Setelah mendengarkan habis percakapan beberapa orang itu tentang Nesya, Dehan pun lekas beranjak dari sana, mengurungkan niat untuk ikut bercengkerama.
Kini langkahnya kembali mengarah ke kamar dimana ia dan Nesya tadi berada. Binar matanya jelas memancarkan kecamuk.
Ceklek,
Ia membuka pintu kamar, dan masuk dengan wajah kusut. Padahal tadinya ia begitu bersemangat sewaktu keluar hendak menemui orang-orang.
"Kenapa, Han?" celetuk Nesya yang sedang asik merapikan hijab di depan meja rias sederhana.
Dehan menoleh segera, dan tampak berpikir keras, "Eum, gak ada kok."
"Kenapa cepat baliknya, udah selesai jalan-jalannya?" lanjut Nesya tetap bertanya santai, karena memang ia tidak tahu apa-apa.
"Aku mau tidur aja ya Nes, nanti aku bakal nyusul kamu kalau aku udah bangun," balas Dehan lain, sengaja berusaha mematikan topik bahasan.
Dan tanpa curiga sedikit pun dengan perubahan sikap suaminya, lagi-lagi Nesya hanya beroh ria saja, "Yaudah kalau gitu, aku ada di halaman nanti kalau kamu mau nyusul. Atau telepon juga boleh biar lebih muda."
"Eum," sahut Dehan dengan matanya yang sudah ia pejamkan rapat. Entah memang benaran mengantuk atau hanya berpura-pura.
Melihat hal itu, Nesya jadi tersenyum hangat sekilas, "Ya ampun, udah tidur aja dia," lirihnya sendirian. Kemudian memilih untuk tidak berbicara lagi, membiarkan suaminya tidur pulas.
Juga tak berapa lama setelah itu, ia berdiri dari depan meja rias dengan penampilan yang sudah begitu rapi. Lalu berjalan menghampiri Dehan yang sudah tertidur.
"Aku keluar dulu ya," ucapnya lembut berbisik, seraya memakaikan selimut ke suaminya. Dan selesai dengan itu, ia pun lekas keluar kamar.
Srep,
Dehan langsung bangun dari posisi tidurnya saat Nesya sudah menutup pintu.
"Waktunya telpon Mama, aku harus cari tau siapa Nesya sebenarnya."
Tutt....Tutt, suara hp Dehan yang menghubungkan.
"Ayo dong Mah, angkat please," gerutunya heboh sendiri.
Tuttt, panggilan terhubung.
"Assalamu'alaikum, Mah," sapa Dehan secepat kilat.
Sampai Mamanya terheran di ujung telepon sana, "Wa'alaikumussalam. Ke-kenapa, Han?"
"Mah, Dehan mau tanya?" langsung saja ia ingin ke inti tanpa basa-basi.
Dan Mamanya semakin mengernyit bingung, tidak biasanya anaknya itu menelepon malam-malam begini, "Kenapa sih, Han? Kamu dimana sekarang?"
"Pokoknya penting, Mah. Ini soal Nesya."
"Oh iya, aku lagi nemanin Nesya ke rumah panti, Mah. Mereka ada acara disini," sambung Dehan tak gengsi lagi seperti biasanya.
Tentu saja sang Mama riang seketika di ujung telepon sana. Ini adalah kabar gembira baginya. Ya, melihat anak dan menantunya akhirnya bisa akrab setelah sekian lama. Apalagi Dehan mengatakan tadi kalau ia sampai ikut ke panti, padahal kemarin ia begitu mencemooh.
"Wah, enak dong kalian disana. Ramai sekali pasti kan," ucap sang mama ingin bercerita lebih.
Namun Dehan kelihatan tidak tertarik, pikirannya terlalu kacau untuk membahas topik itu "Iya, Mah," benar saja, ia hanya balas seadanya.
"Nesya itu sebenarnya siapa, Mah? Kenapa kami bisa sampai terlibat perjodohan seperti ini, apa di balik semuanya? Apa hubungan keluarga kita sama dia?" tiba-tiba Dehan menghujani Mamanya dengan pertanyaan bertenggang urat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Santri Idaman
Teen FictionKetika santri tampan berkelakuan angkuh dijodohkan dengan gadis lugu lulusan SMA yang dibesarkan di panti asuhan. Bagaimana kiri-kira akhir kisah pasangan suami istri ini? Akan kah tumbuh rasa di antara mereka, atau malah perceraian yang menyapa? St...