dehan akhirnya. Ini kali pertamnya ia memanggil nama itu di hadapan orangnya langsung.

Nesya langsung membuka matanya yang sudah terpejam tadi, rupanya belum tertidur sepenuhnya, "Kenapa lagi?" balasnya terlihat seakan kesal,  padahal dalam hatinya ada sesuatu rasa yang tak bisa terjelaskan.

Kini tampak Dehan yang menatap sayu wajah Nesya yang sedang berbaring di sebelahnya, "Tadi ada beberapa bapak-bapak lewat dari halaman rumah, mereka bilang ada remaja SMP yang meninggal bunuh diri di kompleks ini," tutur Dehan meluapkan ketakutannya akhirnya.

"Hah, serius?" tanggap Nesya langsung terlihat tertarik dengan topik.

"Iya, dan anehnya lagi salah satu dari bapak itu berpesan agar ke depannya harus berhati-hati."

"Berhati-hati gimana maksudnya?"

"Gak tau juga, apa mungkin maksud bapak itu bakal genta....,"

"Ah, udah ih. Gak usah dipikirin," potong Nesya langsung.

"Tapi Nes...,"

"Udahlah Dehan, gak ada itu semua. Toh, kita juga bakal mati nantinya."

"Iya sih, cuma kan taku....,"

"Aku mau tidur, baiknya kamu juga tidur sekarang, kamu belum sembuh total," potong Nesya lagi-lagi, bersamaan dengan ia yang langsung memejamkan rapat matanya sehingga Dehan tak bisa lagi melanjutkan ceritanya.

Melihat reaksi Nesya, Dehan pun tampak menghela napas berat. Dan mau tak mau harus memaksakan matanya segera tertidur karena takut ditinggal Nesya tidur duluan.

Berlalu sekitar 15 menit, hening pun kembali menyelimuti ruang kamar. Hanya deruan hujan yang terdengar di luar jendela.

Setttttt....,

Terdengar suara lintasan sekilas dari arah jendela.

Srep.....,

Mata Dehan langsung menatap tajam ke arah tersebut, sekujur tubuhnya terasa membeku sekarang.

"Astaghfirullah!" lirihnya terdengar panik, dan langsung memalingkan wajah dari arah situ. Kemudian beralih menatap Nesya yang sudah tertidur pulas sedari tadi.

"Nes," panggil Dehan tiba-tiba, wajahnya kembali terlihat pucat.

Tentu saja Nesya tak menyahut, karena ia sedang pulas-pulasnya. Ditambah lagi cuaca di luar yang sangat mendukung.

"Nes," panggil Dehan lagi, tak perduli jika Nesya akan mengamuk nantinya.

"Heum," Nesya menjawab ternyata, walaupun dengan mata terpejam.

"Nes, aku takut," rengek Dehan sendirian, padahal jelas-jelas Nesya menanggapi setengah sadar.

"Nes, aku peluk boleh ya. Janji, aku gak bakal macam-macam," lanjut Dehan sudah tak mementingkan gengsinya lagi. Benar-benar setakut itu ia ternyata.

"Boleh ya, Nes," lanjutnya lagi melihat Nesya yang tak lekas menjawab.

"Heum," sahut Nesya lagi tanpa sadar apa sebenarnya yang dibicarakan Dehan, namanya juga sedang enak-enaknya tidur.

"Yes, makasih," sambar Dehan tampak bersemangat, dan tanpa pikir panjang ia langsung memeluk Nesya yang ada di sebelahnya. Seolah sedang bersembunyi, dan mendapat kekuatan dari sana.

Vote dan Komen!

Bukan Santri IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang