Episode 17

739 76 4
                                    

Pukul delapan malam sekarang, 1 jam berlalu setelah berkumandangnya adzan isya di penjuru masjid-masjid kota Bogor. Hawa malam kian sejuk terasa, pantas karena memang rintik di luar pun sedang bercerita.

Terlihat Dehan dan Nesya yang tengah berdiri di depan pintu rumah, keduanya baru tiba di rumah setelah seharian ini mendekam di rumah sakit.

Ceklek..., Nesya membuka pintu rumah. Sementara Dehan malah asik duduk di bangku teras rumah.

"Ayo masuk," ajak Nesya sekedar basa-basi, bahkan ia tidak menatap Dehan sama sekali.

"Duluan aja, masih mau nikmatin udara segar," jawab Dehan tanpa menatap juga.

"Cuaca lagi dingin, gak baik buat kesehatan kamu," ucap Nesya singkat, bersamaan dengan ia yang langsung melangkah masuk ke dalam rumah.

"Bodo amat," umpat Dehan, kesal sendiri. Pastinya karena masalah di rumah sakit siang tadi.

Nesya berlalu ke dalam rumah, sedangkan Dehan melanjutkan acara santainya di teras rumah. Memandang hamparan cakrawala luas tanpa gemerlap bintang setitik pun. Aneh terlihat memang jika Dehan memilih santai di teras rumah dalam keadaan gerimis malam begini.

Sreppp....,

Tiba-tiba ada segerombolan bapak-bapak lewat dari hadapan Dehan. Tidak sebanyak itu memang, hanya sekitar 5 orang saja.

"Mari, Pak," ternyata gerombolan bapak-bapak itu menyapa Dehan dengan ramah.

Dehan menunduk sedikit sebagai tanda kesopanan, disertai senyum tipis yang sengaja ia paksa.

"Bapak gak ikut?" celetuk salah satu dari bapak-bapak itu kepada Dehan.

Dehan sontak mengernyit kebingungan, "Maaf Pak, tapi sebelumnya mau kemana emang ramai-ramai begini?" lanjut tanyanya tak mau penasaran.

"Loh, Bapak belum tau ya beritanya?" ucap si bapak yang awal tadi.

Dehan menggeleng semakin tak mengerti, "B-Belum Pak, ada apa emang?"

"Ini loh Pak, anggota kompleks kita ada yang meninggal dunia sore tadi."

"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un!"

"Kalau boleh tau meninggal karena apa, Pak?" Sambung Dehan semakin penasaran rupanya.

"Masih remaja SMP, Pak. Dengar-Dengar sih kabarnya meninggal karena bunuh diri."

"Astaghfirullah!" seketika tubuh Dehan merinding hebat jadinya.

"Ngeri kan, Pak. Hati-Hati lah kita mulai sekarang," ucap si bapak tadi lagi, entah apa maksudnya.

"Hah? Eh, i-iya Pak," balas Dehan nampak tak menentu, sepertinya ia ketakutan.

"Punten dulu ya Pak kalau begitu."

"I-Iya...iya, Pak. Nanti saya menyusul," ucap Dehan asal jawab saja.

Gerombolan bapak-bapak itu pun berlalu, menyisakan Dehan seorang diri lagi disana.

"Aduh," terdengar lirihan Dehan tiba-tiba, bersamaan dengan tangannya yang mengusap tengkuknya.

Piurrrr....,

Yang benar saja, Dehan berlari secepat kilat ke dalam rumah.

Tak perduli sana-sini lagi, nampak ia yang mengibrit lari ke kamarnya. Ada apa dengan anak itu? Apa dia takut?

Sesampainya di kamar, ia langsung duduk mematung di ranjangnya. Entah kenapa wajahnya juga memucat seketika.

Tok Tok Tok...,

Bukan Santri IdamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang