Malam telah menyapa, pukul 20.00 wib sekarang. 1 jam setelah Adzan isya berkumandang di penjuru masjid kota Bogor.
Pengajian di rumah Dehan dan Nesya siang tadi berjalan lancar semua. Tiga sahabat Dehan juga cukup membantu pekerjaan. Namun tetap kasihan dengan Nesya, ia benar-benar banting tenaga seharian tadi. Sehingga tak salah memang jika jam segini dia sudah tertidur pulas di sofa ruang tengah. Kasihan, wajahnya sungguh terlihat kelelahan.
Taph...,
Dehan tiba-tiba muncul di hadapan Nesya.
"Yah, dia udah tidur. Mana lapar banget lagi," dia merengut sendiri menatapi istrinya yang tertidur pulas.
"Bangunin aja kali ya? Tapi kasihan, pasti capek banget seharian ini. Yaudahlah, aku makan di luar aj....,"
"Dehan," Nesya tiba-tiba menyapa, rupanya ia terbangun. Sepertinya ia terjaga karena merasa ada yang mengawasi.
Sontak, Dehan menoleh kaget ke arah Nesya, "Eh, i-iya."
"Kenapa?" tanya Nesya dengan suara khas bangun tidurnya.
"Engga kok, cuma lapar aja."
"Eh iya! Maaf...maaf! Lupa, ya ampun. Rencananya abis isya tadi aku mau ke dapur nyiapin makan, tapi malah ketiduran."
"Tunggu bentar ya biar aku siapin," sambungnya langsung berdiri hendak beranjak ke dapur. Kepanikannya benar-benar terlihat tulus.
"Eh, gak usah," Dehan mencegat langkah Nesya.
"K-Kenapa?" tanya Nesya takut salah.
"Aku makan di luar aja, kebetulan kangen makan sate di depan sana," Dehan menyumbangkan sedikit senyumnya.
Melihat tanggapan Dehan, hati Nesya merasa sedikit lega. Karena dia sudah khawatir tadi akan terjadi kemurkaan suaminya.
"Kamu lanjut aja istirahatnya," sambung Dehan, dan langsung melangkah pergi.
Nesya hanya menatap tanpa ekspresi ke arah Dehan yang berjalan. Lagian dia juga masih mengantuk, sehingga tanpa tunggu lama langsung merebahkan tubuhnya lagi di sofa.
Belum juga sampai satu menit...,
"Nesya," suara Dehan sudah terdengar lagi, kini ia sudah berdiri di sebelah Nesya yang baru saja rebahan.
Tentu saja Nesya terperanjat, "Eh, iya?!" ucapnya langsung bangun.
"Ayo ikut, belum makan kan?" ajak Dehan terlihat santai, sembari memainkan kunci motor yang ada di tangannya.
Mata Nesya langsung membulat sempurna mendengar lontaran itu.
"Hah? Ini mimpi apa gimana sih," batinnya heboh, bersamaan dengan ia yang mencubit tangannya.
"Aw sakit, berarti ini gak mim....,"
"Ditanyain malah bengong, ikut gak? Kalau gak ikut biar aku pergi nih, udah laper banget," sambar Dehan membuyarkan lamunan Nesya.
Nesya masih menatap tak percaya ke arah Dehan, "A-aku ikut?" ucapnya malah bertanya balik.
"Iya, ikut gak?"
"B-boleh?" tanya Nesya lagi dengan raut wajah yang begitu ragu, tentu saja ia takut dipermainkan.
"Ya boleh lah, siapa juga yang bisa ngelarang. Udah buruan, gak usah dandan. Pakai kerudung aja udah."
Perasaan Nesya benar-benar campur aduk sekarang, tapi yang jelas hatinya bahagia. Dalam benaknya, seandainya ini cuma mimpi, semoga ia tidak bangun-bangun lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Santri Idaman
Teen FictionKetika santri tampan berkelakuan angkuh dijodohkan dengan gadis lugu lulusan SMA yang dibesarkan di panti asuhan. Bagaimana kiri-kira akhir kisah pasangan suami istri ini? Akan kah tumbuh rasa di antara mereka, atau malah perceraian yang menyapa? St...